1) Pengertian
Layanan
responsif merupakan “pemberian bantuan kepada siswa yang memilikikebutuhan dan
masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera”.sebabjikatidaksegeradibantudapatmenimbulkangangguandalam
proses pencapaiantugas-tugas perkembangan.
2) Tujuan
Tujuan layanan responsif adalah membantu
siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya
atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai
tugas-tugas perkembangannya.Tujuan layanan ini dapat juga dikemukakan sebagai
upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang
muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi,
karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
3) Materi
Materi layanan responsif
bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah dan kebutuhan siswa
berkaitan dengan keinginan untuk memahami tentang suatu hal karena dipandang
penting bagi perkembangan dirinya yang positif. Kebutuhan ini seperti kenginan
untuk memperoleh informasi tentang bahaya obat terlarang, minuman keras,
narkotika, pergaulan bebas dan sebagainya.
Masalah siswa lainnya
adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau dirasakan
mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang
positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Masalah siswa pada umumnya tidak mudah diketahui
secara langsung tetapi dapat dipahami melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala masalah)
yang mungkin dialami siswa di antaranya : (a) merasa cemas tentang masa depan,
(b) merasa rendah hati, (c) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau
melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang), (d) membolos dari
sekolah, (e) malas belajar, (f) kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif,
(g) kurang bisa bergaul, (h) prestasi belajar rendah, (i) malas beribadah, (j)
masalah pergaulan bebas (free sex), (k) masalah tawuran, (l) manajemen stress,
dan (m) masalah dalam keluarga.
Untuk memahami kebutuhan
dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara menganalisis data siswa, baik yang
bersumber dari inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket siswa,
wawancara, observasi, sosiometri, daftar hadir siswa, leger, psikotes dan
daftar masalah siswa atau alat ungkap masalah (AUM).
4) Strategi untuk Layanan Responsif
a) Konsultasi
Konselor memberikan layanan konsultasi kepada
guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah dalam rangka membangun kesamaan
persepsi dalam memberikan bimbingan kepada para siswa.
b) Konseling Individual atau Kelompok
Pemberian layanan konseling ini ditujukan untuk membantu para siswa
yang mengalami kesulitan, mengalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Melalui konseling, siswa (klien) dibantu untuk
mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif pemecahan
masalah, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat
dilakukan secara individual maupun kelompok. Konseling kelompok dilaksanakan
untuk membantu siswa memecahkan masalahnya melalui kelompok. Dalam konseling
kelompok ini, masing-masing siswa mengemukakan masalah yang dialaminya,
kemudian satu sama lain saling memberikan masukan atau pendapat untuk
memecahkan masalah tersebut.
c) Referal (Rujukan atau Alih
Tangan)
Apabila konselor merasa kurang memiliki kemampuan untuk menangani
masalah klien, maka sebaiknya dia mereferal atau mengalihtangankan klien kepada
pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter, dan
kepolisian. Klien yang sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah,
seperti depresi, tindak kejahatan (kriminalitas), kecanduan narkoba, dan
penyakit kronis.
d) Bimbingan Teman Sebaya (Peer
Guidance/Peer Facilitation)
Bimbingan teman sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa
terhadap siswa yang lainnya. Siswa yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan
latihan atau pembinaan oleh konselor. Siswa yang menjadi pembimbing berfungsi
sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa lain dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Di samping itu dia juga
berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan
informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah siswa yang perlu mendapat
layanan bantuan bimbingan atau konseling.
e) Kolaborasi dengan Guru atau Wali Kelas
Konselor berkolaborasi dengan guru dan wali kelas dalam rangka
memperoleh informasi tentang peserta didik (seperti prestasi belajar,
kehadiran, dan pribadinya), membantu memecahkan masalah peserta didik, dan
mengidentifikasi aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata
pelajaran. Aspek-aspek itu di antaranya : (1) menciptakan iklim sosio-emosional
kelas yang kondusif bagi belajar peserta didik; (2) memahami karakteristik
peserta didik yang unik dan beragam; (3) menandai peserta didik yang diduga
bermasalah; (4) membantu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar melalui
program remedial teaching; (5) mereferal (mengalihtangankan) peserta
didik yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing;
(6) memberikan informasi yang up to date tentang kaitan mata pelajaran
dengan bidang kerja yang diminati peserta didik; (7) memahami perkembangan
dunia industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan informasi yang luas
kepada peserta didik tentang dunia kerja (tuntutan keahlian kerja, suasana
kerja, persyaratan kerja, dan prospek kerja); (8) menampilkan pribadi yang
matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual (hal ini
penting, karena guru merupakan “figur central” bagi peserta didik); dan (9)
memberikan informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang
diberikannya secara efektif.
f) Kolaborasi dengan Orang tua
Konselor perlu melakukan kerjasama dengan para orang tua peserta didik.
Kerjasama ini penting agar proses bimbingan terhadap peserta didik tidak hanya
berlangsung di Sekolah/Madrasah, tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui
kerjasama ini memungkinkan terjadinya saling memberikan informasi, pengertian,
dan tukar pikiran antar konselor dan orang tua dalam upaya mengembangkan
potensi peserta didik atau memecahkan masalah yang mungkin dihadapi peserta
didik. Untuk melakukan kerjasama dengan orang tua ini, dapat dilakukan beberapa
upaya, seperti: (1) kepala Sekolah/Madrasah atau komite Sekolah/Madrasah
mengundang para orang tua untuk datang ke Sekolah/Madrasah (minimal satu
semester satu kali), yang pelaksanaannya dapat bersamaan dengan pembagian
rapor, (2) Sekolah/Madrasah memberikan informasi kepada orang tua (melalui
surat) tentang kemajuan belajar atau masalah peserta didik, dan (3) orang tua
diminta untuk melaporkan keadaan anaknya di rumah ke Sekolah/Madrasah, terutama
menyangkut kegiatan belajar dan perilaku sehari-harinya.
g) Kolaborasi dengan pihak – pihak terkait
Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar Sekolah/Madrasah ; Yaitu
berkaitan dengan upaya Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan
unsur-unsur masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan
bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak (1) instansi
pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti ABKIN
(Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4) para ahli dalam bidang
tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan dokter, (5) MGP
(Musyawarah Guru Pembimbing),
h) Konsultasi
Konselor menerima pelayanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak
pimpinan Sekolah/Madrasah yang terkait dengan upaya membangun kesamaan persepsi
dalam memberikan bimbingan kepada para peserta didik, menciptakan lingkungan
Sekolah/Madrasah yang kondusif bagi perkembangan peserta didik, melakukan
referal, dan meningkatkan kualitas program bimbingan dan konseling.
i) Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu
pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan,
kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik itu.
Pertemuan konferensi kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
j) Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan untuk memperoleh data atau keterangan tentang peserta
didik tertentu yang sedang ditangani, dalam upaya menggentaskan masalahnya,
melalui kunjungan ke rumahnya.
Pertanyaan:
1)
Menurut Bapak/ibu layanan
responsif itu layanan yang seperti apa?
2)
Bagaimana penerapan layanan
responsif itu sendiri?
3)
Seberapa besar pengaruh layanan
responsif terhadap konseling?
4)
Kesulitan apa yang dialami dalam
melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak tersebut?
5)
Bagaimana cara mengetahui apakah
ada atau tidak tugas perkembangan yang belum tercapai pada peserta didik?
Dalam layanan responsif, konselor dituntut untuk
memberikan layanan segera kepada klien, namun bagaimana jika konselor
tidak/belum mengetahui informasi yang
dibutuhkan klien?
0 komentar:
Posting Komentar