Terry E. Lawson, psikiater
internasional yang merumuskan definisi tentang kekerasan
terhadap anak, menyebut ada empat macam kekerasan (abuse),
yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical
abuse, dansexual abuse.
Emotional abuse terjadi ketika orang
tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian,
mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu
sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan
kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua
kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung
konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan
terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
Verbal abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh
dan pelindung anak, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak
itu untuk diam atau jangan menangis. Jika si anak mulai berbicara, ibu
terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu
cerewet”, dsb. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal jika semua kekerasan
verbal itu berlangsung dalam satu periode.
Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan
pelindung anak memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian).
Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam
periode tertentu. Sedangkan, sexual abuse biasanya tidak
terjadi selama delapan belas bulan pertama dalam kehidupan anak. Eksploitasi
seksual pada anak adalah ketergantungan, perkembangan seksual aktivitas yang
tidak matur pada anak dan orang dewasa, dimana mereka tidak sepenuhnya secara
komprehensif dan tidak mampu untuk memberikan persetujuan karena bertentangan dengan
hal yang tabu di keluarga.
Menurut Moore (dalam Nataliani, 2004), kekerasan atau
perlakuan salah terhadap anak pada umumnya dapat diklasifikasikan dalam tiga
kategori, antara lain kekerasan fisik, seksual dan emosional. Purbani (2003)
mengatakan kekerasan dalam
rumah tangga baik dilakukan oleh suami kepada istrinya atau
orang tua terhadap anaknya bisa berbentuk fisik atau nonfisik. Kekerasan
nonfisik bisa berbentuk verbal seperti pelecehan, penghinaan, mencuekin
(mendiamkan) istri, atau bentuk lain seperti tidak membiayai selama
berbulan-bulan, sedangkan kekerasan fisik bisa berbentuk pemukulan,
penjambakan, dll.
Sedangkan Patilima (2003) menganggap bahwa kekerasan pada anak
merupakan perlakuan yang salah. Hamid mendefinisikan perlakuan salah
pada anak adalah segala perlakuan terhadap anak yang
akibat-akibatnya mengancam kesejahteraan dan tumbuh kembang anak, baik secara
fisik, psikologi sosial, maupun mental. Perlakuan salah menurut DR. Irwanto
(dalam Hamid, 2003), dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori menurut
dampak dari perlakuan, yaitu:
- Perlakuan salah secara seksual;
- Perlakuan salah secara fisik; dan
- Perlakuan salah secara mental.
Bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam Undang-undang
no. 23 tahun 2004 (www.kowani.or.id) mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (PKDRT), dimana ingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi
suami, isteri dan anak, yaitu;
1) Kekerasan fisik; Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit, atau luka berat;
2) Kekerasan psikis adalah; Kekerasan psikis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;
3) Kekerasan seksual adalah kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: Pemaksaan hubungan seksual yang
dilakukan terhadap orang yang menetapkan dalam lingkup hidup rumah tangga
tersebut; Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu,
4) Penelantaran rumah tangga. Setiap orang dilarang
menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, penelantaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja
yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali
orang tersebut.
Menurut Sitohang (2004), bentuk-bentuk kekerasan pada anak
meliputi;
1) Penganiayaan fisik, Non Accidental “injury” mulai dari
ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologic yang berat dan
kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian
racun;
2) Penelantaran anak/kelalaian, yaitu kegiatan atau behavior
yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan
perkembangan psikologisnya;
3) Penganiayaan emosional yaitu ditandai dengan
kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak.
Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain;
4) Penganiayaan seksual, mempergunakan pendekatan persuasif.
Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan
seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti : aktivitas seksual
(oral genital, genital, anal atau sodomi) termasuk incest.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak berupa
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran anak.
0 komentar:
Posting Komentar