Kamis, 11 Juli 2013

STRATEGI, METODE, PENILAIAN PENDIDIKAN BUDI PEKERTI



A.  Strategi Dasar Pendidikan Budi Pekerti dalam Hubungannya dengan Pendekatan Pendidikan Budi Pekerti.
Agar pendekatan yang digunakan dalam pendidikan Budi Pekerti mampu mewujudkan tujuan dari pendidikan Budi Pekerti itu sendiri, maka perlu ditekankan strategi yang akan digunakan sebagai acuan.
Sesuai dengan visi pendidikan budi pekerti, pelaksanaan pendidikan budi pekerti yang selama ini banyak dimaknai secara tradisional dan lokal telah direkonseptualisasi dan direposisi menjadi “pendidikan budi pekerti” yang diyakini akan memberi kontribusi yang bermakna dalam upaya pembentukan “Manusia Seutuhnya”.

Pola pikir akademis dan pedagogis tersebut, diyakini sangatlah tepat karena memang secara substantif dan praksis budi pekerti tidak bisa dilepaskan dari tujuan, instrumentasi, dan praksis kurikuler dan pedagogis mata pelajaran keagamaan, sosial, dan humaniora.Semua mata pelajaran tersebut secara esensial mengandung pengembangan kognisi, afeksi, dan keterampilan sosial yang diyakini sangat potensial dalam mengembangkan individu.
Atas dasar pertimbangan hal-hal di atas, maka dalam penyelenggaraan pendidikan budi pekerti ditetapkan strategi dasar sebagai berikut.
Ø  Pendidikan budi pekerti sebagai substansi dan praksis pendidikan di lingkungan persekolahan, terintegrasi dalam sejumlah mata pelajaran yang relevan dan iklim sosial budaya sekolah.
Ø  Pengorganisasian pendidikan budi pekerti dalam kurikulum dunia persekolahan dapat dilakukan melalui beberapa alternatif, antara lain: 
a)      Mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai dengan sekolah menengah atas (SMA) pendidikan budi pekerti diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang relevan; atau
b)      Di TK diintegrasikan ke dalam bidang yang relevan, di SD diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah.
c)      Di SMP dan SMA diintegrasikan ke dalam pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan, pendidikan IPS serta pendidikan bahasa Indonesia/daerah, dan mata pelajaran yang relevan.
Ø  Keterlibatan seluruh komponen penyelenggaraan pendidikan, khususnya guru, kepala sekolah, administrator pendidikan, pengembang kurikulum, penulis buku teks dan lembaga pendidikan tenaga keguruan sesuai dengan kedudukan, peran, dan tanggung jawabnya.
Secara kurikuler dan pedagogis nilai-nilai esensial dan operasional budi pekerti yang menjadi isi pendidikan budi pekerti, selanjutnya dikembangkan dan diterapkan secara adaptif dalam pengembangan perangkat pembelajaran dan perwujudan praktis pendidikan budi pekerti.Dengan demikian, pengembangan butir-butir nilai budi pekerti luhur oleh dan dalam masing-masing mata pelajaran yang relevan tidak terjadi over lapping atau timpang tindih tidak perlu dan potensial menimbulkan kebosanan dikalangan peserta didik dan guru.
Wahana dalam konteks ini dimaknai sebagai isi dan proses mata pelajaran yang relevan, yang dirancang untuk mengintegrasikan pendidikan budi pekerti. Sebagai contoh antar lain ahlak dalam pendidikan agama; demokrasi dan HAM dalam PPKn. Pemilihan mata pelajaran pendidikan agama dan PPKn sebagai wahana untuk pendidikan budi pekerti, dinilai sangat tepat karena secara konstitusional negara Indonesia merupakan sila-sila Pancasila sebagai pondasi dan sekaligus muara dari keseluruhan upaya pendidikan untuk mencerdaskan bangsa. Secara instrumental kurikuler, karena pendidikan budi pekerti termasuk kedalam pendidikan nilai, maka berlaku paradigma pedagogis bahwa nilai tidak semata mata diajarkan atau ditangkap sendiri, tetapi lebih jauh dari itu nilai dipelajari dan diamati. Oleh karena itu, pendekatan pendidikannya harus berubah dari pendekatan didaktis (didassien/didasei = saya mengajar) menjadi pendekatan belajar, yang lebih menekankan kedudukan dan peran peserta didik sebagai subjek ajar dan bukan sebaliknya sebagai objek ajar.



B.       Metode Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan budi pekerti bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan.Pelaksanaannya membutuhkan suatu strategi jitu agar bisa mendapatkan hasil sesuai dengan diharapkan.  Salah satu aspek penting dalam strategi tersebut diantaranya adalah aspek metode penyampaian.Sebagai seorang guru harus pintar-pintar memilih metode yang digunakan sesuai dengan kondisi siswa-siswanya.
Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 45-52) ada beberapa metode penyampaian pendidikan budi pekerti, antara lain :
1)      Metode Demokratis
Metode demokratis menekankan pencarian secara bebas dan penghayatan nilai-nilai hidup dengan langsung melibatkan anak untuk menentukan nilai-nilai tersebut dalam  pendampingan dan pengarahan guru. Anak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan, pendapat, dan penilaian terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Guru tidak bersikap sebagai pemberi informasi satu-satunya. Guru berperan sebagai penjaga garis atau koridor dalam penemuan nilai hidup tersebut. Nilai-nilai yang dapat ditanamkan dari metode ini adalah keterbukaan, kejujuran, penghargaan pendapat orang lain, sportivitas, kerendahan hati, dan toleransi. Pencarian nilai-nilai tersebut bisa dilakukan dengan mengamati secara langsung kasus-kasus yang ada di lingkungan sekolah kemudian siswa diminta  menentukan dampak positif dan negatif terhadap masyarakat sekitar. Dari dampak-dampak tersebut kemudian siswa dituntut untuk menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam kasus yang mereka amati.
2)      Metode Pencarian Bersama
Metode ini menekankan pada pencarian bersama yang melibatkan siswa dan guru. Pencarian bersama lebih berorientasi pada diskusi atas soal-soal yang aktual dalam masyarakat, dimana dalam proses ini diharapkan menumbuhkan sikap berpikir logis, analitis, sistematis, argumentatif untuk dapat mengambil nilai-nilai hidup dari masalah yang diolah bersama. Melalui metode ini siswa diajak aktif mencari dan menemukan tema yang sedang berkembang dan menjadi perhatian bersama.Dengan menemukan permasalahan, mengkritisi dan mengolahnya anak diharpkan dapat menemukan nilai-nilai yang ada dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.Anak diajak untuk secara kritis mengolah sebab akibat dari permasalahan yang muncul tersebut.Anak diajari untuk tidak cepat menyimpulkan apalagi mengambil sikap, namun dengan cermat dan hati-hati melihat duduk permasalahan untuk sampai pada pengambilan sikap.
3)      Metode Siswa Aktif
Metode siswa aktif menekankan pada proses yang melibatkan anak sejak awal pembelajaran. Guru memberikan pokok bahasan dan anak dalam kelompok mencari dan mengembangkan proses selanjutnya. Anak membuat pengamatan, pembahasan analisis sampai pada proses penyimpulan atas kegiatan mereka. Metode ini ingin mendorong anak untuk mempunyai kreatifitas, ketelitian, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan, kerja sama, kejujuran, dan daya juang.
4)      Metode Keteladanan
Anak belajar dari lingkungan terdekat dan mempunyai intensitas rasional yang tinggi. Proses pembentukan pekerti pada anak dimulai dengan melihat orang yang akan diteladani. Anak melihat apa yang dilakukan oleh guru kemudian merekam dan menirunya. Dengan keteladanan guru dapat membimbing anak untuk membentuk sikap yang kokoh. Keselarasan antara kata dan tindakan dari guru akan amat berarti berarti bagi siswa. Anak akan berpikir bahwa apa yang mereka ajarkan itu benar dan bisa ditiru. Akan tetapi jika tidak terjadi kecocokan antara kata dan tindakan yang dilakukan guru maka siswa akan menganggap nilai yang mereka ajarkan itu tidak benar. Akan berbahaya jika perilaku guru yang salah itu ditiru siswa.Maka ini berarti bahwa guru menjerumuskan siswa.Oleh karena itu dituntut ketulusan, keteguhan, kekonsistenan hidup seorang guru.Budi pekerti adalah sikap hidup yang disadari, diyakini, dan dihayati dalam tingkat tingkah laku kehidupan.Kesatuan antara pikiran, perkataan dan perbuatan.
5)      Metode Live In
Metode live in atau pengalaman langsung dimaksudkan agar siswa mempunyai pengalaman hidup bersama orang lain langsung dalam situasi yang berbeda dari kehidupan sehari-harinya. Dengan pengalaman langsung anak dapat mengenal lingkungan hidup yang berbeda dalam cara berpikir, tantangan, permasalahan termasuk tentang nilai-nilai hidupnya. Live in tidak harus berhari-hari secara berturut-turut dilaksanakan. Misalnya anak diajak berkunjung dan membantu suatu panti asuhan anak-anak cacat.Siswa diajak terlibat dalam melaksanakan tugas-tugas harian yang bisa mereka jalankan, tidak membutuhkan keahlian khusus, dan tidak berbahaya bagi kedua belah pihak. Membantu dan melayani anggota panti asuhan yang tergantung pada orang lain akan memberi pengalaman khusus bagi siswa dan bisa meningkatkan rasa syukur mereka karena bisa hidup dengan lebih baik.

6)      Metode Penjernihan Nilai
Metode penjernihan nilai dilakukan dengan dialog afektif dalam bentuk sharing atau diskusi yang mendalam dan intensif. Berbagai latar belakang sosial kehidupan, pendidikan, dan pengalaman dapat membawa perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai hidup.Adanya berbagai pandangan hidup dalam masyarakat bisa membuat seorang anak bingung. Apabila kebingungan ini tidak dapat terungkap dengan baik dan tidak mendapat pendampingan yang baik pula maka anak bisa mengalami pembelokan nilai hidup.oleh karena itulah proses penjernihan nilai penting untuk dilakukan. Misalnya, pada mata pelajaran kewarganegaraan siswa diajak membahas kasus korupsi yang sedang marak di Indonesia. Tahap demi tahap anak diajak untuk melihat dan menilai apa yang terjadi dalam masyarakatdan akhirnya pada apa yang mereka lakukan. Siswa diajak untuk melihat bahwa tindakan salah dan benar tidak tergantung pada banyak sedikitnya pelaku namun pada nilai tindakan itu sendiri.Pada akhirnya siswa siswa bisa menentukan dan berani mengambil sikap yang baik dalam hidupnya.
Inovasi-inovasi dilakukan bergantung kreativitas guru masing-masing sesuai dengan karakteristik siswa masing-masing, lingkungan sekolah serta situasi dan kondisi yang ada.

C.      Penilaian Pendidikan Budi Pekerti
a)        Tujuan penilaian budi pekerti.
Untuk mengukur seberapa jauh nilai budi pekerti telah dipahami, dihayati, dan diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari, sekurang-kurangnya dapat terlihat dilingkungan sekolah.
b)        Aspek penilaian pendidikan budi pekerti
Ø Kerapian : penampilan.
Ø Kerajinan : Presensi.
Ø Kelakuan : Sikap.

·      Aspek nilai dalam kelakuan :
1.      Religiositas : mampu berterimaksih dan bersyukur, mmenghormati, dan mencintai Tuhan.
2.      Sosial : Bertoleransi dalam kegiatan, tidak mau menang sendiri, memperbaiki diri lewat saran orang lain.
3.      Gender : Bersikap positif terhadap perempuan, tidak meremehkan perempuan, apresiatif terhadap tamu perempuan.
4.      Keadilan : Sikap tidak memihak, menghargai hak orang lain, mengedepankan kewajiban diri.
5.      Demokrasi : Menghargai pendapat dan usaha orang lain, tidak menganggap diri paling benar, berpikir positif terhadap orang lain, menerima perbedaan pendapat.
6.      Kejujuran: Tidak berbohong, mengakui kelebihan orang lain, mengakui kesalahan, keterbatasan, dan kekurangan diri sendiri, memilih cra terpuji dalam tugas, ujian, dan kegiatan lain.
7.      Kemandirian: Berinisiatif, bertanggung jawab pada diri sendiri secara konsekuen, tidak tergantung pada orang lain, tidak terpengaruh ucapan atau perbuatan orang lain.
8.      Daya juang: Gigih dan percaya diri dalam mengerjakan setiap hal, menghindari tindakan sia-sia, optimal mewujudkan keinginannya tidak putus asa, tidak malas.
9.      Tanggung jawab: mengerjakan tugas dengan semestinya, menghindarkan diri dari sikap menyalahkan orang lain, tidak melemparkan persoalan pada orang lain, memahami dan menerima resiko suatu tindakan.
10.  Penghaegaan terhadap alam: Menjaga kebersihan kelas dan lingkungan sekolah, menghindarkan diri dari corat-coret meja atau dinding kelas, memperhatikan sampah dan tanaman disekitarnya.
c)         Model penilaian.
1.        Model penilaian kuantitatif.
Penyajian hasil penilaian dengan menggunakan angka dan biasanya berpegang pada rentangan angka satu (1) sampai sepuluh (10).Hasil Hasil penilaian model ini langsung menyentuh kecerdasan moralitas siswa.Kelemahan model ini tidak membangun kesadaran moral siswa berkembang dari dalam. Bahkan bisa jadi akan lebih menyuburkan suasana ketidak jujuran dan subyektifitas penilai, serta pendangkalan budi pekerti siswa.

2.        Model penilaian kualitatif.
Penyajian hasil penilaian dengan menggunakan bentuk pernyataan verbal seperti baik sekali, baik, sedang, kurang, atau kurang sekali.Rumusan penilaian model ini bersifat deskriptif, mengungkapka hal-hal positif dari sebuah aspek perilaku, kemudian menunjukkan kekurangan dan upaya perbaikan yang mesti dilakukan.Memuat juga tentang perilaku yang sudah dicapai, yang harus dipertahankan, yang kurang dan harus diperjuangkan.

0 komentar: