KEPEMIMPINAN
DAN PERILAKU MANUSIA
DALAM
ORGANISASI
Where
have all the leaders gone? (ke
mana gerangan para pemimpin yang memiliki kaliber tentunya), demikian
ada orang bertanya. Dunia ini memerlukan banyak pemimpin yang dapat membawa
keadaan ke arah yanng lebih baik. Negara memerlukan pemimpin, organisasi
politik memerlukan pemimpin, kelompok agama memerlukan pemimpin, para pemuda
memerlukan figur pemimpin yang dapat memberikan keteladanan dan inspirasi,
perusahaan memerlukan pemimpin yang tangguh dan berkualitas, anak-anak di rumah
memerlukan orangtua yang dapat memimpin anaknya, dan banyak lagi
kelompok-kelompok manusia yang memerlukan pemimpin yang hebat.
Kebayakan negara menginginkan para pemimpinnya untuk maju
ke depan serta mengatasi krisis ekonomi, sosial, guna memberi motivasi pada
para pekerja dan memberi garis arahan yang paling baik bagi masa mendatang.
Mereka memiliki peranan nyata dalam membentuk pola pikir. Mereka berfungsi
sebagai simbol dari kesatuan moral masyarakat. Pemimpin mengekspresikan etika
kerja dan nilai-nilai yang merangku masyarakat.
Organisasi kerja tanpa pemimpin tidaklah lebih daripada
propaganda “ kue di langit”. Kenyataan dalam manajemen menunjukkan bahwa
kelompok pekerja yang dibiarkan sendiri tanpa pemimpin, melepaskan mereka
berjalan sendir, kurang pengarahan, dan disiplin; mereka hanya mencapai
beberapa tujuan. Setiap kelompok atau organisasi membutuhkan pemimpin, baik
pemimpin yang timbul sendiri dari kelompok tau yang ditugaskan. Bahkan
kelompok/organisasi yang menggunakan pendekatan partisipasif terhadap pemecahan
masalah juga membutuhkan adanya konseling, bimbingan, dan masukan yang hanya
dapat diberikan oleh pemimpin yang dihargai.
Tidak ada
satu faktor pun yang memberikan lebih banyak manfaat terhadap sebuah organisasi
dari pada pemimpin yang efektif. Pemimpin diprlukn untuk menentukan tujuan,
mengalokasikan sumberdaya yangblangka,
memfokuskan
perhatian pada tujuan-tujuan perusahaan, mengkoordinasikan perubahan, membina
kontak antar pribadi dengan pengikutnya, menetapkan arah yang benar atau yang
paling baik bila kegagalan terjadi. Semata-mata merupakan kenyataan hiduplah
bahwa kelompok-kelompok dengan pemimpin dapat melakukan hal-hal tersebut secara
lebih efisien dan lebih benar daripada kelompok tanpa pemimpin.
Prestasi total sebuah organisasi terutama ditentukan oleh
sikap dan tindakan dari sang pemimpin. Efektivitas pemimpin ditentukan oleh
hasil-hasil yang dicapai pemimpin.
Pemimpin yang berhasil, baik yang memimpin beberapa atau
beratus-ratus karyawan adalah pemimpin, karena mereka harus mencari
peluang-peluang; memulai proyek-proyek mengumpulkan sumber daya manusia dan
finansial yang diperlukan untuk melaksanakan proyek, menentukan tujuan-tujuan
untuk mereka sendiri dan orang lain; dan memimpin serta membimbing orang lain
untuk mencapai tujuan.
Seorang pemimpin yang efektif akan selalu mencari
cara-cara yang lebih baik. Seseorang dapat menjadi pemimpin yang berhasil, jika
percaya pada pertumbuhan yang berkesinambungan, efesiensi yang meningkat dan
keberhasilan yang berkesinambungan dari perusahaan yang dipimpin.
Pimpinan
organisasi perusahaan merupakan unsur pokok dan sumber yang langka di dalam
setiap perusahaan. Statistik perkembangan perusahaan menunjukkan bahwa setiap
100 perusahaan yang baru berdiri, kira-kira 50% gagal dalam tempo 2 tahun dan
pada akhir tahun kelima hanya tinggal 30% yang masih jalan. Pada umumnya
kegagalan itu disebabkan oleh kepemimpinan yang tidak efektif, mereka tidak
mampu memimpin karyawan, tidak bisa bekerja sama dengan oarng lain atau mereka
tidak bisa menguasai, mengendalikan diri sendiri. Berbagai kekeliruan terjadi
di bawah kepemimpinannya. Misalnya karyawan tidak bisa dimotivasi untuk bekerja
lebih baik, kurang disiplin, demikian pula dengan relasi perusahaan tidak
terjalin kerjasama yang baik, dan juga perilaku pemimpin sendiri yang tidak
bisa menjadi contoh. Seorang wirausaha yang baik adalah seorang pemimpin dalam
bisnis, haruslah yang dapat menguasai dan
mengembangkan diri sendiri, dan juga mampu
menguasai serta mengarahkan dan mengembangkan para karyawannya.
Pengertian
Kepemimpinan
Banyak definisi
diberikan tentang kepemimpinan, antara lain:
George R.Terry, Leadership
is the activit of influencing people to strive willingly for group
objectives.
Stoner, kepemimpinan
adalah suatu proses pengarahan dan pemberian penngaruh pada kegiata-kegiatan
dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya.
Harold Koontz and Cyril
O’Donnell, state that leadership is influencing people to follow in
the achivement of a common goal.
Handbook of
Leadership, memberikan definisi kepemimpinan sebagai “suatu
interaksi antar anggota suatau kelompok. Pemimpin merupakan agen perubahan,
orang yang perilakunya akan lebih memengaruhi orang lain daripada perilaku
orang lain yang memengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika satu anggota
kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok”.
Banyak lagi definisi tentang
kepemimpinan, sama seprti banyaknya orang yang membuat definisi itu. Ada tiga
implikasi penting yang tercakup dalam kepemimpinan dari beberapa definisi di
atas yaitu:
Pertama, kepemimpinan melibatkan
orang lain, seperti bawahan atau para pengikut. Seorang wirausaha akan
berhasil apabila dia berhasil memimpin karyawannya atau pembantu-pembantu yang
mau bekerjasama dengan dia untuk memajukan perusahaan. Jadi wirausaha harus
pandai merangkul dan melibatkan para karyawan dalam segala aktivitas
perusahaan. Untuk melibatkan para karyawan, kemungkinan pemimpin harus
menggunakan berbagai cara misalnya memberi hadiah, memberi nasehat, memberi
imbalan yanng cukup kepada karyawan, dan sebagainya.
Kedua, kepemimpinan
menyangkut pembagian kekuasaan. Para wirausaha mempunyai otoritas untuk
memberikan sebagian kekuasaan kepada karyawan atau seorang karyawan yang
diangkat menjadi pemimpin pada bagian-bagian tertentu. Dalam hal ini seorang
wirausaha telah membagikan kekuasaannya
kepada karyawan lain untuk bertindak atas
nama dia. Selanjutnya segala macam informasi sebagai hasil dari pengawasan dan
pelaksanaan pekerjaan dapat dimonitor oleh pimpinan.
Ketiga, kepemimpinan menyangkut penanaman pengaruh
dalam rangka mengarahkan para bawahan. Seorang wirausaha tidak hanya
mengingatkan apa yang harus dikerjakan oleh karyawan tetapi juga harus mampu
memajukan perusahaan. Seorang wirausaha juga harus dapat memberi contoh yang
baik, bagaimana melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yanng diperintahkan.
Pendekatan-pendekatan
Studi Kepemimpinan
Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat
diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan
situasional (“contingency”) dalam studi tentang kepemimpinan. Pendekatan
pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits)
yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasi perilaku-perilaku (behaviors)
pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini
mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu
atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam
situasi kelompok apapun di mana dia berada.
Pemikiran dan penelitian
sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional
tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan
efektivitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi/tugas-tugas yang dilakukan, ketrampilan
dan pengharaan bawahan, dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkn
pendekatan “contingency” pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk
menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektivitas
situasi gaya kepemimpinan tertentu.
Ketiga pendekatan tersebut
akan dibahas secara kronologis, sebagai berikut:
Sifat-sifat à perilaku à situasional - contingency
1) Pendekatan Sifat-sifat (Traits
Approach)
Para teoritisi kesifatan adalah kelompok pertama yang
bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para
pemimpin memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka
dapat memimpin para pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat
panjang tetapi cenderung mencakup energi, pandangan, pengetahuan dan
kecerdasan, imajinasi, kepercayaan diri, integritas, kepandaian berbicara,
pengendalian dan keseimbangan mental maupun emosional, bentuk fisik, pergaulan
sosial dan persahabatan, dorongan, antusiasme, berani, dan sebagainya.
Antara pemimpin dan bukan pemimpin dapat dilihat dengan
mengidentifikasi sifat-sifat kepribadiannya. Pendekatan psikologis ini untuk
sebagian besar didasarkan atas pengakuan umum bahwa perilaku individu untuk
sebagian ditentukan oleh struktur kepribadian.
Usaha sistemik pertama yang dialkukan oelh para psikolog
dan para peneliti untuk memahami kepemimpinan adalah mengidentifikasikan
sifat-sifat pemimpin. Sebagian besar penelitian-penelitian awal tentang
kepemimpinan ini bermaksud untuk:
a)
membandingkan sifat-sifat orang yang menjadi
pemimpin dengan sifat-sifat yang menajdi pengikut (tidak menjadi pemimpin), dan
b) mengidentifikasi ciri-ciri dan
sifat-sifat yang dimiliki oleh para pemimpin efektif. Berbagai studi
pembandingan sifat-sifat pemimpin dn bukan pemimpin, sering menemukan bahwa
pemimpin cenderung mempunyai tinngkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah, dan
lebih percaya diri daripada yang lain dan mempunyai kebuthan akan kekuasaan
lebih besar. Tetapi kombinasi sifat-sifat tertentu yanng akan membedakan antara
pemimpin atau calon pemimpin dari pengikut, belum pernah ditemukan.
Penelitian
lain mencoba untuk membandingkan sifat-sifat pemimpin yang efektif dan tidak
efektif. Berbagai sifat dipelajari untuk menentukan apakah hal-hal tersebut
berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Seorang peneliti, Edwin Ghiselli,
dalam penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat-
sifat tertentu yang tampaknya penting
untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat
tersebut adalah
sebagai berikut:
a) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai
pengawas (supervisory ability) atau pelaksanan fungsi-fungsi
dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang
lain.
b)
Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan,
mencakup pencarian tanggungjawab dan keinginan sukses.
c) Kecerdasan, mencakup kebijakan,
pemikiran kraetif dan daya pikir.
d) Ketegasan, atau kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan
tepat.
e)
Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap
dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah.
f)
Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak
tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara
baru atau inovasi.
Sedangkan Keith Davis mengikhtisarkan
emapt ciri/sifat utama yang
mempunyai pengaruh
terhadap kesuksesan kepemimpinan organisasi:
(1) Kecerdasan,
(2) Kedewasaan dan
keluasan hubungan sosial,
(3) Motivasi diri dan
dorongan berprestasi, dan
(4) sikap-sikap hubungan
manusiawi.
Ada
banyak keterbatasan dalam pendekatan yang melihat sifat-sifat
kepemimpinan. Sebagai contoh, telah
banyak orang tahu tentanng tokoh-tokoh seperti Napoleon, Alexander the Great,
Abraham Lincoln, Soekarno, Mahatma Gandhi, Mao Tse-Tung, Adolf Hitler, Winston
Churchill, Suharto, Abdurahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan
sebagainya, yang dalam berbagai hal berbeda satu dengan yanng lain. Namun,
tidak tampak sifat-sifat kepemimpinan yang ditemukan secara umum pada semua
tokoh tersebut. Dalam kenyataannya, banyak dari mereka mempunyai sifat yang
berbeda. Ada juga berbagai kasus di mana seorang pemimpin sukses dalam suatu
situasi tetapi tidak dalam situasi lain. Akhirnya, walaupun semua sifat yang
dikemukakan para peneliti dapat menjadi yang diinginkan ada
dalam
diri pemimpin, tetapi tidak satupun sifat yang secara absolut esensial. Namun
demikian sifat-sifat kepemimpinan perlu dikembangkan sebagi upaya untuk
melahirkan pemimpin.
Mengembangkan Sifat
Kepemimpinan
Sifat-sifat kepemimpinan harus dikembangkan sendiri
karena sifat-sifat ini berbeda-beda pada setiap orang. Kesadaran bahwa Anda
sendiri yang menentukan kadar kemampuan kepemimpinan Anda, akan membantu Anda
dalam upaya melakukan perbaikan-perbaikan. Tidak ada cara terbaik untuk menjadi
pemimpin. Para wirausaha adalah individu-individu yang telah mengembangkan gaya
kepemimpinan mereka sendiri. Jika Anda meniru secara buta seorang pemimpin
lain, atau seperangkat ciri-ciri ideal pemimpin, maka bakat dan keterampilan
kepemimpinan Anda tidak akan pernah berkembang sepenuhnya.
Keperibadian
Anda akan ikut memengaruhi perilaku kepemimpinan Anda. Pekerjaan Anda sekarang
harus dapat memberikan sejumlah peluang untuk mempraktekan kepemimpinan.
Situasi untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan Anda dapat ditemui dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari Anda dan dalam pergaulan Anda dengan karyawan
Anda. Cara yang baik untuk mempraktekkan ketrampilan Anda adalah dengan
menyadari adanya peluang-peluang untuk menunjukkan kemampuan Anda memimpin
dalam kegiatan sehari-hari. Uji coba kemampuan Anda dalam memimpin ini akan
menyiapkan Anda untuk peranan kepemimpinan yang lebih penting.
Sebagai seorang pemimpin Anda bertanggung jawab untuk
mengembangkan karyawan dengan cara yang paling efektif. Karena karyawan
merupakan harta yang paling penting dalam organisasi Anda, harus Anda putuskan
bagaimana meningkatkan prestasi setiap orang. Setelah melakukan hal itu, Anda
dapat merancangkan peluang-peluang bagi mereka untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan individual mereka. Anda pun harus menilai pengalaman-pengalaman
mereka untuk mengukur keberhasilan mereka dan kegiatan serta tanggungjawab
tambahan yang dapat mereka pikul di masa depan.
Semakin Anda berkualitas sebagai seorang pemimpin,
semakin besarlah ketergantungan Anda pada karyawan untuk mendukung dan memikul
tanggungjawab Anda. Mendelegasikan tanggung jawab akan mengembangkan rasa
percaya dan keyakinan yang diperlukan karyawan Anda untuk mencapai potensi
mereka sepenuhnya. Kalau potensi karyawan Anda terwujud, maka potensi Anda
sebagai pemimpin pun juga tercapai.
Untuk sebagian besar,
kepemimpinan adalah suatu sikap yang terlihat dalam ancangan para wirausaha
terhadap pencapaian tugas-tugasnya. Pemimpin biasanya bersedia menerima
tantangan yang mengandung baik risiko maupun peluang yang besar. Seorang
pemimpin mengerti tugas keseluruhan yang harus dicapai dan seringkali
memutuskan cara-cara baru dan inovatif untuk mencapainya.
Suatu pedoman bagi
kepemimpinan yang baik ialah “perlakukanlah orang-orang lain sebagaimana Anda
ingin diperlakukan“. Berusaha memandang suatu keadaan dari sudut pandang orang
lain, akan ikut mengembangkan sebuah sikap tepo sliro.
2) Pendekatan
Perilaku (Behavioral Approach)
Di akhir tahun 40-an,
peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana seseorang berperilaku
menentukan keefketifan kepemimpinan seseorang, dari pada berusaha menemukan
sifat-sifat, maka selanjutnya para peneliti meneliti perilaku dan pengaruhnya
pada prsetasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya.
Pada tahun 1947, Rensis
Likert mulai mempelajari bagaimana cara yanng paling baik unuk mengelola usaha
dari individu-individu untuk mencapai kinerja dan kepuasan sebagaimana yang
diinginkan. Tujuan dari kebanyakan penelitian kepemimpinan yang diilhami oleh
Tim Likert di University of Michigan (UM) adalah untuk menemukan prinsip dan
metode kepemimpinan yang efektif. Kriteria keefektifan yang digunakan dalam
banyak studi tersebut adalah:
a. Produktivitas per jam kerja, atau
pengukuran lainnya yang mirip dari keberhasilan organisasi dalam mencapai
tujuan-tujuan produksinya.
b.
Kepuasan
kerja dari anggota organisasi.
c.
Tingkat
turnover, absensi, dan sakit hati.
d.
Baiya
e. Bahan terbuang
f.
Motivasi
karyawan dan manajerial.
Studi dilakukan pada berbagai jenis organisasi: kimiawi,
elektronik, makanan, peralatan berat, asuransi, petroleum, sarana umum, rumah
sakit, bank, dan agen pemerintahan. Data didapat dari ribuan karyawan yanng
melakukanberbagai macam tugas, mulai dari pekerjaan yang tidak terampil sampai
dengan pekerjaan penelitian dan pengembangan yang berketerampilan tinggi.
Melalui wawancara dengan pemimpin dan pengikutnya, peneliti mengidentifikasikan
dua gaya kepemimipinan yang berbeda, disebut sebagai job-centered/ berpusat
pada pekerjaan dan employee-centered/ berpusat pada karyawan.
Pemimpin yang job-centered/berpusat pada
pekerjaan (tugas)
menerapkan
pengawasan ketat sehingga bawahan melaksanakan tugas dengan menggunakan
prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin ini mengandalkan kekuatan paksaan,
imbalan, dan hukuman untuk memengaruhi sifat-sifat dan prestasi penngikutnya.
Perhatian pada orang dilihat sebagai suatu hal mewah yang tidak dapat selalu
dipenuhi pemimpin. Seorang pemimpin dengan orientasi pekerjaan/tugas cenderung
menunjukkan pola-pola perilaku berikut :
a)
Merumuskan secara jelas peranannya sendiri
maupun peranan staffnya.
b)
Menetapkan tujuan-tujuan yang sukar tetapi
dapat dicapai, dan memberitahukan orang-orang apa yang diharapkan dari mereka.
c)
Menentukan prosedur-prosedur untuk mengukur
kemajuan dan untuk mengukur pencapaian tujuan itu, yakni tujuan-tujuan yang
dirumuskan secara jelas dan khas.
d)
Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif
dalam merencanakan, mengarahkan dan membimbing, dan mengendalikan
kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada tujuan.
e)
Berminat
mencapai peningkatan produktivitas.
Pemimpin yang kadar
orientasi-pekerjaannya rendah cenderung menjadi tidak aktif dalam mengarahkan
perilaku yang beorientasi tujuan, seperti perencanaan dan penjadwalan. Mereka
cenderung bekerja seperti para karyawan lain dan tidak membedakan peranan mereka
sebagai pemimpin organisasi secara jelas.
Pemimpin yang
berpusat orang/karyawan, percaya dalam mendelegasikan
pengambilan keputusan dan membantu penngikutnya dalam memuaskan kebutuhannya
dengan cara membentuk suatu lingkungan kerja yang suportif. Pemimpin yang
berpusat pada karyawan memiliki perhatian dan memotivasi terhadap kemajuan,
pertumbuhan, dan prestasi pribadi pengikutnya dan membina hubungan manusiawi.
Tindakan-tindakan ini diasumsikan dapat memajukan pembentukan dan perkembangan
kelompok. Orang-orang yang kuat dalam orientasi-orang cenderung menunjukkan
pola-pola perilaku berikut :
a)
Menunjukkan perhatian atas terpeliharanya
keharmonisan dalam organisasi dan menghilangkan ketegangan, jika timbul.
b)
Menunjukkan perhatian pada orang sebagai manusia
dan bukan sebagai alat produksi saja.
c)
Menunjukkan pengertian dan rasahormat pada
kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan, perasaan dan ide-ide
karyawan.
d)
Mendirikan
komunikasi timbal balik yang baik dengan staff.
e)
Menerapakan prinsip penekanan ulang untuk
meningkatkan prestasi karyawan. Prinsip ini menyatakan bahwa perilaku yang
diberi imbalan akan bertambah dalam frekuensinya, dan bahwa perilaku yang tidak
diberi imbalan (dihukum) akan berkurang dalam frekuensinya.
f)
Mendelegasikan kekuasaan dan tanggungjawab,
serta mendorong inisiatif.
g)
Menciptakan suatu suasana kerjasama dan gugus
kerja dalam organisasi.
Pemimpin yang
orientasi-orangnya rendah cenderung bersikap dingin dalam hubungan dengan
karyawan mereka, memusatkan perhatian pada prestasi
individu dan persaingan ketimbang
kerjasama, serta tidak mendelegasikan kekuasan dan tanggungjawab. Orang-orang
yang orientasi-orangnya tinggi belum tentu merupakan orang-orang yang ramah dan
sosial; melainkan mereka dapat menangani pelbagai macam orang dengan efektif.
Mereka menunjukkan ketrampilan yang tinggi dalam bidang hubungan antar manusia.
Dalam hubungan mereka dengan karyawan, mereka cenderung memberikan nasehat,
mengkoordinasi, mengarahkan dan mengambil inisiatif daripada mengkritik,
melarang dan menghakimi. Mereka bersifat membujuk ketimbang menghukum. Mereka
memberikan pengaruh kuat dan pengarahan yang kuat namun dengan cara yang tidak
menimbulkan dendam.
Ciri-ciri umum yang terdapat pada pemimpin yang
orientasi-karyawannya tinggi meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)
Mereka mengerti kebutuhan, tujuan-tujuan,
nilai-nilai, batas-batas dan kemampuan mereka sendiri. Pengertian dan
pengetahuan tentang diri sendiri ini merupakan suatu prasyarat yang diperlukan
untuk hubungan yang baik dengan orang lain.
b) Mereka peka terhadap kebutuhan orang
lain; mereka membantu orang untuk memenuhi kebutuhan ini. Melalui berkomunikasi
dengan para karyawan mereka, para pemimpin dapat mengarahkan usaha-usahanya
secara lebih efektif sehingga tujuan perusahaan dan kebutuhan karyawan,
kedua-duanya berjalan seiring.
c)
Mereka dapat menerima dan menghargai
nilai-nilai dan gaya hidup yang berlainan. Mereka menunjukkan kemampuan dan
kesediaan untuk berhubungan dengan orang-orang yang sama sekali berbeda dengan
mereka.
d)
Mereka melibatkan para karyawan mereka dalam
tujuan perusahaan dengan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka dan mendelegasikan
kekuasaan serta membagi tanggungjawab.
e)
Mereka memiliki ketrampilan berkomunikasi
yang baik, mereka mendengarkan, mengajukan pertanyaan, berdiskusi dan berdebat,
dan menggunakan informasi yang mereka terima untuk mengarahkan dan melibatkan
karyawan mereka dalam tindakan yang efektif.
Telah terjadi perdebatan
untuk mencari jawaban, apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal.
Perdebatan ini biasanya berpusat pada gagasan ideal itu ada: yaitu gaya yang
secara aktif melibatkan bawahan dalam penetapan tujuan dengan menggunakan
teknik-teknik manajemen partisipatif dan memusatkan perhatian baik terhadap
karyawan dan pekerjaan. Banyak praktisi manajemen merasa konsep tersebut
membuat peningkatan prestasi dan perbaikan sikap.
Di lain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula bahwa
pendekatan otokratik di bawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih efektif
dibanding pendekatan lain. Jadi pengalaman-pengalaman kepemimpinan
mengungkapkan bahwa dalam berbagai situasi pendekatan partisipatif yang lebih
efektif; atau pendekatan orientasi pekerjaan/tugas dibanding pendekatan orientasi
karyawan dari sisi lain. Kesimpulan yang dapat dibuat, bahwa kepemimpinan
adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling tepat tergantung pada
beberapa variabel yang saling berhubungan.
3) Pendekatan
Situasional – Contingency
Pendekatan kesifatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat
menjelaskan kepemimpinan. Di samping itu, sebagian besar penelitian
menyimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap
manajer di bawah seluruh kondisi. Maka teori kepemimpinan situasional
mengusulkan bahwa keefektifan kepemimpinan tergantung pada kesesuaian antara
kepribadian, tugas, kekuatan, sikap, persepsi dan situasi. Teori situasional
yang terkenal adalah: (1) rangkaian kesatuan kepemimpinan dari Tannembaum dan
Schmidt,
(2) toeri “contingency” dari Fiedler, dan (3)
teori siklus-kehidupan dari Harsey dan Blanchard.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Kepemimpinan
Mary Parker Follet, yang mengembangkan Hukum Situasi,
mengatakan bahwa ada tiga variabel kritis yang memengaruhi gaya kepemimpinan,
yaitu (1)
pemimpin,
(2) pengikut atau bawahan, dan (3) situasi. Ketiganya saling berhubungan dan
beriteraksi, seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Follett juga menyatakan bahwa para pemimpin seharusnya
berorientasi pada kelompok dan bukan berorientasi pada kekuasaan.
Teori “Contingency”
dari Fiedler
Suatu teori
kepemimpinan yang komplek dan menarik adalah contingency model of
leadership effectiveness dari Fred Fiedler. Pada dasarnya, teori ini menyatakan
bahwa efekivitas suatu kelompok atau organisasi tergantung pada interaksi
antara kepribadian pemimpin dan sitasi. Situasi dirumuskan dengan
karakteristik: (1) Derajat situasi di mana pemimpin menguasai, mengendalikan
dan memengaruhi situasi, dan (2) derajat situasi yang mengahadapkan manajer
dengan ketidak pastian. Fiedler mengidentifikasikan ketiga unsur dalam situasi
kerja ini untuk membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif
yaitu hubungan pimpinan anggota, struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin
yang didapatkan dari wewenang formal. Studi Fiedler ini tidak melibatkan
variabel-variabel situasional lainnya, seperti motivasi dan nilai-nilai bawahan,
pengalaman pemimpin dan anggota kelompok.
Sitasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan
atau tidak menguntungkan. Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan
apabila dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif.
Bila
situasi
yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe kemmpinan
hubngan manusiawi yang toleran dan lunak akan sangat efektif.
Maka dapt
disimpulkan bahwa untuk menjadi pemimpin yang paling efektif, mereka perlu
menyesuaikan gaya-gaya kepemimpinannya terhadap situasi. Bila pemimpin
mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah kepribadian dasar
dan gaya kepemimpinannya, situasi harus diubah, atau pemimpin harus dipilih
yang gayanya cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat
mengubah-ubah gaya-gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi
persayaratan/kebutuhan situasi tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar
untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Teori
Siklus-Kehidupan dari Harsey dan Blanchard
Satu lagi teori kepemimpinan penting yang mempergunakan
pendekatan “contingency” adalah teori siklus kehidupan (Life-cycle theory)
dari Paul Harsey dan Kenneth Blanchard. Teori ini sangat dipengaruhi oleh
penelitian-penelitian kepemimpinan sebelumnya.
Konsep dasar teori siklus-kehidupan adalah bahwa strategi
dan perilaku pemimpin harus situsional dan terutama didasrkan pada kedewasaan
atau ketidakdewasaan para pengikut. Definisi-definisi berikut akan membantu
untuk memahami teori ini:
Kedewasaan (maturity)
adalah kapasitas/kemampuan individu atau kelompok untuk menetapkan
tujuan tinggi tetapi dapat dicapai, dan keinginan dan kemampuan mereka untuk
mengambil tanggung jawab. Vaiabel-variabel kedewasaan ini yang dipertimbangkan
hanya dalam hubungannya dengan tugas tertentu yang dilaksanakan.
Perilaku tugas adalah
tingkat di mana pemimpin cenderung untuk mengorganisasikan dan
menentukan peranan-peranan para pengikut, menjelaskan setiap kegiatan yang
dilaksanakan, kapan, di mana, dan bagaiman tugas-tugas diselesaikan. Ini
tergantung pola-pola perancangan organisasi, saluran komunikasi, dan cara-cara
penyelesaian pekerjaan.
Perilaku hubungan, berkenaan
dengan hubungan pribadi pemimpin dengan individu atau apra anggota
kelompoknya. Iini mencakup besarnya
dukungan yang disediakan oleh pemimpin dan
tingkat di mana pemimpin menggunakan komunikasi antar pribadi dan perilaku
pelayanan.
Pentingya fleksibilitas
Dalam organisasi, seperti
dalam kehidupan lainnya, dibutuhkan fleksibilitas. Ini membantu untuk menanggapi
terhadap orang-orang dan situasi secara tepat dan membuat penyesuaian bila
terjadi penyimpangan dari antisipasi. Sebagai manajer, semua oarng harus
berhati-hati terhadap berbagai macam gaya kepemimpinan yang tersedia.
Pengetahuan tentang teori akan membantu untuk mengidentifikasikan perilaku
kepemimpinan yang paling tepat. Tetapi semua orang juga harus menggunakan
pengamatannya sendiri untuk memelajarinya melalui analisa terhadap hasil-hasil.
Sebagai manajer, perilaku kepemimpinannya akan dipelajari pada jabatannya, saat
berinteraksi dengan para bawahan.
Daftar Pustaka
Gibson, Ivancevich, Donnely, Organisasi: Perilaku,
Struktur, Proses, Jakarta: Binarupa Aksara, 1997 (terjemahan)
Griffin,
RW. Dan Ebert, RJ., Binis (Jilid 1), Jakarta:Prehallindo, 1997. Hani
Handoko, Manajemen, Yogyakarta:BPFE, 1997
Harold Koontz and
Cyril O’Donnell (1984) Management, McGraw-HIII
Book Company
Terry.G.R. (1994). Prinsip-Prinsip
Manajemen, McGraw-HIII
Book Company
Yukl.G. (1994). Kepemimpinan
Dalam Organisasi, Prenhallindo,
Jakarta. Edisi bahasa Indonesia
Mathis.R L,Jackson.J H (.2001) Manajemen Sumber Daya
Manusia, Penerbit, Salembam Empat.
s �aR m � � /� f"'>
Harold Koontz and
Cyril O’Donnell (1984) Management, McGraw-HIII
Book Company
Terry.G.R. (1994). Prinsip-Prinsip
Manajemen, McGraw-HIII
Book Company
Yukl.G. (1994). Kepemimpinan
Dalam Organisasi, Prenhallindo,
Jakarta. Edisi bahasa Indonesia
Mathis.R L,Jackson.J H (.2001) Manajemen Sumber Daya
Manusia, Penerbit, Salembam Empat.
0 komentar:
Posting Komentar