Senin, 19 Mei 2014

Kekerasan Terhadap Perempuan Pada Masa Pacaran


X adalah seorang remaja yang telah memiliki seorang pacar. Namun, pacar X adalah seorang pengangguran dan suka mengkonsumsi alkohol, tidak hanya itu, pacar X juga selalu menekan X untuk memberikan uang saku yang diberikan orangtua X. Jika X tidak menuruti keinginan pacarnya maka pacar X selalu mengancam akan meninggalkan X. Demi mempertahankan hubungan dengan pacarnya, X rela menuruti semua keinginan pacarnya, apalagi X juga telah melakukan hubungan seks pranikah dengan pacarnya. X juga sering dipukul, dicaci maki dan masih banyak kekerasan yang dialami X. Akibat dari kekerasan yang dialaminya ini, X tidak hanya mengalami psikologis tetapi juga mengalami penurunan prestasi belajar.

Kekerasan terhadap perempuan pada masa pacaran adalah sebuah bahasan yang mungkin masih asing di telinga beberapa pembaca. Kita memang tidak dapat memungkiri bahwa kekerasan pada perempuan, seolah-olah dianggap sebagai hal yang biasa. Namun akibatnya luar biasa sekali. Pacaran merupakan suatu hal yang lazim dikalangan remaja saat ini. Namun, sedikit sekali orangtua dan remaja yang mengetahui bagaimana pacaran yang sehat agar tidak mengalami kekerasan pada masa pacaran. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai hal ini menyebabkan cukup banyak remaja putri yang mengalami kekerasan dari pacarnya,  Namun seringkali para remaja ini menganggap kekerasan yang mereka alami adalah sebagai hal yang biasa, demi cinta terhadap sang pacar.

Melihat pada fenomena ini, maka apakah sebenarnya kekerasan pada masa pacaran itu? Kekerasan pada masa pacaran  (Dating Violence) merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan data dari LSM Mitra Perempuan bahwa di Jakarta pada tahun 2000, sekitar 11,6 % perempuan mengalami kekerasan pada masa pacaran dan pada tahun 2000 mengalami peningkatan sekitar 11,11 %. Selain itu, berdasarkan data dari Rifka Annisa Women Crisis Center dari tahun 2000 hingga tahun 2002, sekitar 264 perempuan melaporkan bahwa dirinya mengalami kekerasan pada masa pacaran. Jika dilihat secara menyeluruh, rata-rata sekitar 1 dari 10 perempuan mengalami kekerasan pada masa pacaran. Oleh karena itu, kekerasan  pada masa pacaran merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan cara perempuan dan berinteraksi dengan pacarnya.

Kekerasan pada masa pacaran adalah suatu bentuk kekerasan yang terjadi pada saat perempuan memasuki ikatan pacaran, maka pihak laki-laki dapat menjadi orang yang melakukan kekerasan dan pihak perempuan dapat menjadi korban kekerasan. Lalu, apa saja bentuk-bentuk kekerasan pada masa pacaran? Kekerasan pada masa pacaran dapat berupa kekerasan fisik, psikis hingga kekerasan seksual.
1.    Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan yang mengakibatkan cedera / luka pada tubuh perempuan, seperti: tindakan memukul, menampar, dan menjambak.
2.    Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan kekerasan yang berupa ucapan yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri dan meningkatnya rasa tidak berdaya, seperti memanipulasi pasangan, cemburu yang berlebihan, melarang pasangan untuk berinteraksi dengan orang lain, melakukan pengawasan berlebihan terhadap pasangan.
3.    Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu tindakan yang berkaitan dengan pelecehan seksual tanpa persetujuan korban seperti: memaksa pasangan untuk melakukan tindakan seksual yang menjijikkan, dan memaksa pasangan untuk melakukan hubungan seksual.

    Sebenarnya, apa 'sih' yang menyebabkan seorang laki-laki melakukan kekerasan terhadap perempuan pada masa pacaran? Bukankah mereka berpacaran karena cinta? Ternyata, beberapa penyebab laki-laki melakukan kekerasan pada perempuan pada masa pacaran, antara lain:
  1. Laki-laki melakukan intimidasi terhadap sikap orang tua mereka dalam memperlakukan orang lain.
  2. Laki-laki mengalami kekerasan dalam rumah tangga pada masa kanak-kanaknya.
  3. Adanya persepsi bahwa hanya sedikit orang yang menyadari akibat dari kekerasan yang dilakukan.
  4. Laki-laki berusaha menjaga citra laki-laki yang ?%u20AC%u02DCmacho?%u20AC%u2122 dan hal ini mendapat dukungan dari masyarakat.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa budaya kekerasan pada perempuan memang masih melekat dalam diri sebagian besar masyarakat. Sayangnya hal tersebut dianggap sebagai hal yang biasa dan akhirnya tidak berusaha untuk mencari pertolongan, seperti misalnya: datang kepada Psikolog. Kemudian yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah: "Jika perempuan mengetahui bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya merupakan suatu hal yang tidak seharusnya terjadi dan telah melanggar HAM, tetapi mengapa perempuan menerima begitu saja kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya? Apakah demi cinta ataukah ada hal yang lain?"

Beberapa penyebab perempuan menerima kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya, antara lain:
  1. Perempuan memiliki keyakinan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya merupakan hal yang wajar
  2. Perempuan mempersepsi bahwa lebih baik memiliki pasangan yang sesekali melakukan kekerasan daripada tidak memiliki pasangan sama sekali.
  3. Perempuan takut apabila pacarnya membalas dendam.
  4. Perempuan berharap pada suatu hari nanti pacaranya akan berubah.
  5. Perempuan mempersepsi bahwa kekerasan akan lenyap apabila sudah memiliki anak.

Setelah Anda mengetahui apa penyebab laki-laki melakukan kekerasan dan perempuan sebagai pacar juga menerima begitu saja perlakuan pacarnya maka Anda perlu segera mengoreksi diri anda sendiri, apakah anda juga sedang mengalami hal ini? Ingat! Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi pada siapa saja.

    Apakah ada dampak dari kekerasan pada masa pacaran? Tentu saja jawabannya adalah ada, Dan apakah dampak tersebut berbahaya pada perempuan? Kekerasan akan selalu berdampak negatif dan akibat yang paling fatal adalah luka psikologis yang memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama dan tidak dapat dipastikan. Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada masa pacaran, antara lain:
  1. Menurunnya rasa percaya diri.
  2. Meningkatnya rasa tidak berdaya.
  3. Meningkatnya rasa cemas.
  4. Menurunnya produktivitas kerja atau prestasi.
  5. Mengalami sakit fisik


Bagaimana Mengatasi Kekerasan pada Masa Pacaran

Sebenarnya solusi yang dilakukan akan berhasil jika pasangan yang sedang berpacaran saling mengerti sifat masing-masing dan dapat mengatakan ?tidak untuk kekerasan. Selain itu, solusi untuk mengatasi kekerasan pada masa pacaran dapat dilakukan dengan membantu pasangan yang melakukan kekerasan untuk memiliki rasa percaya diri (biasanya pasangan yang melakukan kekerasan memiliki riwayat kekerasan dan kekurangan kebutuhan kasih sayang / afiliasi) dan bersikap tegas pada pasangan yang melakukan kekerasan (menolak kekerasan yang dilakukan oleh pasangan). Jika pasangan tetap melakukan kekerasan, sebaiknya Anda berpikir 2x untuk meneruskan hubungan dengannya karena Anda dapat terjebak dalam 'lingkaran setan'. Selain itu, Anda sebagai pelaku kekerasan sebaiknya segera meminta bantuan pada Psikolog untuk mendapatkan terapi yang tepat untuk mengatasi pikiran-pikiran irasional, mungkin anda mengalami kecanduan cinta sehingga melakukan kekerasan pada pacar Anda.

Bagaimana cara untuk mencegah terjadinya kekerasan pada masa pacaran? Untuk mencegah terjadinya kekerasan pada masa pacaran, anda perlu membuat komitmen dengan pacar Anda dan menerapkan pacaran yang sehat. Adapun, pacaran yang sehat meliputi hal-hal sebagai berikut:
  1. Adanya rasa saling percaya.
  2. Adanya rasa saling menghargai.
  3. Adanya waktu untuk dihabiskan oleh mereka berdua tetapi juga menghargai waktu untuk saling sendiri.
  4. Tidak mengisolasi pasangan.
  5. Tidak memanipulasi pasangan.
  6. Adanya rasa saling memahami perasaan masing-masing.
  7. Hubungan pacaran juga disertai dengan hubungan pertemanan yang akrab di antara mereka berdua.

Akhirnya, menutup artikel ini, saya berharap semoga uraian di atas berguna bagi para pembaca sehingga pembaca turut berpartisipasi untuk menghentikan budaya kekerasan yang terjadi masyarakat kita.
  
Daftar pustaka:
Venny A (2003). Memahami Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

0 komentar: