Teori
Perkembangan
Dari Santrock
Tugas-tugas perkembangan:
Perkembangan fisik:
Selama tahun-tahun sekolah dasar anak-anak
bertumbuh rata-rata 5 hingga 7,6 cm setahun sehingga pada usia 11 tahun, tinggi
rata-rata anak perempuan 147 cm dan tinggi rata-rata anak laki-laki 146 cm.
Kaki anak-anak menjadi lebih panjang dan tubuh lebih kurus. Selama tahun-tahun
pertengahan dan akhir masa anak-anak, berat anak-anak bertambah rata-rata 2,3 hingga 3,2 kg pertahun. Berat meningkat
terutama karena bertambahnya ukuran
sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh.
Massa dan kekuatan
otot berangsur-angsur bertambah pada saat yang sama “gemuk bayi” (baby fat) berkurang. Kemampuan-kemampuan
kekuatan mereka berlipat ganda selama tahun-tahun ini. Ketika anak-anak
memasuki jenjang sekolah dasar, mereka memperoleh kendali yang lebih besar atas
tubuh mereka. Aktivitas fisik sangat penting bagi mereka untuk memperhalus
keterampilan-keterampilan mereka yang sedang berkembang. Selama masa
pertengahan dan akhir masa anak-anak, perkembangan motorik anak-anak menjadi
lebih halus dan lebih terkoordinasi daripada masa awal anak-anak.
Perkembangan kognitif:
Karakteristik perkembangan kognitif pada masa
pertengahan anak-anak adalah pemikiran operasional konkret. Dimana, pada tahap
ini dapat melakukan operasi-operasi dengan mengubah tindakan secara mental,
memperlihatkan keterampilan-keterampilan konservasi; penalaran secara logis
menggantikan penalaran intuitif, tetapi hanya di dalam keadaan-keadaan konkret;
tidak abstrak (misalnya, tidak dapat membayangkan langkah-langkah persamaan
aljbar); keterampilan-keterampilan klasifikasi-dapat menggolongkan benda-benda
ke dalam perangkat-perangkat dan sub-subperangkat dan bernalat tentang
keterkaitannya. Pada masa pertengahan
dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak-anak sudah semakin matang
sehingga memungkinkan orangtua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang
penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka.
Perkembangan sosioemosional:
Menurut suatu investigasi, waktu yang
dihabiskan oleh orangtua untuk mengasuh, mengajar berbicara dan bermain dengan
anak-anak mereka yang berusia 5 hingga 12 tahun kurang dari setengah dari waktu
yang dihabiskan ketika anak-anak masih lebih kecil (Hill & Stafford, 1980).
Penurunan interaksi orangtua-anak ini mungkin bahkan lebih tajam pada
keluarga-keluarga yang orangtuanya kurang berpendidikan. Selama masa
pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak meluangkan banyak waktunya dalam
berinteraksi dengan teman sebaya sebesar lebih dari 40% (Barker & Wright,
1951). Relasi saling pengertian antara orangtua dan anak-anak menjadi semakin
penting dalam hubungan keluarga selama masa pertengahan dan akhir anak-anak. Kognisi
sosial (social cognition) anak-anak
tentang teman-teman sebaya mereka juga menjadi semakin penting untuk memahami
hubungan teman sebaya pada masa pertengahan dan akhir anak-anak. Diantaranya
adalah bagaimana anak-anak memproses informasi tentang relasi-relasi teman
sebaya dan pengetahuan sosial mereka (Crick & Dodge, 1994; Dodge, 1993;
Quiggle, dkk, 1992). Persahabatan memiliki aspek yang sangat penting pada usia
pertengahan dan akhir anak-anak. Persahabatan memiliki enam fungsi dan
diantaranya adalah memiliki sikap yang sama terhadap suatu hal dan menyukai
jenis kegiatan yang pengisi waktu luang yang sama. Pada masa pertengahan dan
akhir anak-anak, pemahaman diri berubah secara pesat dari mendefinisikan diri
melalui karakteristik eksternal menjadi mendefinisikan diri melalui
karakteristik internal. Anak-anak sekolah dasar juga lebih cenderung
mendefinisikan diri mereka sendiri dilihat dari karakteistik sosial dan
perbandingan sosial. Pemahaman diri anak-anak pada tahun-tahun sekolah dasar
juga mencakup peningkatan acuan pada perbandingan sosial (social comprison). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak lebih
cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara komparatif daripada
secara absolut. Misalnya, anak-anak usia sekolah dasar tidak lagi cenderung
berpikir tentang apa yang aku lakukan atau tidak kulakukan, tetapi tentang apa
yang dapat aku lakukan dibandingkan dengan
orang lain (in comparison with others).
Dari Margaret Harris & George
Butterworth (Developmental Psychology)
Dalam perkembangan biologis (fisik), anak usia
middle childhood mengalami
pertambahan tinggi dan berat badan yang sangat pesat. Perkembangan otak
khususnya pada bagian lobus frontal yang
berperan penting dalam perencanaan dan pengorganisasian perilaku dan pikiran
juga berkembang dengan pesat.
Usia middle
childhood ditandai dengan dimulainya anak-anak memasuki pendidikan formal
di sekolah. Dengan memasuki usia sekolah maka setiap hari anak-anak akan
berhubungan langsung dengan teman sebayanya di sekolah sehingga relasi dengan peer juga akan semakin meningkat. Perkembangan
sosial pada anak middle childhood
lebih menekankan pada kelompok teman sebaya mereka (peer) sebagai pelengkap relasi yang telah dibangun sebelumnya
dengan antara orangtua dan anak. Cole dan Cole (2001) memperkirakan sekitar 40%
dari waktu yang dimiliki anak usia 6-12 tahun dihabiskan bersama dengan teman
sebayanya (peer). Meskipun dalam
waktu yang bersamaan orangtua juga berusaha untuk memantau aktivitas anak-anak
meraka, namun karena waktu yang dihabiskan anak-anak untuk berinteraksi dengan
teman sebaya lebih banyak maka pengawasan dari orangtua juga akan tetap
berkurang. Pada usia ini anak-anak juga mulai menggunakan social comparison sebagai bagian yang penting dalam menilai diri
mereka. Mereka akan mengambil pandangan-pandangan yang lebih bersifat relatif
dalam kaitannya dengan social comparison.
Mereka membandingkan aktivitas yang mereka lakukan dengan aktivitas lain yang
dilakukan oleh temannya.
Perkembangan moral berdasarkan Kohlberg dibagi
menjadi tiga bagian:
1.
Level 1 (Tahap prekonvensional).
Benar dan salah ditentukan dari reward
atau punishment.
Stage 1. Pada tahap ini
anak-anak menilai perilaku mereka baik atau buruk berdasarkan pada hasil akhir
dari perilaku tersebut. Suatu perilaku bernilai baik menurut mereka jika
mendapatkan reward dan perilaku itu
buruk jika mendapatkan punishment.
Stage 2. Pada tahap ini, anak
menganggap bahwa apapun yang memuaskan atau dapat memenuhi kebutuhannya
merupakan hal yang baik.
2.
Level 2 (Tahap konvensional). Anak
menilai perilaku mereka baik atau salah menurut maksud atau tujuan
dilakukannya, berkaitan dengan norma-norma sosial yang ada. Melihat hal lain
dibalik perilaku itu (menghindari disalahkan dan mencari persetujuan).
Stage 3. Anak-anak menganggap
bahwa jika perilakunya dapat menyenangkan atau menolong orang lain maka
perilaku itu dikatakan baik dan mereka menganggap bahwa itu adalah sisi lain
dibalik perilaku itu.
Stage 4. Anak-anak menganggap
bahwa memperhatikan aturan sosial dan melakukan salah satu kewajiban merupakan
hal yang baik.
3.
Level 3 (Tahap postkonvensional).
Perilaku benar atau salah didasarkan pada prinsip-prinsip moral.
Tahapan perkembangan moral dari Piaget:
1.
Premoral
Anak usia 0-5 tahun.
-
Memiliki pemahaman yang sangat
sedikit akan aturan-aturan dan aspek lainnya.
2.
Moral realism
Anak usia 5-10 tahun.
-
Berpikir secara kaku: aturan harus
ditaati.
-
Perilaku dinilai berdasarkan
konsekuensinya.
3.
Moral relativism
Anak usia 10 tahun ke atas.
-
Adanya perkembangan dalam hal
fleksibilitas isu-isu moral.
-
Pemahaman bahwa setiap orang
memiliki standar moral yang berbeda-beda.
-
Aturan dapat diabaikan ddan orang
tidak selalu dihukum.
-
Percaya adanya hukuman timbal
balik.
David R. Shaffer
Peers juga berpengaruh sebagai salah satu agen model sosial bagi banyak
perilaku baik perilaku benar maupun yang salah serta sebagai objek social comparison.
Teori Urie Bronfenbrenner: perkembangan
individu berpusat dan berkaitan dengan beberapa sistem yang ada lingkungan.
Berawal dari lingkaran lingkungan keluarga hingga ke konteks yang lebih luas
contohnya aspek budaya. Setiap sistem ini saling berinteraksi dalam memberikan
pengaruh yang penting bagi perkembangan individu. Model lingkungan ekologi
Bronfenbrenner merupakan serangkaian struktur yang bertahap. Lapisan pertama,
mikrosistem menunjuk pada relasi antara anak dan lingkungan yang sangat dekat
dengan anak seperti keluarga (orangtua). Lapisan kedua, mesosistem yaitu
hubungan atau interrelasi diantara lingkungan mikrosistem seperti rumah,
sekolah, dan peer groups. Mikrosistem
yang berjalan dengan optimal akan mempengaruhi pula mesosistem, contohnya anak
yang mendapatkan kenyamanan dan relasi yang harmonis dengan orangtua juga
cenderung akan diterima oleh teman sebayanya. Pada lapisan ketiga lingkungan
exosistem, anak dan remaja tidak hanya sebagai suatu bagian tetapi mungkin juga
dapat mempengaruhi lingkungan mereka. Bronfenbrenner juga menitikberatkan pada
lingkungan makrosistem seperti kultural, subkultural, atau kelas sosial dalam
konteks kaitannya dengan mikrosistem, mesosistem dan exosistem.
Teori perkembangan moral Piaget:
-
Premoral Period
Menurut Piaget, pada usia anak-anak masih memiliki
kesadaran yang sangat kurang berkaitan dengan aturan-aturan. Ketika memainkan
sebuah permainan marbles, anak-anak tidak melakukannya secara sistematis tetapi
mereka membuat aturan-aturan sendiri dan mereka berpikir agar permainan itu
bisa memberikan kesenangan.
-
Moral Realism atau Heteronomous
Morality
Pada usia 5 sampai 10 tahun, anak-anak mengembangkan
ketertarikan yang kuat akan aturan-aturan. Anak-anak sekarang percaya bahwa
aturan-aturan ditetapkan oleh figur-figur autoritas seperti Tuhan, polisi,
orangtua mereka dan anak-anak memiliki pemikiran bahwa peraturan itu bersifat
mutlak dan tidak dapat diubah. Anak-anak yang berada pada tahap ini memikirkan
aturan sebagai moral yang bersifat absolut. Mereka percaya bahwa sisi “benar” dan
sisi “salah” adalah beberapa isu-isu moral dan perilaku yang berada di sisi
“benar” selalu mengikuti aturan.
-
Moral Relativism atau Autonomous
Morality
Anak usia 10 tahun ke atas pada tahap ini memiliki pendapat
yang bisa berubah-ubah mengenai aturan. Mereka merasa bahwa aturan dapat
dilanggar untuk memenuhi kebutuhan manusia.
The Discipline Book
Perasaan terhadap diri sendiri mempengaruhi
bagaimana tingkah laku kita. Self-images adalah bagaimana seseorang menerima
dan memandang dirinya sendiri. Self-images yang negatif sering mengarah kepada
perilaku-perilaku yang bermasalah. Banyak dari perilaku-perilaku yang
bermasalah berasal dari rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.
Self-esteem yang sehat tidak berarti menjadi narsis atau arogan, tetapi berarti
bahwa adanya pemahaman yang real tentang kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
menikmati kekuatan yang dimiliki dan mengolah area-area permasalahan yang ada.
Karena terdapat keterkaitan antara ketiga hal ini yakni bagaimana seseorang berpikir tentang dirinya
sendiri dan bagaimana seseorang berperilaku akan membantu seorang anak untuk
membangun rasa percaya dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar