DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah............................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C.
Tujuan
.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.
Konseling Sebagai Proses Helping Relation ............................... 3
2.
Ketrampilan Dasar Konselor........................................................ 7
3.
Terapi Sebagai Proses Helping..................................................... 12
4.
Tujuan Proses Helping.................................................................. 17
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan.................................................................................. 18
2.
Saran ........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Konseling
merupakan proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan
tatap muka yang dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di
bidang konseling terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang
menghadapi masalah. Pemberian layanan bantuan tersebut berdasarkan teori,
metode, dan tenik yang sesuai, sehingga klien mampu mengembangkan potensinya
secara optimal, mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dan bila suatu saat
mengalami keadaan yang sama dalam hidupnya diharapkan klien mampu
menghadapinya, serta dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya.
Selain itu klien diharapkan mengalami perubahan yang bersifat fundamental baik
dalam perubahan sikap dan tindakannya ke arah yang lebih baik lagi di masa yang
akan datang. Konseling juga sebagai helping relation.
2. Rumusan
Masalah
·
Apa yang dimaksud
helping?
·
Apa saja ketrampilan
dasar konselor?
·
Apa saja jenis-jenis
terapi yang digunakan untuk proses helping?
·
Apa tujuan proses
helping?
3. Tujuan
·
Mengetahui apa yang
dimaksud helping.
·
Mengetahui ketrampilan
dasar konselor.
·
Mengetahui jenis-jenis terapi yang digunakan untuk proses
helping.
·
Mengetahui tujuan proses helping.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
KONSELING SEBAGAI HELPING
RELATION
Amat banyak hubungan antar manusia yang mengandung unsur-unsur
pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi dilematis,
konflik, ataupun krisis yang dialami individu dan perlu bantuan segera. Akan tetapi,
atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan dapat dibuat
profesional.
Upaya
pemberian bantuan, selanjutnya disebut helping, di Indonesia tetap
begitu. Yang dibicarakan disini adalah yang profesional sifatnya. Menurut Mc
Cully, suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang,
didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu
pertemuan khusus dengan orang lain dengan maksud agar orang lain akan
memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan yang
merupakan ciri khas kondisi manusia.
Suatu
helping relation ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Bruce
Shertzer dan Sally C Stone yang diadaptasi disini, mengenai ciri-ciri helping
relation adalah:
·
Helping relation adalah penuh makna, bermanfaat.
·
Afeksi sangat mencolok
dalam helping relation.
·
Keutuhan pribadi
tampil atau terjadi dalam helping relation.
·
Helping relation terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang
terlibat.
·
Hubungan terjalin
karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran,
bantuan, pengalaman dan perawatan dari orang lain.
·
Helping relation dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
·
Struktur helping
relation adalah jelas atau gamblang.
·
Upaya-upaya yang
bersifat kerja sama menandai helping relation.
·
Orang-orang dalam helping
relation dapat dengan mudah ditemui atau didekati dan terjamin ajeg sebagai
pribadi.
·
Perubahan merupakan
tujuan hubungan konseling
Konseling pada
dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping relationship.Mereka
menganggap diri hadir untuk menyediakan layanan helping bagi orang-orang yang
ingin atau butuh bantuan. Para konselor dan/atau para calon konselor agaknya
cukup senang dengan ungkapan Lawrence M. Brammer tentang kemungkinan mereka
mampu memerankan profesi helping. Brammer mengungkapkan bahwa banyak orang yang
mempunyai daya-mampu alamiah, natural, untuk membantu dengan baik karena
pengalaman hidupnya yang menguntungkan. Mereka memiliki daya-mampu intelektual
untuk memahami dan memperhatikan ciri-ciri helping secara alamiah sehingga
lebih dapat menolong orang lain dengan baik. Di dalam helping profesional pribadi
konselor merupakan ”instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif
konseling. Kondisi ini akan di dukung oleh keterampilan konselor mewujudkan
sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien. Adapun pokok-pokok kekhasan pribadi para
helper pada umumnya berdasarkan sifat hubungan helping, menurut Brammer,
adalah:
§ Awareness
of Self and Values (Kesadaran Akan Diri dan Nilai-nilai)
Para helper
memerlukan suatu kesadaran tentang posisi-posisi nilai mereka sendiri. Mereka
harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya? Apakah
yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari apa yang saya lakukan?
Mengapa saya mau menjadi seorang helper? Kesadaran ini membantu para helper
membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap helpi mereka dan juga
membantu para helper menghindari memperalat secara tak bertanggung jawab atau
tak etis terhadap para helpi bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri-pribadi
para helper sendiri.
§ Awareness
of Cultural Experience (Kesadaran Akan Pengalaman Budaya)
Helper dituntut
mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi. Mengetahui lebih banyak
perbedaan antara para helper dan para helpi merupakan hal sangat vital bagi
keefektifan hubungan helping. Kelompok orang-orang tertentu seperti para
tahanan, pemabuk, kanak-kanak, orang jompo, janda/duda, penyandang cacat-fisik
atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita, dan semacamnya, sangat
mungkin memiliki pengalaman hidup yang sangat berlainan dengan para helper
mereka. Para helper profesinal hendaknya mempelajari ciri-khas budaya dan
kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
§ Ability
to Analyze the Helper’s Own Feeling (Kemampuan Menganalisis Kemampuan Helper
Sendiri).
Para helper harus
mampu ”menyelami” perasaan-perasaan mereka sendiri, memahami dan menerima
perasaan-perasaan mereka. Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu
tinggi dan berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan perasaan-perasan
negatif.
§ Ability
to Serve as Model and Influencer (Kemampuan Berlayan Sebagai ”Teladan” dan
”Pemimipin” atau Orang ”Berpengaruh”).
Kemampuan para
helper sebagai ”pemimpin” atau orang ”berpengaruh”, dan sebagai ”teladan”
diperlukan pula dalam proses helping. Meskipun ini tidak berarti bahwa para
helper harus menguasai para helpi mereka, para helper harus dapat menunjukkan
kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan mempunyai rasa
percaya diri yang mapan.
§ Altruism
Pribadi yang
altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk
kepentingan kebahagiaan atau kesenangan orang lain. Dengan kata lain kepuasan
para helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan orang-orang lain.
§ Strong
Sense of Ethics (Penghayatan Etik yang Kuat)
Kelompok helper
profesional, seperti konselor, memiliki kode etik untuk dipahami dan dipakai
serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap mereka.
§ Responsibility
(Tanggung Jawab)
Para helper yang
bertanggung jawab menyadari keterbatasan-keterbatasan mereka, sehingga tidak
mencanangkan hasil-hasil (tujuan) yang tidak realistis. Mereka akan
mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari keterbatasan diri
mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka sampai spesilalis lain itu
mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru dengan klien. Begitu pula,
ketika secara pasti para helper kompeten menangani kasus, mereka tidak
membiarkan kasus-kasus para helpi terkatung-katung tanpa penyelesaian.
2.
KETRAMPILAN
DASAR KONSELOR
v Kompetensi
Intelektual
Jelas bahwa
keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai
mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan
mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi
komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi intelektual konselor. Oleh karena
itu konseling, terutama latar interview, sangat bergantung pada komunikasi yang
jelas, maka kunci penting keefektifan konseling adalah kompetensi
komunikasi.
v Kelincahan
Karsa-cipta
Di dalam memilih
dengan cepat dan tepat respon yang bijak, sangat dperlukan kelincahan
karsa-cipta seorang konselor tersebut. Kelincahan ini terutama sekali sangat
terasa pentingnya di saat interview konseling dimana klien mengemukakan
pernyataan-pernyataan verbal atau nonverbal.mulai sejak penerimaan klien,
penyiapan interview, penyusunan model konseren/masalah klien, penentuan tujuan
dan tujuan khusus, penentuan dan pelaksanaan strategi, sampai pada evaluasi
untuk kerja konselor dan klien, penuh dengan proses pengambilan keputusan dan
penetapan tindakan. Kebanyakan dari hal ini menuntut kesegeraan dan kelincahan
karsa-cipta konselor.
v Pengembangan
Keakraban
Keterampilan lain,
namun merupakan syarat yang sangat pokok guna tercipta dan terbina
saling-hubungan harmoni antara klien dan konselor, adalah pengembangan
keakraban (rapport). Istilah ”pengembangan”, di sini, mencakup menciptakan,
pemantapan, dan pelanggengan keakraban selama konseling. Jika sudah terjalin
keakraban yang baik antara konselor dan klien, maka klien akan berbicara secara
bebas mengenai dirinya sendiri dan masalah-masalah sesungguhnya yang
dialaminya. Jika keakraban itu berhasil dimantapkan dan dipelihara, maka
konselor dapat mengembangkan komunikasi dengan berbagai teknik tersedia. Karena
komunikasai adalah bagian esensial untuk proses konseling yang sangat erat
kaitannya dengan perilaku manusia (Jalaludin Rakhmat , 2011).
Meskipun pertanyaan dalam hal berkomunikasi dengan konseli
sangat penting seringkali ada godaan menggunakan pertanyaan yang sebenarnya
tidak perlu. Jika ini terjadi maka proses konseling akan cenderung melemah.
Penyalahgunaan pertanyaan yang biasanya dilakukan konselor dan seharusnya tidak
perlu pada umumnya adalah sebagai berikut :
Ø Mencampuri
Urusan Peibadi
Tugas pertama
konselor ketika ada konseli datang pada konselor adalah membangun sebuah
kepercayaan. Sehingga konseli mau mengungkapkan permasalahan pribadi yang sedang
dihadapi. Tidak jarang konseli tidak menceritakan masalah yang mereka hadapi
kepada teman atau bahkan keluarga mereka. Maka dari itulah membangun
kepercayaan penting dilakukan konselor. Apabila konselor mangajukan pertanyaan
untuk menggali informasi sebelum kepercayaan itu terbangan maka konseli akan
cenderung mundur dan merasa konselor mencampuri urusan pribadi mereka.
Ø Mengintrogasi
Konseli
Jika konselor
mengajukan pertanyaan secara berturut-turut maka sesi konseling akan terasa
seperti pengintrogasian. Konseli yang datang mencari bantuan akan merasa
tertekan dan kewalahan. Apabila ini terjadi maka konseli akan menjadi sedikit
bicara karena khawatir atas “kelancangan” dalam proses konseling. Konseli
menjadi sedikit bicaran (mengungkapkan informasi) dan efeknya adalah
menghambat, mempersulit ayau bahkan menggagalkan proses konseling.
Ø Menciptakan
Ketidak Setaraan yang Tidak Perlu
Penting bagi konselor
untuk tidak berlaku layaknya seorang ahli atau merasa lebih dari orang
lain/konseli yang datang padanya. Meskipun kita menyadari ada perbedaaan
mendasar antara konselor dan konseli, konselor harus melibatkan diei dalam
prose kolaboratif dengan konseli dan dalam hubungan dimana ketidak seimbangan
itu harus diminimalisir.
Ø Melemahkan
Proses Konseling
Melakuakan terlalu
banyak pertanyaan akan mengangu proses pembicaraan normal. Konseli akan merasa
tetekan dan menarik diri. Bukannya memikirkan apa yanga akan disampaikan pada
konselor, ia mungkin diam dan menunggu sampai pertanyaan berikutnya diajukan
padanya.
Ø Mengendalikan
Proses Penelusuran Konseli
Masalah utama yang
dapat timbul jika konselor terlalu mengandalkan pertanyaan-pertanyaan konselor
akan mengendalikan arah percakapan. Menurut aturan umumya, ini tidak boleh
terjadi. Karena seharusnya konseli dibiarkan pergi kearah mana energinya
menuntun. Penting bagi konseli menelusuri dimana wilayah-wilayah masalahnya
berada. Solusi yang baik adalah menggunakan pendekatan mendengarkan secara
aktif dan reflektif.
Ø Menggunakan
pertanyaan “Mengapa ?”
Pertanyaan mengapa
cenderung membuat konseli mengeluarkan jawaban yang sifatnya rasional dan
terkadang hanya mengungkapkan apa yang ada di luar dan tidak mengungkapkan apa
yang sebenarnya terjadi didalam. Dibandingkan pertanyaan yang bertipe “mengapa”
pertanyaan yang berawalan “apa, bagaimana, kapan” biasanya lebih berguna.
Ø Lebih
Mementingkan Kebutuhan-Kebutuhan Konselor
Terkadang seorang
konselor terjerumus dalam perasaan penasarannya saja. Sehingga membuat klien
merasa seperti di giring kedalam alur yang diinginkan konselor. Meskipun
tujuannya sama-sama untuk menggali informasi, namun merefleksi apa yang sudah
diungkapkan klien, klien akan melanjutkan pembicaraanya tentang hal-hal pribadi
yang menjadi sumber dari permasalahnnya. (Kathrin Geldart, David Geldart,2011)
3.
TERAPI
SEBAGAI PROSES HELPING
Ada
banyak cara dalam proses pemberian bantuan kepada konseli, namun secara umum
proses terapi adalah proses yang sering digunakan unruk memperlancar konseli
menemukan pemecahan/jalan keluar dari permasalahan yang di hadapi.
Terapi-terapi yang secara umum dipakai oleh konselor adalah :
a) Terapi
Psikoanalitik
Manusia pada dasarnya
ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini. Motif-motif dan
konflik tak sadar adalah sentral dari tingkahlaku sekarang. Perkembangan dini
penting karena masalah kepribadian berakar dari konflik-konflik masa kanak-kanak
yang di represi.
Perkembanagan
kepribadian yang normal berlandaskan resolusi dan integrasi fase-fase
perkembangan psikoseksual yang berhasil. Perkembangan kepribadian yang gagal
merupakan akibat dari resolusi sejumlah fase perkembangan psikoseksual yang
tidak memadai. Id, ego, dan superego membentuk dasar bagi struktur kepribadian
. kecemasan adalah akibat dari perepresian konflik-konflik dasar. Mekanisme
pertahanan ego dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Proses-proses tak
sadar berkaitan dengan tingkahlaku yang muncul sekarang.
Tujuan dari terapi
psikoanalitik adalah membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari.
Membantu konseli dalam menghidupkan kembali pengalaman masa kanak-kanak dini
dengan menembus konflik-konflik yang direpresi (Gerald Corey, 2010).
b) Terapi
Eksistensial Humanistik
Berfokus pada sifat
dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas
memilih jalan untuk menentukan nasib, kecamasan, tanggung jawab adalah sebagai
unsur dasar pencarian makna dari dunia yang tidak bemakna. Keramaian dalam
kesunyian, keterheningan dan kematian serta kecenderungan mengaktualkan diri.
Terapi ini menekankan
kondisi-kondisi manusia. perkembanagn kepribadian yang normal berdasarkan
keunikan masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang sejak dini.
Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan pengaktualan diri. Tujuan dari
terapi ini adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri
dan pertumbuhan. Menghapus penghambat pengaktualisasi diri. Membatu konseli
menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu
konseli bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri (Gerald
Corey, 2010).
c) Terapi
Client-Centered
Manusia memiliki
kecenderuangan kearah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan terapiutik,
konseli mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Konseli
mngaktualkan diri dan bergerak kearah yang lebih baik, meningkatkan kesadaran,
spontanitas, dan kepercayaan diri. Konseli memiliki kemampuan untuk sadar atas
masalah-masalahnya serta cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan atas
kesanggupak konseli untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah
keselarasan diri ideal dan diri riel. Malajustment adalah akibat dari kesengajaan
antara diri ideal dan diri riel.
Tujuannya adalah
menyediakan iklim yang nyaman dan kondusif bagi eksplorisasi diri konseli
sehingga ia mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek
pengalaman diri yang sebelumnya diingkari atau didistorsikan (Gerald Corey,
2010).
d) Terapi
Gestald
Orang terdorong
kearah keseluruhan dan terintegrasi pemikiran, perasaan serta tingkahlaku.
Pandangannya anti deterministik dalam arti individu dipandang memiliki
kesanggupan untuk menyadi bagaimanana pengaruh masa lampau berkaitan dengan
kesulitan-kesulitan masa sekarang.
Terapi ini berfokus pada apa dan bagaimana mengalami disini dan sekarang
untuk membantu konseli agar menerima polaritas-polaritas dirinya, menentang
konseli agar menerima tanggung jawab atas pengambilan dukungan internal
alih-alih dukungan eksternal (Gerald Corey, 2010).
e) Terapi
Analisis Transaksional
Orang dipandang
memiliki kemampuan memilih, apa yang sebelumya ditetapkan bisa ditetapakan
ulang. Walaupun terkadang menjadi korban dari skenario kehidupan, aspek-aspek
yang mengalahkan diri bisa diubah dengan kesadaran. Tujuannya adalah membantu
konseli menjadi pribadi yang otonom (Gerald Corey, 2010).
f) Terapi
Tingkahlaku
Manusia di bentuk dan
dikondisikan oleh pengondisian sosial budaya. Tingkahlaku dipandang sebagai
hasil belajar pengondisian. Terapi ini berdasekan prinsip-prinsip teori
belajar. Tujuannya adalah menghapus yang
merusak/merugikan danmembantu konseli dalam mempelajari pola-pola tingkahlaku
yang konstruktif (Gerald Corey, 2010).
g) Terapi
Rasional Emotif
Setiap individu
dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional, walaupun kecenderunagn untuk berfikir curang itu ada.
Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak tetapi dikekalkan
melalui reindoktrinasi sekarang. Tujuannya adalah menghapus pandangan hidup
konseli dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional
(Gerald Corey, 2010).
h) Terapi
Realitas
Pendekatan ini
menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental. Berfokus pada apa yang
bisa dilakukan sekarang, dan menolak masa lamapau ebagai variabel utama. Tugas
konselor adalah melibatkan diri untuk menyadarkan konseli tentang
tingkahlakunya sekarang. Tujuannya adalah
membimbing konseli kearah mempelajari tingkahlaku yang realitas dan
bertanggungjawab serta mengembangkan “idenditas keberhasilan” (Gerald Corey,
2010).
4.
TUJUAN
PROSES HELPING
Tujuan dari proses
helping sebagaimana telah sedikit dipaparkan di atas adalah tujuannya untuk
hal-hal yang beroroientasi luas dan berjangjka panjang yang seringkali tidak
bisa diukur secara objektif. Tujuan-tujuan itu bisa mencakup pemenuan otonom
dan kebebasan, mengaktualkan diri, penemuan evaluasi internal, menjadi lebih
terintegrasi,dan sebagainya.
Tujuan-tujuan global lainnya bisa terdiri dari atas :
ü Konseli
jadi lebih menyadari diri, bergerak kearah kesadaran yang lebih penuh atas
kehidupan batinnya, dan menjadi kurang penyangkalan dan pendistorsian
ü Konseli
menerima tanggung jawab yang lebih besar atas siapa dirinya. Menerima
perasaan-perasaanya sendiri, menghindari tindakan menyalahkan lingkungan dan
orang lain atas keadaan dirinya dan menyadari bahwa sekarang dia bertanggung
jawab penuh atas apa yang dilakukuannya.
ü Konseli
menjadi lebih berpegang pada kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri,
menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya dan menerima
kekuatan yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.
ü Konseli
memperjelas nilai-nilainya sendiri, mengambil perspektif yang lebih jelas atas
masalah-masalah yang dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri
penyelesaian-penyelesaian bagi konflik-konflik yang dialaminya.
ü Konseli
menjadi lebih terintegrasi serta menghadapi, mengakui, menerima dan menangani
aspek-aspek dirinya yang terpecah dan diingkari, dan mengintegrasi semua
perasaan dan pengalaman kedalam keseluruhan hidupnya.
ü Konseli
belajar mengambil resiko yang akan membuka pintu-pintu kearah cara-cara hidup
yang baru serta menghargai kehidupan dengan ketidakpastiannya yang diperlukan
bagi landasan pembangunan pertumbuhan.
ü Konseli
menjadi lebih mempercayai diri serta bersedia mendorong dirinya sendiri untuk
melakukan apa yang dipilih untuk dilakukannya.
ü Konseli
menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif yang mungkin serta bersedia
memilih bagi dirinya sendiri serta mnerima konsekuensi-konekuensi dari
pilihannya (Gerald Corey, 2010).
BAB
III
PENUTUP
1) Kesimpulan
Helping bisa dikatakan sebagai proses
akhir dari sebuah proses konseling.
Helping sendiri dalam bahas Inggris artinya adalah sebuah pemberian bantuan.
Dalam konteks kaitannya dengan proses konseling, helping mmiliki makna sebagai
proses pembrian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli. Ada banyak
ciri dari helper, namun secara umum orang/konselor yang disebut segai helper
memiliki ciri kematangan dalam hal kepribadian. Artinya dia menyadari, mengerti
dan memahami dirinya sendiri serta selalu mengaktualisasikan dirinya demi
tercapainya kedewasaan dalam kepribadinannya.
Konselor/helper
harus memiliki tiga dasar kemampuan yaitu kematangan intelektual, kelincahan
cipta-karsa, dan kemampuan keakraban atau komunikasi dengan konseli. Tujuan
utama dari proses helping jelas adalah untuk membantu konseli menemukan jalan
keluar dari permasalahan yang dihadapi. Yang terpenting adalah konseli dapat
memahami dirinya, bertanggung jawab penuh tas apa yang dilakukannya serta
konseli dapat selalu mengaktualisasi diri.
2)
Saran
Disini
kami sangat menitik beratkan pada pengaktualisasian diri, khususnya bagi
konselor/helper. Karena menurut kamu aktualisasi diri dari konselor amat besar
pengaruhnya terhadap kesuksesan proses helping. Jadi hendaknya untuk konselor
atau calon konselor agar selalu mngaktualisasikan diri demi memenui
profesionalsisme dalam melakukan profesi sebagai konselor. Keberhasilan proses
konseling memang bukan sepenuhnya pengaruh dari konselor, namun konselor
berkewajiban penuh untuk menciptakan suasana/iklim yang kondusif dan semaksimal
mungkin membantu/memberikan pencerahan kepada konseli gar mampu keluar dari
permasalahan yang sedang dihadapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin,Samsul Munir.2010. Bimbingan
dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah.
Walgito, Bimo. 2010.Bimbingan dan konseling: Studi dan karier,Yogyakarta: Andi
Langgulung, Hasan. 1986. Teori-teori kesehatan Mental, Jakarta: Al Husna.
Mappiare,
A.T. 2004.Pengantar Konseling dan
Psikoterapi,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Willis ,Sofyan. 2004 . Konseling Individual: Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta.
Corey,
Gerald. 2010. Teori dan Praktek:
Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.
Geldard,
Kathryn dan david Geldard. 2011. Ketrampilan
Praktik Konseling. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi
Komunikasi. Bandung : Rosdakarya
0 komentar:
Posting Komentar