Pendahuluan
Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada dalam
rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang berada dalam
proses perkembangan. Perkembangan anak merupakan proses perubahan perilaku dari
tidak matang menjadi matang, dari sederhana menjadi kompleks, suatu proses
evolusi manusia dari ketergantungan menjadi makhluk dewasa yang mandiri.
Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan dimana anak belajar menguasai
tingkat yang lebih tinggi dari aspek-aspek : gerakan, berpikir, perasaan, dan
interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan
hidupnya.
Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal dapat
ditempuh di taman kanak-kanak atau radiathul anfal. Lembaga ini merupakan
lembaga pendidikan yang ditujukan untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran
agar anak dapat mengembangkan potensi-potensinya sejak dini sehingga anak dapat
berkembang secara wajar sebagai seorang anak. Melalui suatu proses pembelajaran
sejak usia dini, diharapkan anak tidak saja siap untuk memasuki jenjang
pendidikan lebih lanjut, tetapi yang lebih utama agar anak memperoleh
rangsangan-rangsangan fisik-motorik, kognitif, sosial, dan emosi sesuai dengan
tingkat usianya.
Membantu proses pengembangan berbagai aspek perkembangan anak
perlu diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak, karena perkembangan
anak berbeda dengan perkembangan anak remaja atau orang dewasa. Anak memiliki
karakteristik tersendiri dan anak memiliki dunianya sendiri. Untuk mendidik
anak usia dini, perlu dibekali pemahaman tentang dunia anak dan bagaimana
proses perkembangan anak. Dengan pemahaman ini diharapkan para pendidik anak
usia dini memiliki pemahaman yang lebih baik dalam menentukan proses
pembelajaran ataupun perlakuan pada anak yang dibinanya.
A. Karakteristik Anak
Sebagai pendidik anak usia dini khususnya anak usia taman
kanak-kanak, kita perlu mengetahui siapa anak yang akan dihadapi dan bagaimana
karakteristik yang dimiliki mereka. Batasan tentang masa anak ditemukan cukup
bervariasi. Dalam pandangan mutakhir yang lajim dianut di negara maju, istilah
anak usia dini (early childhood) adalah anak yang berkisar antara usia
0-8 tahun. Namun bila dilihat dari jenjang pendidikan yang berlaku di
Indonesia, maka yang termasuk dalam kelompok anak usia dini
1
adalah
anak usia SD kelas rendah (kelas 1-3), Taman Kanak-kanak (kindergarten),
kelompok bermain (play group) dan anak masa sebelumnya (masa
bayi).
1. Masa Kanak-kanak
Menurut Montessori (Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah
anak yang sedang berada dalam periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu
periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak
terhambat perkembangannya. Bila kemampuan berbicara anak tidak dirangsang maka
anak akan mengalami kesulitan berbicara pada masa-masa selanjutnya. Contoh
berikut ini sering kita temui sehari-hari. Seorang anak berusia tiga tahun
mengajak ibunya untuk tidur siang dengan kata-kata ”Ma, bo ma, ma bo ma”.
Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa anak menunjukkan
keinginan untuk menyampaikan sesuatu tetapi belum jelas ucapannya. Untuk
kondisi seperti ini anak perlu dimotivasi dan dilatih kemampuan berbicaranya
agar dapat menyampaikan apa yang diinginkannya dengan baik dan benar.
Selain pendapat di atas, Maria Montessori juga menyatakan
bahwa masa sensitif anak pada usia ini mencakup sensitif terhadap keteraturan
lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan tangan, sensitif untuk
berjalan, sensitif terhadap obyek-obyek kecil dan detail, serta terhadap
aspek-aspek sosial kehidupan.
Ilustrasi lain yang menggambarkan bagaimana anak
mengeksplorasi lingkungan dapat disimak dalam contoh berikut ini. “Nani seorang
anak berusia 3,5 tahun sedang bermain di halaman depan. Ia asyik
mengorek-ngorek tanah dengan sebatang lidi. Ternyata Nani melihat di tempat itu
ada lubang kecil dan keluar beberapa semut.
Gambaran di atas menggambarkan bahwa Nani berusaha mengetahui
mengapa ada lubang kecil di tanah dan mengapa ada beberapa semut keluar dari
lubang tersebut. Apa yang dilakukan Nani menunjukkan bahwa seorang anak yang
berada pada masa usia ini akan berusaha untuk memenuhi rasa ingin tahunya
dengan mengeksplorasi lingkungan melalui panca indranya.
Erikson (Helms & Turner, 1994) memandang periode usia 4-6
tahun sebagai fase sense of initiative. Pada periode ini anak harus
didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti kesenangan untuk mengajukan
pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Jika anak tidak mendapat
hambatan dari lingkungannya, maka anak akan mampu mengembangkan prakarsa, dan
daya kreatifnya, dan hal-hal yang produktif dalam bidang yang disenanginya.
Guru yang selalu menolong, memberi nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu
padahal anak dapat melakukannya sendiri, menurut
Erikson
dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan untuk berbuat kesalahan atau
belajar dari kesalahan itu.
Pada fase ini terjamin tidaknya kesempatan untuk berprakarsa
(dengan adanya kepercayaan dan kemandirian yang memungkinkannya untuk
berprakarsa), akan menumbuhkan kemampuan untuk berprakarsa. Sebaliknya kalau
terlalu banyak dilarang dan ditegur, anak akan diliputi perasaan serba salah
dan berdosa (guilty).
Contoh yang dapat diamati dari kehidupan sehari-hari anak,
dimana anak mencoba untuk berprakarsa dapat disimak dalam ilustrasi berikut
ini. “Nadia seorang anak berusia 4 tahun pada dasarnya c ukup cerdas dan selalu
ingin tahu tentang sesuatu. Satu waktu ia ingin membuka lemari baju ibunya,
tapi lemari itu terkunci. Nadia melihat kunci lemari itu tergantung di lemari
tersebut. Dengan keberanian dan rasa ingin tahunya, Nadia mencoba memutar-mutar
kunci lemari tersebut, dan akhirnya berhasil dapat membuka lemari baju ibunya”.
Dari peristiwa di atas dapat difahami bahwa bila lingkungan
mendukung proses berprakarsa, maka anak dapat melaksanakan dan membuktikan
prakarsanya dengan senang hati. Sebaliknya, bila lingkungan tidak memberikan
dukungan, maka prakarsa itu tidak dapat terwujud dan cenderung membuat anak
tidak mau
mencobanya lagi.
Coba Anda cermati gambar di
samping ini, bagaimana anak mencoba untuk melakukan aktivitas dan mewujudkan
keinginannya. Menarik bukan? Nampak anak berusaha untuk mewujudkan keinginannya
dan berusaha menunjukkan prakarsanya.
Seorang ahli lain bernama Froebel (Roopnaire, J.L &
Johnson, J.E., 1993) mengungkapkan bahwa masa anak merupakan suatu fase yang
sangat penting dan berharga, dan merupakan masa pembentukan dalam periode
kehidupan manusia. Oleh karenanya masa anak sering dipandang sebagai masa emas
(golden age) bagi penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase
yang sangat fundamental bagi perkembangan individu karena pada fase inilah
terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi
seseorang. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman”
yang dirancang sesu ai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan
berkembang secara wajar.
Jean Piaget dan Lev Vygotsky para ahli konstruktivis
berpendapat bahwa anak bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun
pengetahuannya. Secara mental anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui
refleksi terhadap pengalamannya. Anak memperoleh pengetahuan bukan dengan cara
menerima secara pasif dari orang lain, melainkan dengan
cara membangunnya sendiri secara
aktif melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak adalah makhluk belajar aktif
yang dapat mengkreasi dan membangun pengetahuannya.
Dalam kehidupan sehari-hari dapat
kita saksikan anak tidak takut untuk mencoba dan menemukan sesuatu. Seorang
anak yang baru dapat berjalan akan terus mencoba menaiki tangga walaupun tangga
itu cukup tinggi. Ia akan menunjukkan sikap mencoba dengan terus menerus
menaiki tangga tersebut. Aktivitas seperti itu terus diulang seolah anak tidak
lelah melakukannya. Ketika anak mencoba seperti itu, anak mengamati dan
membangun pengetahuannya sendiri.
Di
lingkungan sekitar Anda, pasti Anda juga dapat menemukan aktivitas-aktivitas
anak yang menggambarkan rasa keingintahuan, keberanian untuk mencoba, dan
keberanian anak dalam menyimpulkan pengetahuan yang diperoleh anak dari
lingkungannya. Anak yang ada dalam gambar di samping menurut Anda apakah juga
sedang menunjukkan rasa ingin tahunya? Apa kira-kira yang ada dalam pikiran
anak saat itu?
2. Ciri
Masa Kanak-kanak
Moeslichatoen R. (dalam Tim Dosen FIP IKIP Malang:1988)
mengemukakan ciri pertumbuhan kejiwaan anak TK sebagai berikut.
a.
Kemampuan melayani kebutuhan fisik secara
sederhana sudah mulai tumbuh.
b.
Mulai mengenal kehidupan sosial dan pola sosial
yang berlaku yang manifestasinya nampak: kesenangan untuk berkawan, kesanggupan
mematuhi peraturan, menyadari hak dan tanggungjawab, kesanggupan bergaul dan
bekerjasama dengan orang lain.
c.
Menyadari dirinya berbeda dengan anak lain yang
mempunyai keinginan dan perasaan tertentu.
d.
Masih tergantung pada orang lain dan memerlukan
perlindungan dan kasih sayang orang lain.
e.
Belum
dapat membedakan antara yang nyata dengan khayal
f.
Mempunyai kesanggupan imitasi dan identifikasi
kesibukan orang dewasa (dalam bentuk sederhana) di sekitarnya melalui kegiatan
bermain.
g.
Kemampuan memecahkan persoalan dengan berpikir
berdasarkan hal-hal kongkrit.
h.
Kemampuan menyesuaikan reaksi emosi terhadap
kejadian yang dialami, sehingga anak dapat dilatih untuk menguasai dan
mengarahkan ekspresi perasaan dalam bentuk yang lebih baik.
i.
Dorongan untuk mengeksploitasi lingkungan fisik
dan sosial mulai tumbuh dengan ditandai seringnya bertanya tentang segala
sesuatu kepada orang di sekitarnya untuk memperoleh informasi atau pengalaman.
Rasa ingin tahu dan sikap antusias
yang kuat terhadap segala sesuatu merupakan ciri yang menonjol pada anak usia
4-5 tahun. Anak memiliki sikap berpetualang (adventurousness) yang kuat.
Anak akan banyak memperhatikan, membicarakan atau bertanya tentang berbagai hal
yang sempat dilihat atau didengarnya.
Minatnya yang kuat untuk
mengobservasi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya membuat anak usia 4-5
tahun senang ikut bepergian ke daerah-daerah. Ia akan sangat mengamati bila
diminta untuk mencari sesuatu.
Bagi pertumbuhan fisik, anak usia
4-5 masih memerlukan aktivitas yang banyak. Kebutuhan anak untuk melakukan
berbagai aktivitas sangat diperlukan, baik untuk pengembangan otot-otot kecil
maupun otot-otot besar. Gerakan-gerak fisik ini tidak sekedar penting untuk
mengembangkan keterampilan fisik saja, tetapi juga dapat berpengaruh positif
terhadap penumbuhan rasa harga diri anak dan bahkan perkembangan kognisi.
Keberhasilan anak dalam menguasai
keterampilan-keterampilan motorik
dapat membuat anak bangga akan dirinya.
Coba
perhatikan gambar di samping ini, anak sangat antusias bermain dengan temannya.
Bersama teman, anak mengembangkan kemampuannya diantaranya kemampuan fisik
motorik.
Sejalan dengan perkembangan
keterampilan fisik, anak usia sekitar lima tahun semakin berminat pada
teman-temannya. Ia akan mulai menunjukkan hubungan dan kemampuan bekerja sama
yang lebih intens dengan teman-temannya. Anak memilih teman berdasarkan
kesamaan aktivitas dan kesenangan.
Kualitas lain dari anak usia ini
adalah abilitas untuk memahami pembicaraan dan pandangan orang lain semakin
meningkat sehingga keterampilan komunikasinya juga meningkat. Penguasaan akan
keterampilan berkomunikasi ini membuat anak semakin senang bergaul dan
berhubungan dengan orang lain.
Anak usia TK adalah sosok individu
yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan sangat pesat dan sangat
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak memiliki dunia dan karakteristik
tersendiri yang jauh berbeda dari dunia dan karakteristik orang dewasa. Anak
sangat aktif, dinamis, antusias dan hampir selalu ingin tahu terhadap apa yang
dilihat dan didengarnya serta seolah-olah tak pernah berhenti untuk belajar.
B. Perkembangan Anak
Perkembangan adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat
kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental sebagai hasil
keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan. Perkembangan ditunjukkan dengan
perubahan yang bersifat sistematis, progresif dan berkesinambungan.
Perubahan Bersifat
Sistematis
Perubahan dalam perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya
saling kebergantungan atau saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan
psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Misalnya anak diperkenalkan
bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh
orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak
apabila proses latihan diberikan pada saat otot-ototnya telah tumbuh dengan
sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperoleh. Dengan demikian
anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf.
Perubahan Bersifat
Progresif
Perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang
terjadi bersifat maju, meningkat dan mendalam baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Misalnya, perubahan pengetahuan dan kemampuan anak dari yang
bersifat sederhana berkembang ke arah yang lebih kompleks.
Perubahan Bersifat
Berkesinambungan
Berkesinambungan ditunjukkan dengan adanya perubahan yang
berlangsung secara beraturan atau berurutan, tidak bersifat meloncat-loncat
atau karena unsur kebetulan. Misalnya, agar anak mampu berlari maka sebelumnya
anak harus mampu berdiri dan merangkak terlebih dahulu.
Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu mempelajari
hal-hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar,
sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru.
Dalam perkembangan anak dikenal prinsip-prinsip perkembangan
sebagai berikut:
a.
Perkembangan berlangsung seumur hidup dan
meliputi semua aspek. Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan
aspek-aspek tertentu tetapi menyangkut semua aspek. Perkembangan aspek tertentu
mungkin lebih terlihat dengan jelas, sedangkan aspek yang lainnya lebih
tersembunyi. Perkembangan tersebut juga berlangsung terus sampai akhir
hayatnya, hanya pada saat tertentu perkembangannya lambat bahkan sangat lambat,
sedangkan pada saat lain sangat cepat. Jalannya perkembangan individu itu
berirama dan irama perkembangan setiap anak tidak selalu sama.
b.
Setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan
kualitas perkembangan yang berbeda. Seorang anak mungkin mempunyai
kemampuan berpikir dan membina hubungan sosial yang sangat tinggi dan
tempo perkembangannya dalam segi itu sangat cepat, sedang dalam aspek lainnya
seperti keterampilan atau estetika kemampuannya kurang dan perkembangannya lambat.
Sebaliknya, ada anak yang keterampilan dan estetikanya berkembang pesat
sedangkan kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak lambat.
c.
Perkembangan
secara relatif beraturan,
mengikuti pola-pola tertentu.
Perkembangan sesuatu segi didahului atau
mendahului segi yang lainnya. Anak bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan,
anak bisa meraban sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya.
d.
Perkembangan berlangsung secara
berangsur-angsur sedikit demi sedikit. Secara normal perkembangan itu
berlangsung sedikit demi sedikit tetapi dalam situasi-situasi tertentu
dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya dapat juga terjadi kemacetan
perkembangan aspek tertentu.
e.
Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang
bersifat umum menuju ke yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan
integrasi. Perkembangan dimulai dengan dikuasainya
kemampuan-kemampuan yang bersifat umum, seperti kemampuan memegang dimulai
dengan memegang benda besar dengan kedua tangannya, baru kemudian memegang
dengan satu tangan tetapi dengan kelima jarinya. Perkembangan berikutnya
ditunjukkan dengan anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnya
menggunakan ujung-ujung jarinya.
f.
Secara normal perkembangan individu mengikuti
seluruh fase, tetapi karena faktor-faktor khusus, fase
tertentu dilewati secara cepat, sehingga nampak ke luar seperti tidak melewati
fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti dengan sangat lambat, sehingga nampak
seperti tidak berkembang.
g.
Sampai batas-batas tertentu, perkembangan
sesuatu aspek dapat dipercepat atau diperlambat.
Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan juga faktor
lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan
laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran baik yang berlebih atau
berkekurangan dari faktor pembawaan dan lingkungan dapat menyebabkan laju
perkembangan yang lebih cepat atau lebih lambat.
h.
Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan
sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya. Perkembangan kemampuan
sosial berkembang sejajar dengan kemampuan berbahasa, kemampuan motorik
sejajar dengan kemampuan pengamatan dan lain sebagainya.
i.
Pada saat-saat tertentu dan dalam
bidang-bidang tertentu perkembangan pria berbeda dengan wanita. Pada
usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat matang secara sosial
dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya tumbuh lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam kemampuan inteleknya
sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan berbahasa dan estetikanya.
2. Tugas-tugas
Perkembangan Masa Kanak-kanak
Pada beberapa bulan pertama dari
kelahirannya, aspek yang memegang peranan penting dari bayi adalah sekitar
mulutnya. Mulut bukan hanya alat untuk makan dan minum, tetapi juga alat
komunikasi dengan dunia luar. Bayi mendapatkan beberapa pengalaman dan rasa
senang melalui sentuhan-sentuhan dengan mulutnya. Baru selanjutnya dengan mata,
telinga dan tangan yang berperan sebagai alat penghubung dengan dunia luar.
Dengan berpusat pada mulut, dibantu dan dilengkapi dengan alat-alat indera dan
anggota badan, bayi mengadakan hubungan dan belajar tentang dunia sekitar.
Melalui interaksi dengan menggunakan alat tersebut dengan lingkungannya, bayi
memperoleh kesan dan memahami lingkungannya.
Pada tahun kedua, seorang bayi
telah mulai belajar berdiri sendiri, di samping ketergantungannya yang masih
sangat besar terhadap orang tuanya. Bayi berusaha memecahkan beberapa
permasalahan yang dihadapinya. Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan kepribadiannya. Pada tahun berikutnya anak mulai dapat mengontrol
cara-cara buang air, dan ia juga mulai mengadakan eksplorasi terhadap
lingkungannya.
Pada tahun keempat dan kelima,
anak sudah mencapai kesempurnaan dalam melakukan gerakan seperti berjalan,
berlari, meloncat dan sebagainya. Gerakan-gerakan ini sangat berperan sekali
dalam perkembangan selanjutnya. Pada akhir masa kanak-kanak, anak bukan saja
mencapai kesempurnaan dalam gerakan-gerak fisik, tetapi juga telah menguasai
sejumlah kemampuan kognitif, sosial bahkan moral.
a.
Belajar berjalan. Pada
usia sekitar satu tahun, tulang dan otot-otot bayi telah cukup kuat
untuk melakukan gerakan berjalan. Berjalan merupakan puncak dari perkembangan
gerak pada masa bayi.
b.
Belajar mengambil makanan. Makanan
merupakan kebutuhan biologis utama pada manusia. Dengan diawali oleh
kemampuan mengambil dan memakan sendiri makanan yang dibutuhkannya, bayi telah
memulai usaha memenuhi sendiri kebutuhan hidupnya.
c.
Belajar berbicara. Bicara
merupakan alat berpikir dan berkomunikasi dengan orang lain. Melalui
tugas ini anak mempelajari bunyi-bunyi yang emngandung arti dan berusaha
mengkomunikasikannya dengan orang-orang di sekitarnya. Melalui penguasaan akan
tugas ini anak akan berkembang pula kecakapan sosial dan kognitifnya.
d.
Belajar mengontrol cara-cara buang air.
Pengontrolan cara buang air bukan hanya berfungsi menjaga kebersihan,
tetapi juga menjadi indikator utama kemampuan berdiri sendiri, pengendalian
diri dan sopan santun. Anak yang sudah menguasai cara-cara buang air dengan
baik, termasuk tempat dan pemeliharaan kebersihannya, pada tahap selanjutnya
akan mampu mengendalikan diri dan bersopan santun.
e.
Belajar mengetahui jenis kelamin. Dalam
masyarakat akan selalu ditemui individu dengan jenis kelamin pria atau
wanita, walaupun ada juga yang berkelainan. Anak harus mengenal jenis-jenis
kelamin ini baik ciri-ciri biologisnya maupun sosial kulturalnya serta
peranan-peranannya. Pengenalan tentang jenis kelamin sangat penting bagi
pembentukan peranan dirinya serta penentuan bentuk perlakuan dan interaksi baik
dengan jenis kelamin yang sama maupun berbeda dengan dirinya.
f.
Menguasai stabilitas jasmaniah. Pada
masa bayi, kondisi fisiknya sangat labil dan peka, mudah sekali berubah
dan kena pengaruh dari luar. Pada akhir masa kanak-kanak, ia harus memiliki
jasmani yang stabil, kuat, sehat, seimbang agar mampu melakukan
tuntutan-tuntutan perkembangan selanjutnya.
g.
Memiliki konsep sosial dan fisik walaupun
masih sederhana. Anak hidup dalam lingungan fisik dan
sosial tertentu. Agar dapat hidup secara wajar dan menyesuaikan diri dengan
keadaan dan tuntutan dari lingkungannya, anak dituntut memiliki konsep-konsep
sosial dan fisik yang sesuai dengan kemampuannya. Anak harus sudah mengetahui
apa itu binatang, manusia, rumah, baik, jahat dan lain-lain.
h.
Belajar hubungan sosial yang baik
dengan orang tua, serta orang-orang dekat lainnya, karena akan selalu
berhubungan dengan orang lain, baik dalam keluarganya maupun di lingkungannya,
maka ia dituntut untuk
dapat
membina hubungan baik dengan orang-orang tersebut. Anak dituntut dapat
menggunakan bahasa yang tepat dan baik, bersopan santun.
i.
Belajar membedakan mana yang baik dan tidak
baik serta pengembangan hati nurani. Pergaulan hidup selalu berisi
dan berlandaskan moral. Sesuai dengan kemampuannya anak dituntut telah
mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana yang tidak baik. Lebih jauh ia
dituntut untuk melakukan perbuatan yang baik dan
menghindarkan perbuatan yang tidak
baik. Diharapkan kebaikan-kebaikan ini menjadi bagian dari hati nuraninya.
Aktivitas
yang sedang ditunjukkan anak dalam gambar di samping ini menunjukkan anak
sedang berupaya mengembangkan seluruh aspek perkembangannya.
C. Aspek
Perkembangan Anak
Menurut Hadis (2003: 5), secara
garis besar ada empat aspek perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan
pengembangan anak, yaitu: perkembangan fisik, kognitif, bahasa, dan
sosial-emosional. Namun dalam bahasan kali ini hanya akan dibicarakan tentang
perkembangan fisik-motorik, kognitif dan bahasa, sedangkan perkembangan
sosial-emosional akan dibahas secara terpisah.
1. Perkembangan Motorik
Pertumbuhan fisik pada setiap anak
tidak selalu sama, ada beberapa anak yang mengalami pertumbuhan secara cepat,
tetapi ada pula yang mengalami keterlambatan. Pada masa kanak-kanak,
pertumbuhan tinggi badan dan berat badan relatif seimbang, tetapi secara
bertahap tubuh anak akan mengalami perubahan. Bilamana di masa bayi anak memiliki
penampilan yang gemuk maka secara perlahan-lahan tubuhnya berubah menjadi lebih
langsing, sedangkan kaki dan tangannya mulai memanjang. Ukuran kepalanya masih
tetap besar jika dibandingkan dengan tubuhnya, namun pada akhir masa
kanak-kanak ukuran kepalanya tidak lagi terlalu besar jika dibandingkan dengan
tubuhnya.
Selain berubahnya berat dan tinggi
badan, anak juga mengalami perubahan fisik secara proporsional. Pada masa
kanak-kanak, anak mengalami perubahan fisik menuju proporsi tubuh yang lebih
serasi, walaupun tidak seluruh bagian tubuh dapat mencapai proporsi kematangan
dalam waktu yang bersamaan.
Perubahan proporsi tubuh mempunyai
irama pertumbuhan sendiri, ada yang tumbuh cepat dan ada pula yang lambat,
namun semuanya akan mencapai taraf kematangan ukuran tepat pada saatnya.
Pola perubahan yang cenderung berbeda pada setiap anak
menyebabkan pertumbuhan fisik anak-anak tampak berbeda satu sama lain. Misalnya
ada beberapa anak yang memiliki kepala terlihat seperti lebih besar dari
badannya, sedangkan yang lain justru seolah-olah mempunyai kepala yang terlalu
kecil, ada tungkai kakinya yang panjang, tapi ada pula yang pendek. Perubahan
fisik dan perubahan proporsi tubuh anak yang terjadi pada masa pertumbuhan,
akan mempengaruhi bagaimana anak ini memandang dirinya dan bagaimana dia
memandang orang lain. Hal ini akan tercermin dari pola penyesuaian diri anak.
Seorang anak misalnya, yang terlalu gemuk akan mulai menyadari bahwa dia tidak
dapat mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman sebayanya, karena setiap
aturan permainan tidak dapat dipatuhinya atau karena secara fisik anak selalu
kalah dalam permainan. Di pihak lain, teman-temannya akan menganggap anak gemuk
itu terlalu lamban dan tidak perlu diajak bermain lagi. Kondisi ini akan
menimbulkan perasaan tidak mampu dan tidak disenangi teman-temannya, sehingga
dapat mempengaruhi pembentukan konsep dirinya, pada akhirnya akan mempengaruhi
perkembangan kepribadian anak.
Pertumbuhan fisik yang dialami anak akan mempengaruhi proses
perkembangan motoriknya. Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian
jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot-otot yang
terkoordinasi. Sebagian besar
waktu anak dihabiskan dengan bergerak dan kegiatan
bergerak ini akan sangat menggunakan otot-otot yang ada pada tubuhnya.
Coba perhatikan gambar di samping,
anak bersama teman-temannya sedang bermain dan mengembangkan kemampuan fisik
motoriknya. Tidak ada rasa takut terpancar dari wajah anak-anak ini.
Gerakan yang banyak menggunakan otot-otot kasar disebut
motorik kasar (gross motor) yang digunakan untuk melakukan aktivitas
berlari, memanjat, melompat atau melempar. Sementara gerak yang menggunakan
otot-otot halus yang disebut motorik halus (fine motor) cenderung hanya
digunakan untuk aktivitas menggambar, meronce, menggunting, menempel atau
melipat.
Berbagai kemampuan yang dimiliki anak dalam menggunakan
otot-otot fisiknya baik otot halus maupun otot kasar dapat menimbulkan rasa
percaya
diri
pada anak bahwa anak mampu menguasai keterampilan-keterampilan motorik.
Keterampilan motorik yang berbeda memainkan peran yang berbeda dalam penyesuaian
sosial dan pribadi anak. karena keterampilan motorik ini memiliki dua fungsi, pertama,
membantu anak untuk memperoleh kemandiriannya, dan kedua, untuk membantu
mendapatkan penerimaan sosial.
Untuk mencapai kemandirian, anak harus mempu mempelajari dan
menguasai keterampilan motorik yang memungkinkan anak mampu melakukan segala
sesuatu bagi dirinya sendiri. Keterampilan ini meliputi keterampilan makan,
memakai baju, mandi, dan merawat diri sendiri.
Untuk mendapatkan penerimaan sosial, anak dituntut untuk mampu
melakukan berbagai keterampilan seperti membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan
sekolah, menguasai keterampilan-keterampilan sekolah seperti menggambar,
melukis, menari, meronce atau anak juga mampu melakukan ketermpilan yang
berkaitan dengan aktivitas bermain bola, memanjat atau melempar.
Berbagai
keterampilan motorik di atas, selayaknya dikuasai anak pada masa kanak-kanak,
karena pada diri anak akan terbentuk rasa percaya diri, memiliki sifat mandiri
dan mendapatkan penerimaan dari teman-teman sebayanya. Sebaliknya bila anak
tidak mampu menguasai keterampilan motorik tersebut, anak cenderung akan merasa
putus asa, tidak percaya diri, merasa diri tidak bisa melakukan apa-apa yang
pada akhirnya dapat terbentuk penyesuaian sosial dan pribadi yang buruk.
Seiring dengan perkembangan fisik yang beranjak matang,
perkembangan motorik anak sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap
gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya. Masa ini ditandai
dengan kelebihan gerak atau aktivitas. Anak cenderung menunjukkan
gerakan-gerakan motorik yang cukup gesit dan lincah. Oleh karena itu, usia ini
merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan
motorik, seperti menulis, menggambar, melukis, berenang, main bola dan atletik.
Perkembangan fisik yang normal merupakan salah satu faktor
penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan maupun
keterampilan. Dengan kata lain, perkembangan motorik sangat menunjang
keberhasilan belajar anak nanti di sekolah dasar. Pada masa usia ini,
kematangan perkembangan motorik umumnya sudah mulai dicapai, karena itu anak
sudah mulai siap untuk menerima kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan.
Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang
luas mengenai berfikir dan mengamati. Ada yang mengartikan bahwa kognitif
adalah tingkah laku-tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh
pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Selain itu
kognitif juga dipandang sebagai suatu konsep yang luas dan inklusif yang
mengacu kepada kegiatan mental yang terlibat di dalam perolehan, pengolahan,
organisasi dan penggunaan pengetahuan. Proses utama yang digolongkan di bawah
istilah kognisi mencakup : mendeteksi, menafsirkan, mengelompokkan dan
mengingat informasi; mengevaluasi gagasan, menyimpulkan prinsip dan kaidah,
mengkhayal kemungkinan, menghasilkan strategi dan berfantasi.
Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai
kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang
bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara
kemampuan potensial dengan lingkungan seperti : dalam aktivitas mengamati,
menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain.
Proses kognitif penting dalam membentuk pengertian karena
berhubungan dengan proses mental dari fungsi kognitif. Hubungan kognisi dengan
proses mental disebut sebagai aspek kognitif.
Faktor kognitif memiliki pemahaman bahwa ciri khasnya terletak
dalam belajar memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk representasi yang
mewakili obyek-obyek yang dihadapi dan dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan atau
lambang yang semuanya merupakan sesuatu yang
bersifat mental. Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa makin banyak pikiran
dan gagasan yang dimiliki seseorang, makin kaya dan luaslah alam pikiran
kognitif orang tersebut.
Anak yang ada dalam gambar di
samping ini sedang tekun menggunakan kemampuan kognitifnya memecahkan persoalan
yang dihadapinya.
Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa kognitif merupakan proses
mental yang berhubungan dengan kemampuan dalam bentuk pengenalan secara umum
yang bersifat mental dan ditandai dengan representasi suatu obyek ke dalam
gambaran mental seseorang apakah dalam bentuk simbol, tanggapan, ide atau
gagasan dan nilai atau pertimbangan.
Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan
anak dalam belajar, karena sebahagian besar aktivitasnya dalam belajar selalu
berhubungan
dengan masalah mengingat dan berfikir dimana kedua hal ini merupakan aktivitas
kognitif yang perlu dikembangkan.
Hal-hal yang termasuk dalam aktivitas
kognitif adalah:
a.
Mengingat.
Mengingat merupakan aktivitas kognitif dimana
orang menyadari bahwa pengetahuan berasal dari kesan-kesan yang diperoleh dari
masa lampau. Bentuk mengingat yang penting adalah reproduksi pengetahuan,
misalnya ketika seorang anak diminta untuk menjelaskan kembali suatu
pengetahuan atau peritiwa yang telah diperolehnya selama belajar.
b.
Berfikir.
Pada saat berfikir anak dihadapkan pada
obyek-obyek yang diwakili dengan kesadaran. Jadi tidak dengan langsung
berhadapan dengan obyek secara fisik seperti sedang mengamati sesuatu ketika ia
melihat, meraba atau mendengar.
Dalam berfikir obyek hadir dalam bentuk
representasi, bentuk-bentuk representasi yang paling pokok adalah tanggapan,
pengertian, atau konsep dan lambang verbal. Makin berkembang seseorang, makin
kayalah anak akan tanggapan-tanggapan. Hubungan atas tanggapan-tanggapan mulai
dipahami manakala hubungan yang satu dengan yang lain mulai dipahami secara
logis. Perkembangan berikutnya anak akan mampu menentukan hubungan sebab
akibat.
3.
Perkembangan Struktur Kognitif
Kognisi sebagai kapasitas
kemampuan berfikir dan segala bentuk pengenalan, digunakan individu untuk
melakukan interaksi dengan lingkungannya. Dengan berfungsinya kognisi
mengakibatkan individu memperoleh pengetahuan dan menggunakannya. Pada
prosesnya kognisi mengalami perkembangan ke arah kolektivitas kemajuan secara
berkesinambungan.
Perkembangan struktur kognisi
berlangsung menurut urutan yang sama bagi semua individu. Artinya setiap
individu akan mengalami dan melewati setiap tahapan itu, sekalipun kecepatan
perkembangan dari tahapan-tahapan tersebut dilewati secara relatif dan
ditentukan oleh banyak faktor seperti : kematangan psikis, struktur syaraf, dan
lamanya pengalaman yang dilewati pada setiap tahapan perkembangan. Mekanisme
utama yang memungkinkan anak maju dari satu tahap pemungsian kognitif ke tahap
berikutnya oleh Piaget disebut: (a) asimilasi, (b) akomodasi, dan (c)
ekuilibrium.
a.
Asimilasi
Asimilasi merupakan proses dimana stimulus baru
dari lingkungan diintegrasikan pada skema yang telah ada. Dengan kata lain,
asimilasi
merujuk pada usaha individu untuk
menghadapi lingkungan dengan membuatnya cocok ke dalam struktur organisme itu
sendiri yang sudah ada dengan jalan menggabungkannya. Proses ini dapat
diartikan sebagai suatu obyek atau ide baru ditafsirkan sehubungan dengan
gagasan atau tindakan yang telah diperoleh anak.
Asimilasi tidak menghasilkan perkembangan atau
skemata, melainkan hanya menunjang pertumbuhan skemata. Sebagai suatu
ilustrasi, kepada seorang anak diperlihatkan suatu benda yang berbentuk persegi
empat sama sisi. Setelah itu diperlihatkan persegi panjang. Asimilasi terjadi
apabila anak menjawab persegi panjang adalah persegi empat sama sisi. Jadi
persegi panjang diasimilasikan dengan persegi empat sama sisi. Hal ini karena
bentuk itu dikenal anak lebih awal sementara persegi panjang diperoleh
kemudian. Jika menyangkut masalah ukuran dari bentuk tersebut asimilasi tidak
akan terjadi karena tidak cocok dengan gagasan yang telah ada. Tetapi jika
persegi empat itu dilihat sebagaimana adanya persegi empat maka hal ini
merupakan proses akomodasi.
b.
Akomodasi
Akomodasi merupakan proses yang terjadi apabila
berhadapan dengan stimulus baru. Anak mencoba mengasimilasikan stimulus baru
itu tetapi tidak dapat dilakukan karena tidak ada skema yang cocok. Dalam
keadaan seperti ini anak akan menciptakan skema baru atau mengubah skema yang
sudah ada sehingga cocok dengan stimulus tersebut.
Akomodasi dapat dikatakan sebagai proses
pembentukan skema baru atau perubahan skema yang telah ada, seperti contoh di
atas dimana persegi empat dilihat sebagaimana adanya persegi empat.
c.
Equilibrium
Akomodasi menghasilkan perubahan atau perkembangan
skemata atau struktur kognitif. Asimilasi dan akomodasi berlangsung terus
sepanjang hidup. Jika seseorang selalu mengasimilasi stimulus tanpa pernah
mengakomodasikan, ada kecenderungan ia memiliki skema yang sangat besar,
sehingga ia tidak mampu mendeteksi perbedaan-perbedaan diantara stimulus yang
mirip. Sebaliknya jika seseorang selalu mengakomodasi stimulus dan tidak pernah
mengasimilasikannya, ada kecenderungan ia tidak pernah dapat mendeteksi perasaan
persamaan dari stimulus untuk membuat generalisasi. Oleh karenanya harus
terjadi keseimbangan antara proses asimilasi dan akomodasi yang dikaitkan
sebagai equiilibrium.
Berkenaan dengan perkembangan
kognitif ini, Syamsuddin (1990) mengungkapkan bahwa proses perkembangan
fungsi-fungsi dan perilaku kognitif menurut Piaget berlangsung mengikuti suatu
sistem atau prinsip atau teknik keseimbangan (seeking equilibrium),
dengan menggunakan dua cara ialah assimilation dan accomodation.
Teknik
asimilasi digunakan apabila individu memandang bahwa obyek-obyek atau
masalah-masalah baru dapat disesuaikan dengan kerangka berfikir. Sedangkan
teknik akomodasi digunakan apabila individu memandang bahwa obyek-obyek
kerangka berfikirnya yang ada sehingga harus mengubah strukturnya.
Equilibrium menunjuk pada relasi
antara individu dan sekelilingnya, terutama sekali pada relasi antara struktur
kognitif individu dan struktur sekelilingnya. Di sini ada keadaan seimbang bila
individu tidak lagi perlu mengubah hal-hal dalam kelilingnya untuk mengadakan
asimilasi dan juga tidak harus mengubah dirinya untuk mengadakan akomodasi
dengan hal-hal yang baru.
Dari uraian di atas menunjukkan
bahwa perkembangan kognitif atau dapat dipandang sebagai suatu perubahan dari
suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap perkembangan
kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu sebagai fungsi dari kemampuan
memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan memungkinkan
terjadinya transformasi dari bentuk penalaran sederhana ke bentuk penalaran
yang lebih komplek, sampai mencapai keadaan terakhir yang diwujudkan dengan
kematangan berfikir orang dewasa.
Menurut Piaget pertumbuhan mental
mengandung dua macam proses yaitu perkembangan dan belajar. Perkembangan adalah
perubahan struktur sedangkan belajar adalah perubahan isi. Proses perkembangan
dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu: (a) heriditas, (b) pengalaman, (c) transmisi
sosial dan (d) ekuilibrasi.
a.
Heriditas
Heriditas tidak hanya menyediakan fasilitas kepada
anak yang baru lahir untuk menyesuaikan diri dengan dunianya, lebih dari itu
heriditas akan mengatur waktu jalannya perkembangan pada tahun-tahun mendatang.
Inilah yang dikenal dengan faktor kematangan internal. Kematangan mempunyai
peranan penting dalam perkembangan kognitif, akan tetapi faktor ini saja tidak
mampu menjelaskan segala sesuatu tentang perkembangan kognitif.
b.
Pengalaman
Pengalaman dengan heriditas fisik merupakan dasar
perkembangan struktur kognitif. Dalam hal ini sering kali disebut sebagai
pengalaman fisis dan logika matematis. Kedua pengalaman ini secara psikologi
berbeda. Pengalaman fisis melibatkan obyek yang kemudian membuat abstraksi dari
obyek tersebut. Sedangkan pengalaman logika matematis merupakan pengalaman
dimana diabstraksikan bukan dari obyek melainkan dari akibat tindakan terhadap
obyek (abstraksi reflektif).
Transmisi sosial digunakan untuk mempresentasikan
pengaruh budaya terhadap pola berfikir anak. Penjelasan dari guru, penjelasan
orang tua, informasi dari buku, meniru, merupakan bentuk-bentuk transmisi
sosial. Kebudayaan memberikan alat-alat yang penting bagi perkembangan
kognitif, seperti dalam berhitung atau membaca, dapat menerima transmisi sosial
apabila anak ada dalam keadaan mampu menerima informasi. Untuk menerima
informasi itu terlebih dahulu anak harus memiliki struktur kognitif yang
memungkinkan anak dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan informasi
tersebut.
d.
Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan suatu keadaan dimana pada
diri setiap individu akan terdapat proses ekuilibrasi yang mengintegrasikan
ketiga faktor tadi, yaitu heriditas, pengalaman dan transmisi sosial. Alasan
yang memperkuat adanya ekuilibrasi yaitu dimana anak secara aktif berinteraksi
dengan lingkungan. Sebagai akibat dari interaksi itu anak berhadapan dengan
gangguan atau kontradiksi, yaitu apabila situasi pada pola penalaran yang lama
tidak dapat menanggapi stimulus. Kontradiksi ini menimbulkan keadaan menjadi
tidak seimbang. Dalam keadaan ini individu secara aktif mengubah pola
penalarannya agar dapat mengasimilasikan dan mengakomodasikan stimulus baru
yang disebut ekuilibrasi.
4. Tahapan
Perkembangan Kognitif
Para ahli psikologi perkembangan
mengakui bahwa pertumbuhan itu berlangsung secara terus menerus dengan tidak
ada lompatan. Kemajuan kompetensi kognitif diasumsikan bertahap dan berurutan
selama masa kanak-kanak Piaget melukiskan urutan tersebut ke dalam empat tahap
perkembangan yang berbeda secara kualitatif yaitu : (a) tahap sensori motor,
(b) tahap praoperasional, (c) tahap operasional
konkrit dan (d) tahap operasional formal.
Setiap tahapan itu urutannya tidak
berubah-ubah. Semua anak akan melalui ke empat tahapan tersebut dengan urutan
yang sama. Hal ini terjadi karena masing-masing tahapan dibangun di atas, dan
berasal dari pencapaian tahap sebelumnya. Tetapi sekalipun urutan kemunculan
itu tidak berubah-ubah, tidak mustahil adanya percepatan seseorang untuk
melewati tahap-tahap itu secara lebih dini di satu sisi dan terhambat di sisi
lainnya.
Tahap sensorimotor ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada
masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam
mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat
kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah
dapat berfungsi.
Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang
membentuk representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang
lain, dan merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah dengan
menggabungkan secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
Dalam periode singkat antara 18 bulan atau 2 tahun, anak telah mengubah dirinya
dari suatu organisme yang bergantung hampir sepenuhnya kepada refleks dan
perlengkapan heriditer lainnya menjadi pribadi yang cakap dalam berfikir
simbolik.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium
sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik
sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam stadium ini yang penting adalah
tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-tindakan yang imaginer atau hanya
dibayangkan saja, tetapi secara perlahan-lahan melalui pengulangan dan
pengalaman konsep obyek permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan
kembali obyek yang disembunyikan.
b. Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun)
Dikatakan praoperasional karena pada tahap ini anak belum
memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental,
dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi
simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering
dimanefestasikan dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah
sangat pesat, kemampuan anak menggunakan gambar simbolik dalam berfikir,
memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh
dalam beberapa tahun berikutnya.
Pemikiran pada tahap praoperasional terbatas dalam beberapa
hal penting. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada
tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Berkaitan dengan masalah ini Piaget dikenal dengan eksperimennya
melalui Tiga Gunung yang sering digunakan untuk mempelajari masalah
egosentrisme.
Karakteristik lain dari cara berfikir praoperasional yaitu
sangat memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi dengan situasi
yang multi dimentional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya pada satu
dimensi dan mengabaikan dimensi lainnya. Pada akhirnya juga mengabaikan
hubungannya
antara dimensi-dimensi ini. Cara berfikir seperti ini dicontohkan sebagaimana
berikut: sebuah gelas tinggi ramping dan sebuah gelas pendek dan lebar diisi
dengan air yang sama banyaknya. Anak ditanya apakah air dalam dua buah gelas
tadi sama banyaknya? Anak pada tahap ini kebanyakan menjawab bahwa ada lebih
banyak air dalam gelas yang tinggi ramping tadi karena gelas ini lebih tinggi
dari yang satunya. Jadi anak belum melihat dua dimensi secara serempak.
Berfikir praoperasional juga tidak dapat dibalik (irreversable).
Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan dengan melakukan tindakan
tersebut sekali lagi secara mental dalam arah yang sebaliknya. Dengan demikian
bila situasi A beralih pada situasi B, maka anak hanya memperhatikan situasi A,
kemudian B. Ia tidak memperhatikan perpindahan dari A ke B.
c. Tahap Operasional Konkrit (7 - 11 Tahun)
Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya
perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional, seperti dalam cara
berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang,
ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih
dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi
itu satu sama lain. Oleh karenanya masalah konservasi sudah dikuasai dengan
baik.
Desentrasi dan konservasi ditunjukkan dalam eksperimen Piaget
yang terkenal mengenai konservasi, yaitu konservasi cairan. Anak diperlihatkan
kepada dua gelas identik, kedua gelas tadi berisikan jumlah air yang sama
banyaknya. Setelah anak mengetahui bahwa kedua gelas berisi air berada dalam
jumlah yang sama, si peneliti menuangkan air dari satu gelas ke dalam gelas
yang lebih tinggi dan kurus. Anak kemudian ditanya, apakah gelas yang lebih
tinggi itu berisikan air dalam jumlah yang sama, lebih banyak atau lebih
sedikit dibandingkan dengan gelas yang satunya ?. Anak-anak pada tahap
operasional konkrit mengetahui bahwa jumlah cairan tetap sama, bahwa suatu
perubahan dalam satu dimensi yaitu tinggi cairan di dalam gelas dapat diimbangi
dengan perubahan yang sebanding dalam dimensi lain yaitu lebar gelas. Sama
halnya ia dapat mengerti bahwa jumlah tanah liat pada sebuah balok tidak
berubah bila bentuknya diubah.
Dalam eksperimen konservasi jumlah yang tipikal, satu barisan
yang terdiri dari 5 kancing dideretkan di atas satu barisan yang juga terdiri
dari 5 kancing sehingga kedua barisan sama panjangnya. Si anak setuju bahwa
kedua barisan memiliki jumlah kancing yang sama. Namun, apabila satu barisan
dipendekkan dengan jalan merapatkan jarak kancing-kancingnya, anak
praoperasional mungkin mengatakan bahwa barisan yang panjang
mempunyai
kancing lebih banyak. Anak pada tahap operasional konkrit tahu bahwa penyusunan
ulang kancing-kancing tersebut tidak mengubah jumlahnya.
Menurut Piaget, anak pada tahap ini mengerti masalah
konservasi karena mereka dapat melakukan operasi mental yang dapat dibalikan (reversable).
Reversable transformation (transformasi
bolak-balik) terjadi dalam dua bentuk yaitu ; (1) inversion
(kebalikan) + A kebalikan dari - B (penjumlahan kebalikan pengurangan,
perkalian kebalikan pembagian), (2) recipocity (timbal balik), A < B
timbal balik dengan B > A (luas permukaan air pada sebuah gelas kompensasi
dari tinggi permukaan air dan tinggi permukaan air kompensasi dari luas
permukaan air). Ketika sebuah obyek mengalami perubahan kuantitasnya tidak
berubah. Hal ini oleh Piaget disebut konservasi.
Seriasi adalah satu lagi karakteristik tahap operasional
konkrit yang merupakan kemampuan menyusun obyek menurut beberapa dimensi
seperti berat atau ukuran. Seriasi mengilustrasikan penangkapan anak akan satu
hal dari prinsip logis yang penting dan disebut transivitas, yang mengatakan
bahwa ada hubungan tetap tertentu diantara kualitas-kualitas obyek. Misalnya,
bila A lebih panjang dari B, dan B lebih panjang dari C, maka A pasti lebih
panjang dari C. Anak-anak pada tahap ini tahu keabsahan kaidah itu sekalipun
mereka tidak pernah melihat obyek A, B, dan C. Kompetensi yang oleh Piaget
dinamakan seriasi sangat penting untuk pemahaman hubungan bilangan khususnya
dalam matematik.
Pemahaman lain pada tahap operasional konkrit, dapat menalar
serentak mengenai bagian dan keseluruhan yang dikenal dengan istilah inklusi
kelas. Pemahaman mengenai inklusi kelas ini mengilustrasikan prinsip logis
bahwa ada hubungan hirarkis diantara kategori-kategori.
Apabila anak pada tahap ini dihadapkan kepada delapan permen
kuning dan empat permen coklat, kemudian ditanya, “ mana permen yang lebih banyak,
permen kuning atau lebih banyak permen coklat ?”. Anak yang berumur 5 tahun
akan mengatakan “lebih banyak perme n kuning”. Jawaban ini menurut Piaget,
mencerminkan ketidakmampuan anak untuk bernalar mengenai bagian atau
keseluruhan secara serentak.
Walaupun pada anak-anak ini lebih pesat melampaui anak-anak
praoperasional dalam penalaran, pemecahan masalah dan logika. Pemikiran mereka
masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi
kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata.
Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi, proposisi hipotesis.
Jadi mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang
sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap oprasional
formal.
Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada
apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah
dapat membayangkan masalah dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara
logis. Sebagai contoh, jika A < B dan B < C, maka A < C. Logika
seperti ini tidak dapat dilakukan oleh anak pada tahap sebelumnya.
Perkembangan lain pada tahap ini ialah kemampuannya untuk
berfikir secara sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara
teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat
memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya
ketika mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba mobil mogok, maka anak akan
menduga mungkin bensinnya habis, businya atau platinanya rusak dan sebab lain
yang memungkinkan memberikan dasar atas pemikiran terjadinya mobil mogok.
Perkembangan kognitif pada tahapan ini mencapai tingkat perkembangan tertinggi
dari tahapan yang dijelaskan Piaget.
Kognitif merupakan salah satu aspek yang harus dikembangkan
pada anak. karena proses kognitif banyak berhubungan dengan berbagai konsep yang
telah dimiliki anak dan berkenaan dengan bagaimana anak menggunakan kemampuan
berfikirnya dalam memecahkan suatu persoalan.
Dalam kehidupannya mungkin saja anak dihadapkan kepada
persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan
merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu
menyelesaikan persoalan, anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara
penyelesaiannya.
Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan
anak dalam belajar, karena sebahagian besar aktivitas dalam belajar selalu
berhubungan dengan masalah mengingat dan berfikir. Kedua hal ini merupakan
aktivitas kognitif yang perlu dikembangkan.
Piaget merupakan tokoh Psikologi Kognitif yang memandang anak
sebagai partisipan aktif di dalam proses perkembangan. Piaget menyakini bahwa
anak harus dipandang seperti seorang ilmuwan yang sedang mencari jawaban dalam
upaya melakukan eksperimen terhadap dunia untuk melihat apa yang terjadi.
Misalnya anak ingin tahu apa yang terjadi bila anak mendorong piring keluar
dari meja. Hasil dari eksperimen miniatur anak menyebabkan anak menyusun
“teori” tentang bagaimana dunia fisik dan sosial beroperasi.
Anak membangun teori berdasarkan eksperimen yang dilakukannya.
Saat anak menemukan benda atau peristiwa baru, anak berupaya untuk memahaminya
berdasarkan teori yang telah dimilikinya.
Perkembangan kognitif dapat dipandang sebagai suatu perubahan
dari suatu keadaan seimbang ke dalam keseimbangan baru. Setiap tahap
perkembangan
kognitif mempunyai bentuk keseimbangan tertentu sebagai fungsi dari kemampuan
memecahkan masalah pada tahap itu. Ini berarti penyeimbangan memungkinkan
terjadinya
transformasi dari bentuk penalaran sederhana ke
bentuk penalaran yang lebih kompleks sampai mencapai keadaan terakhir yang
diwujudkan dengan kematangan berfikir orang dewasa.
Anak yang ada dalam gambar di
samping ini sedang mengembangkan kemampuan kognitifnya, tampak anak
konsentrasi dan berusaha
menyelesaikan sesuatu yang sedang dilakukannya.
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan suatu urutan kata-kata, dan bahasa dapat
digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai tempat yang berbeda atau waktu
yang berbeda. Vygotsky (1978: 80) berpendapat bahwa “perkembangan bahasa
seiring dengan perkembangan kognitif, malahan saling melengkapi, keduanya
berkembang dalam satu lingkup sosial”.
Piaget (Santrock, 1995: 238) berpendapat bahwa “ber pikir itu
mendahului bahasa dan lebih luas dari bahasa”. Baha sa adalah salah satu cara
yang utama untuk mengekspresikan pikiran, dan dalam seluruh perkembangan,
pikiran selalu mendahului bahasa. Bahasa dapat membantu perkembangan kognitif.
Bahasa dapat mengarahkan perhatian anak pada benda-benda baru atau hubungan
baru yang ada di lingkungan, mengenalkan anak pada pandangan-pandangan yang
berbeda dan memberikan informasi pada anak. Bahasa adalah salah satu dari
berbagai perangkat yang terdapat dalam sistem kognitif manusia.
Piaget menekankan bahwa anak adalah makhluk yang aktif dan
adaptif namun bersifat egosentris yang proses berpikirnya sangat berbeda dengan
orang dewasa, maka pengalaman belajar disesuaikan dengan pemahaman mereka.
Dalam pandangan Vygotsky (1978: 49), struktur mental atau
kognitif anak terbentuk dari hubungan diantara fungsi-fungsi mental. Hubungan
antara bahasa dan pemikiran diyakini sangat penting dalam kaitan ini. Vygotsky
bahkan menegaskan bahwa bahasa dan pemikiran pada mulanya berkembang
sendiri-sendiri tetapi pada akhirnya bersatu.
Ada dua prinsip yang mempengaruhi penyatuan pemikiran dan
bahasa, yaitu:
1). Semua fungsi mental memiliki
asal usul eksternal atau sosial. Anak-anak harus menggunakan bahasa dan
mengkomunikasikannya kepada orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam ke
proses mental mereka sendiri.
2). Anak-anak harus berkomunikasi
secara eksternal dan menggunakan bahasa selama periode waktu yang lama sebelum
transisi dari kemampuan berbicara secara eksternal ke internal berlangsung.
Sejalan dengan perkembangan kognisinya, anak pada usia ini
sering kali mengajukan pertanyaan-pertanyaan “Mengapa begi ni mengapa begitu”,
“Ini apa itu apa”. Minat anak usia ini sangat luas dan mereka selalu ingin
mengetahui segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Ibu guru dan anak-anak sedang
berbincang-bincang tentang sesuatu hal. Nampak dalam gambar di samping, ibu
guru sedang berbicara dengan anak, menjawab pertanyaan anak dan anak menjawab
atau mengomentari apa yang ditanyakan gurunya.
Antara usia 4-5 tahun, anak sudah
menguasai kalimat yang terdiri dari empat sampai lima kata. Mereka juga mampu
menggunakan kata depan, seperti di bawah, di
atas, di
dalam dan di samping. Anak lebih banyak menggunakan kata kerja daripada kata
benda.
Antara usia 5-6 tahun, kalimat anak sudah terdiri atas enam
sampai delapan kata. Anak sudah dapat menjelaskan arti kata yang sederhana
mengetahui lawan kata, menggunakan kata penghubung, kata depan dan kata
sandang.
Pada masa akhir usia taman kanak-kanak anak umumnya sudah
mampu berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka telah
lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih
melakukan kesalahan berbahasa.
Berbicara berfungsi sebagai alat komunikasi dengan orang lain.
Bila anak telah menguasai kata-kata, kalimat dan tata bahasa, mereka juga akan
dapat berkomunikasi dengan baik dan lebih efektif.
Kemampuan berbahasa merupakan aspek penting yang perlu
dikuasai anak, tapi tidak semua anak mampu menguasai kemampuan ini.
Ketidakmampuan anak berkomunikasi secara baik karena keterbatasan kemampuan
menangkap pembicaraan anak lain atau tidak mampu menjawab dengan benar akan
menghambat perkembangan anak. Selain dari itu, ada
anak
yang masih belum mampu mengucapkan huruf-huruf r, sy, s, atau lainnya membuat
anak sulit berkomunikasi dengan anak lain.
Adanya hambatan dalam perkembangan bahasa akan membuat anak
merasa tidak diterima oleh teman-temannya, anak menjadi minder, tidak percaya
diri dan tidak memiliki keberanian untuk berbuat. Kondisi ini dapat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak di kemudian hari.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan sarana yang sangat
penting dalam kehidupan anak. Di samping itu bahasa juga merupakan alat untuk
menyatakan pikiran dan perasaan kepada orang lain yang sekaligus berfungsi
untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain. Selain dari itu, bahasa juga
merupakan pintu gerbang ilmu pengetahuan, dengan berbahasa anak dapat
berkomunikasi dengan sesama.
Bagi orang tua, masa prasekolah seringkali disebut “ traoublesome
age” atau masa sulit karena banyak masalah yang mungkin timbul. Sedangkan
bagi pendidik masa ini merupakan persiapan mematangkan anak untuk menerima
pendidikan formal. Para psikolog menyebut masa ini dengan istilah-istilah
sebagai berikut :
Pregang age, karena anak sedang mengembangkan
dasar-dasar tingkah laku sosial
Exploratory age, karena anak sedang aktif
menyelidiki segala sesuatu. Rasa ingin tahunya begitu besar.
Imitative, karena anak sedang
senang meniru segala sesuatu.
Creative age, karena anak sedang mulai
mengembangkan kreativitasnya. Sejalan dengan perkembangan kognisinya,
anak pada usia ini sering
kali
mengajukan pertanyaan-pertanyaan “mengapa begi ni mengapa begitu”, “ini apa itu
apa”. Minat anak usia ini sangat luas dan mereka selalu ingin mengetahui segala
sesuatu yang ada di dunia ini. Mereka sering bertanya apa saja untuk memuaskan
rasa ingin tahunya, dan mereka juga tahu bahwa pertanyaan itu dapat
mempertahankan konsepsinya dengan orang dewasa. Misalkan pertanyaan : “Mengapa
ada hujan”, “Mengapa pohon ada daunnya”, “Kapan saya besar” dan sebagainya.
Anak adalah makhluk peniru (imitator), ia mencontoh orang lain
di sepanjang kehidupannya. Tatkala masih berusia anak-anak dorongan untuk
meniru orang lain itu bersifat amat kuat. Kemampuan imitasi anak menjadi modal
penting dalam perkembangan bahasanya. Anak senang meniru bunyi-bunyi tertentu
ataupun ucapan-ucapan orang-orang sekitarnya.
b. Penggunaan Kata, Kalimat dan Tata Bahasa
Pada usia 1 tahun, selaput otak untuk pendengaran membentuk
kata-kata, mulai saling berhubungan. Anak sejak usia 2 tahun sudah banyak
mendengar kata-kata atau memiliki kosa kata yang luas. Gangguan
Bahasa anak mulai menjadi bahasa orang dewasa setelah anak
mencapai usia 3 tahun. Pada saat itu ia sudah mengetahui perbedaan antara saya,
kamu dan kita.
Pada usia 4-6 tahun kemampuan berbahasa anak akan berkembang
sejalan dengan rasa ingin tahu serta sikap antusias yang tinggi, sehingga
timbul pertanyaan-pertanyaan dari anak dengan kemampuan bahasanya. Kemampuan
berbahasa juga akan terus berkembang sejalan dengan intensitas anak pada teman
sebayanya. Hal ini mengimplikasikan perlunya anak untuk memiliki kesempatan
yang luas dalam menentukan sosialisasi dengan teman-temannya. Dengan
memperlihatkan suatu minat yang meningkat terhadap aspek-aspek fungsional
bahasa tulis, ia senang mengenal kata-kata yang menarik baginya dan mencoba
menulis kata yang sering ditemukan. Anak juga senang belajar menulis namanya
sendiri atau kata-kata yang berhubungan dengan sesuatu yang bermakna baginya.
Antara usia 4 dan 5 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari
empat sampai lima kata. Mereka juga mampu menggunakan kata depan seperti di
bawah, di dalam, di atas dan di samping. Mereka lebih banyak menggunakan kata
kerja daripada kata benda.
Antara 5 dan 6 tahun, kalimat anak sudah terdiri dari enam
sampai delapan kata. Mereka juga sudah dapat menjelaskan arti kata-kata yang
sederhana, dan juga mengetahui lawan kata. Mereka juga dapat menggunakan kata
penghubung, kata depan dan kata sandang.
Pada masa akhir usia prasekolah anak umumnya sudah mampu
berkata-kata sederhana dan berbahasa sederhana, cara bicara mereka telah
lancar, dapat dimengerti dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih
melakukan kesalahan berbahasa.
c. Berbicara untuk Komunikasi
Bentuk dan fungsi bicara saling berkaitan. Bila anak telah
menguasai kata-kata, kalimat dan tata bahasa, mereka juga akan dapat
berkomunikasi dengan baik dan lebih efektif.
Salah satu fungsi berbicara untuk komunikasi adalah mengobrol
(social speech). Mengobrol adalah berbicara yang mempunyai makna
sosial. Tujuannya adalah untuk didengar dan dimengerti oleh orang lain
dan bukan oleh diri sendiri. Oleh karena itu mengobrol adalah salah satu
ekspresi kebutuhan akan orang lain dan dipergunakan untuk mengadakan dan
mempertahankan komunikasi bersama mereka. Mengobrol itu sendiri dapat berbentuk
tanya jawab, bertukar pikiran atau informasi tetapi dapat pula berisi kritikan,
suruhan, permintaan atau ancaman.
Selain itu pengetahuan umum yang
dikuasai oleh anak sangat mempengaruhi kemampuan berkomunikasi mereka. Pada
anak-anak usia prasekolah, jika mereka tidak mau berkomunikasi, bukan selalu
berarti bahwa mereka tidak mampu berbicara, tetapi lebih banyak karena mereka
tidak mau.
d. Pentingnya Skrining dan Deteksi Dini
Didalan otak, proses bicara merupakan proses yang majemuk.
Mulai dari proses mendengar, merekam kata, mengerti, mengucapkan, menggunakan
kata dengan tepat dalam situasi sosial yang tepat. Semua proses ini merupakan
fungsi luhur otak. Lokasi pusat bicara ada di bagian kiri otak. Sedangkan untuk
imajinasi, penghayatan dalam bicara berada dibagian kanan otak. Agar dapat
berbicara/berbahasa dengan baik, kedua bagian ini harus seimbang, kalau yang
berkembang hanya kiri saja, maka penuturan bahasanya kurang bagus.
Akibat gangguan perkembangan bahasa, biasanya akan menimbulkan
dampak psikososial bagi anak, antara lain kemampuan kognitif, sosialisasi atau
emosinya terbatas. Gangguan tersebut dapat menghambat dan mengancam masa
depannya. Oleh karena itu para orang tua dan pendidik perlu mendeteksi
perkembangan dan kemampuan berbahasa dan berbicara yang disebut skrining
perkembangan anak, sejak usia sebulan hingga 6 tahun.
Gangguan dapat diatasi dengan bantuan dari lingkungannya
terutama keluarga. Lingkungan dapat memberi stimulasi, dan membiarkan anak
mengekspresikan dirinya sendiri, memberikan kebebasan untuk bercerita tentang
pengalamannya dan menjawabnya dengan baik dan dapat dimengerti oleh anak.
Mengingat gangguan perkembangan berbicara dan berbahasa sangat erat kaitannya
dengan masalah perkembangan otak kanan, memungkinkan gangguan tersebut dapat
dihindarkan.
Agar otak anak tumbuh dan berkembang dengan baik, perlu
pendidikan keluarga secara terpadu, artinya tidak hanya menekankan kepatuhan,
keteraturan dan kedisiplinan saja, tetapi juga bermain, kreativitas, imajinasi
dikembangkan, kebebasan untuk mengolah perasaan, obyek yang dipersepsi sesuai
dengan peran otak kanan.
Penutup
Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8
tahun. Para ahli memandang masa usia dini adalah masa yang paling fundamental
bagi perkembangan selanjutnya. Selain itu masa ini juga dipandang sebagai masa
keemasan (golden age), masa sensitif atau masa peka, masa inisiatif dan
berprakarsa, dan masa pengembangan diri. Begitu pentingnya masa ini maka para
ahli memandang perlunya stimulasi yang bermakna agar anak dapat berkembang
secara optimal.
Perkembangan yang dialami anak
bersifat progresif, sistematis dan berkesinambungan dan perkembangan pada masa
usia ini mengikuti berbagai prinsip perkembangan.
Perkembangan anak menyangkut aspek fisik-motorik, kognitif,
bahasa, dan sosial emosional. Perkembangan aspek-aspek tersebut tidak
berkembang sendiri-sendiri tetapi saling berintegrasi satu sama lain. Bagaimana
upaya pendidikan mampu membantu berkembangnya seluruh aspek perkembangan anak
seoptimal mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Daeng, S, Dini P. (1996). Metode
Mengajar di Taman Kanak-kanak, Bagian 2. Jakarta : Depdikbud.
Havighurst, Robert J. (1978). Human
Development and Education. New York : Longmans Green and Co.
Helms, D. B & Turner, J.S.
(1983) Exploring Child Behavior. New York : Holt Rinehartand Winston.
Hurlock, Elizabeth, B. (1978). Child
Development, Sixth Edition. New York : Mc. Graw Hill, Inc.
Kartono, Kartini. (1986). Psikologi
Anak. Bandung : Alumni.
Santrock, J.W, & Yussen, S.R.
(1992). Child Development, 5 th Ed. Dubuque, IA, Wm, C.Brown.
Solehuddin, M. (1997). Konsep
Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung : FIP UPI
Syaodih, Ernawulan. (2004). Bimbingan
di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dikti Depdiknas
Yusuf, L N, Syamsu.
(2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar