Rabu, 28 Agustus 2013

DASAR KETRAMPILAN KONSELING (HELPING)


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C.     Tujuan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
1.      Konseling Sebagai Proses Helping Relation ............................... 3
2.      Ketrampilan Dasar Konselor........................................................ 7
3.      Terapi Sebagai Proses Helping..................................................... 12
4.      Tujuan Proses Helping.................................................................. 17
BAB III PENUTUP
1.      Kesimpulan.................................................................................. 18
2.      Saran ........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
              Konseling merupakan proses pemberian bantuan melalui wawancara konseling atau pertemuan tatap muka yang dilakukan oleh seorang ahli yang terlatih dan perpengalaman di bidang konseling terhadap individu/klien yang membutuhkannya atau yang sedang menghadapi masalah. Pemberian layanan bantuan tersebut berdasarkan teori, metode, dan tenik yang sesuai, sehingga klien mampu mengembangkan potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalah yang dihadapinya dan bila suatu saat mengalami keadaan yang sama dalam hidupnya diharapkan klien mampu menghadapinya, serta dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan di sekitarnya. Selain itu klien diharapkan mengalami perubahan yang bersifat fundamental baik dalam perubahan sikap dan tindakannya ke arah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Konseling juga sebagai helping relation.

2.      Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud helping?
·         Apa saja ketrampilan dasar konselor?
·         Apa saja jenis-jenis terapi yang digunakan untuk proses helping?
·         Apa tujuan proses helping?

3.      Tujuan
·         Mengetahui apa yang dimaksud helping.
·         Mengetahui ketrampilan dasar konselor.
·         Mengetahui  jenis-jenis terapi yang digunakan untuk proses helping.
·         Mengetahui  tujuan proses helping.

BAB II
PEMBAHASAN
1.        KONSELING SEBAGAI HELPING RELATION
        Amat banyak hubungan antar manusia yang mengandung unsur-unsur pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi dilematis, konflik, ataupun krisis yang dialami individu dan perlu bantuan segera. Akan tetapi, atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan dapat dibuat profesional.
          Upaya pemberian bantuan, selanjutnya disebut helping, di Indonesia tetap begitu. Yang dibicarakan disini adalah yang profesional sifatnya. Menurut Mc Cully, suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan khusus dengan orang lain dengan maksud agar orang lain akan memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan yang merupakan ciri khas kondisi manusia.
         Suatu helping relation ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Bruce Shertzer dan Sally C Stone yang diadaptasi disini, mengenai ciri-ciri helping relation adalah:
·         Helping relation adalah penuh makna, bermanfaat.
·         Afeksi sangat mencolok dalam helping relation.
·         Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam helping relation.
·         Helping relation terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang terlibat.
·         Hubungan terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran,  bantuan, pengalaman dan perawatan dari orang lain.
·         Helping relation dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
·         Struktur helping relation adalah jelas atau gamblang.
·         Upaya-upaya yang bersifat kerja sama menandai helping relation.
·         Orang-orang dalam helping relation dapat dengan mudah ditemui atau didekati dan terjamin ajeg sebagai pribadi.
·         Perubahan merupakan tujuan hubungan konseling

         Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping relationship.Mereka menganggap diri hadir untuk menyediakan layanan helping bagi orang-orang yang ingin atau butuh bantuan. Para konselor dan/atau para calon konselor agaknya cukup senang dengan ungkapan Lawrence M. Brammer tentang kemungkinan mereka mampu memerankan profesi helping. Brammer mengungkapkan bahwa banyak orang yang mempunyai daya-mampu alamiah, natural, untuk membantu dengan baik karena pengalaman hidupnya yang menguntungkan. Mereka memiliki daya-mampu intelektual untuk memahami dan memperhatikan ciri-ciri helping secara alamiah sehingga lebih dapat menolong orang lain dengan baik. Di dalam helping profesional pribadi konselor merupakan ”instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi ini akan di dukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam berkomunikasi dengan klien.  Adapun pokok-pokok kekhasan pribadi para helper pada umumnya berdasarkan sifat hubungan helping, menurut Brammer, adalah:
§  Awareness of Self and Values (Kesadaran Akan Diri dan Nilai-nilai)
          Para helper memerlukan suatu kesadaran tentang posisi-posisi nilai mereka sendiri. Mereka harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan, siapakah saya? Apakah yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari apa yang saya lakukan? Mengapa saya mau menjadi seorang helper? Kesadaran ini membantu para helper membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan terhadap helpi mereka dan juga membantu para helper menghindari memperalat secara tak bertanggung jawab atau tak etis terhadap para helpi bagi kepentingan pemuasan kebutuhan diri-pribadi para helper sendiri. 

§  Awareness of Cultural Experience (Kesadaran Akan Pengalaman Budaya)
          Helper dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi. Mengetahui lebih banyak perbedaan antara para helper dan para helpi merupakan hal sangat vital bagi keefektifan hubungan helping. Kelompok orang-orang tertentu seperti para tahanan, pemabuk, kanak-kanak, orang jompo, janda/duda, penyandang cacat-fisik atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita, dan semacamnya, sangat mungkin memiliki pengalaman hidup yang sangat berlainan dengan para helper mereka. Para helper profesinal hendaknya mempelajari ciri-khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.

§  Ability to Analyze the Helper’s Own Feeling (Kemampuan Menganalisis Kemampuan Helper Sendiri).
           Para helper harus mampu ”menyelami” perasaan-perasaan mereka sendiri, memahami dan menerima perasaan-perasaan mereka. Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu tinggi dan berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan perasaan-perasan negatif. 

§  Ability to Serve as Model and Influencer (Kemampuan Berlayan Sebagai ”Teladan” dan ”Pemimipin” atau Orang ”Berpengaruh”).
              Kemampuan para helper sebagai ”pemimpin” atau orang ”berpengaruh”, dan sebagai ”teladan” diperlukan pula dalam proses helping. Meskipun ini tidak berarti bahwa para helper harus menguasai para helpi mereka, para helper harus dapat menunjukkan kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan mempunyai rasa percaya diri yang mapan.

§  Altruism
           Pribadi yang altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu, tenaga, dan mungkin materi) untuk kepentingan kebahagiaan atau kesenangan orang lain. Dengan kata lain kepuasan para helper diperoleh melalui pemberian peluang memuaskan orang-orang lain.

§  Strong Sense of Ethics (Penghayatan Etik yang Kuat)
            Kelompok helper profesional, seperti konselor, memiliki kode etik untuk dipahami dan dipakai serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap mereka.

§  Responsibility (Tanggung Jawab)
           Para helper yang bertanggung jawab menyadari keterbatasan-keterbatasan mereka, sehingga tidak mencanangkan hasil-hasil (tujuan) yang tidak realistis. Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka sampai spesilalis lain itu mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru dengan klien. Begitu pula, ketika secara pasti para helper kompeten menangani kasus, mereka tidak membiarkan kasus-kasus para helpi terkatung-katung tanpa penyelesaian.

2.      KETRAMPILAN DASAR KONSELOR
v  Kompetensi Intelektual
            Jelas bahwa keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas, dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan dan pengalamannya. Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi intelektual konselor. Oleh karena itu konseling, terutama latar interview, sangat bergantung pada komunikasi yang jelas, maka kunci penting keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi. 

v  Kelincahan Karsa-cipta
          Di dalam memilih dengan cepat dan tepat respon yang bijak, sangat dperlukan kelincahan karsa-cipta seorang konselor tersebut. Kelincahan ini terutama sekali sangat terasa pentingnya di saat interview konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal atau nonverbal.mulai sejak penerimaan klien, penyiapan interview, penyusunan model konseren/masalah klien, penentuan tujuan dan tujuan khusus, penentuan dan pelaksanaan strategi, sampai pada evaluasi untuk kerja konselor dan klien, penuh dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan tindakan. Kebanyakan dari hal ini menuntut kesegeraan dan kelincahan karsa-cipta konselor. 

v  Pengembangan Keakraban
         Keterampilan lain, namun merupakan syarat yang sangat pokok guna tercipta dan terbina saling-hubungan harmoni antara klien dan konselor, adalah pengembangan keakraban (rapport). Istilah ”pengembangan”, di sini, mencakup menciptakan, pemantapan, dan pelanggengan keakraban selama konseling. Jika sudah terjalin keakraban yang baik antara konselor dan klien, maka klien akan berbicara secara bebas mengenai dirinya sendiri dan masalah-masalah sesungguhnya yang dialaminya. Jika keakraban itu berhasil dimantapkan dan dipelihara, maka konselor dapat mengembangkan komunikasi dengan berbagai teknik tersedia. Karena komunikasai adalah bagian esensial untuk proses konseling yang sangat erat kaitannya dengan perilaku manusia (Jalaludin Rakhmat , 2011).
     Meskipun pertanyaan dalam hal berkomunikasi dengan konseli sangat penting seringkali ada godaan menggunakan pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu. Jika ini terjadi maka proses konseling akan cenderung melemah. Penyalahgunaan pertanyaan yang biasanya dilakukan konselor dan seharusnya tidak perlu pada umumnya adalah sebagai berikut :
Ø  Mencampuri Urusan Peibadi
          Tugas pertama konselor ketika ada konseli datang pada konselor adalah membangun sebuah kepercayaan. Sehingga konseli mau mengungkapkan permasalahan pribadi yang sedang dihadapi. Tidak jarang konseli tidak menceritakan masalah yang mereka hadapi kepada teman atau bahkan keluarga mereka. Maka dari itulah membangun kepercayaan penting dilakukan konselor. Apabila konselor mangajukan pertanyaan untuk menggali informasi sebelum kepercayaan itu terbangan maka konseli akan cenderung mundur dan merasa konselor mencampuri urusan pribadi mereka.

Ø  Mengintrogasi Konseli
          Jika konselor mengajukan pertanyaan secara berturut-turut maka sesi konseling akan terasa seperti pengintrogasian. Konseli yang datang mencari bantuan akan merasa tertekan dan kewalahan. Apabila ini terjadi maka konseli akan menjadi sedikit bicara karena khawatir atas “kelancangan” dalam proses konseling. Konseli menjadi sedikit bicaran (mengungkapkan informasi) dan efeknya adalah menghambat, mempersulit ayau bahkan menggagalkan proses konseling.

Ø  Menciptakan Ketidak Setaraan yang Tidak Perlu
        Penting bagi konselor untuk tidak berlaku layaknya seorang ahli atau merasa lebih dari orang lain/konseli yang datang padanya. Meskipun kita menyadari ada perbedaaan mendasar antara konselor dan konseli, konselor harus melibatkan diei dalam prose kolaboratif dengan konseli dan dalam hubungan dimana ketidak seimbangan itu harus diminimalisir.

Ø  Melemahkan Proses Konseling
         Melakuakan terlalu banyak pertanyaan akan mengangu proses pembicaraan normal. Konseli akan merasa tetekan dan menarik diri. Bukannya memikirkan apa yanga akan disampaikan pada konselor, ia mungkin diam dan menunggu sampai pertanyaan berikutnya diajukan padanya.

Ø  Mengendalikan Proses Penelusuran Konseli
         Masalah utama yang dapat timbul jika konselor terlalu mengandalkan pertanyaan-pertanyaan konselor akan mengendalikan arah percakapan. Menurut aturan umumya, ini tidak boleh terjadi. Karena seharusnya konseli dibiarkan pergi kearah mana energinya menuntun. Penting bagi konseli menelusuri dimana wilayah-wilayah masalahnya berada. Solusi yang baik adalah menggunakan pendekatan mendengarkan secara aktif dan reflektif.

Ø  Menggunakan pertanyaan “Mengapa ?”
       Pertanyaan mengapa cenderung membuat konseli mengeluarkan jawaban yang sifatnya rasional dan terkadang hanya mengungkapkan apa yang ada di luar dan tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi didalam. Dibandingkan pertanyaan yang bertipe “mengapa” pertanyaan yang berawalan “apa, bagaimana, kapan” biasanya lebih berguna.

Ø  Lebih Mementingkan Kebutuhan-Kebutuhan Konselor
        Terkadang seorang konselor terjerumus dalam perasaan penasarannya saja. Sehingga membuat klien merasa seperti di giring kedalam alur yang diinginkan konselor. Meskipun tujuannya sama-sama untuk menggali informasi, namun merefleksi apa yang sudah diungkapkan klien, klien akan melanjutkan pembicaraanya tentang hal-hal pribadi yang menjadi sumber dari permasalahnnya. (Kathrin Geldart, David Geldart,2011)


3.      TERAPI SEBAGAI PROSES HELPING
         Ada banyak cara dalam proses pemberian bantuan kepada konseli, namun secara umum proses terapi adalah proses yang sering digunakan unruk memperlancar konseli menemukan pemecahan/jalan keluar dari permasalahan yang di hadapi. Terapi-terapi yang secara umum dipakai oleh konselor adalah :
a)      Terapi Psikoanalitik
         Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini. Motif-motif dan konflik tak sadar adalah sentral dari tingkahlaku sekarang. Perkembangan dini penting karena masalah kepribadian berakar dari konflik-konflik masa kanak-kanak yang di represi.
        Perkembanagan kepribadian yang normal berlandaskan resolusi dan integrasi fase-fase perkembangan psikoseksual yang berhasil. Perkembangan kepribadian yang gagal merupakan akibat dari resolusi sejumlah fase perkembangan psikoseksual yang tidak memadai. Id, ego, dan superego membentuk dasar bagi struktur kepribadian . kecemasan adalah akibat dari perepresian konflik-konflik dasar. Mekanisme pertahanan ego dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Proses-proses tak sadar berkaitan dengan tingkahlaku yang muncul sekarang.
         Tujuan dari terapi psikoanalitik adalah membuat hal-hal yang tidak disadari menjadi disadari. Membantu konseli dalam menghidupkan kembali pengalaman masa kanak-kanak dini dengan menembus konflik-konflik yang direpresi (Gerald Corey, 2010).

b)      Terapi Eksistensial Humanistik
          Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, bebas memilih jalan untuk menentukan nasib, kecamasan, tanggung jawab adalah sebagai unsur dasar pencarian makna dari dunia yang tidak bemakna. Keramaian dalam kesunyian, keterheningan dan kematian serta kecenderungan mengaktualkan diri.
        Terapi ini menekankan kondisi-kondisi manusia. perkembanagn kepribadian yang normal berdasarkan keunikan masing-masing individu. Kesadaran diri berkembang sejak dini. Psikopatologi adalah akibat dari kegagalan pengaktualan diri. Tujuan dari terapi ini adalah menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan. Menghapus penghambat pengaktualisasi diri. Membatu konseli menggunakan kebebasan memilih dengan memperluas kesadaran diri. Membantu konseli bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupannya sendiri (Gerald Corey, 2010).

c)      Terapi Client-Centered
           Manusia memiliki kecenderuangan kearah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan terapiutik, konseli mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Konseli mngaktualkan diri dan bergerak kearah yang lebih baik, meningkatkan kesadaran, spontanitas, dan kepercayaan diri. Konseli memiliki kemampuan untuk sadar atas masalah-masalahnya serta cara mengatasinya. Kepercayaan diletakkan atas kesanggupak konseli untuk mengarahkan dirinya sendiri. Kesehatan mental adalah keselarasan diri ideal dan diri riel. Malajustment adalah akibat dari kesengajaan antara diri ideal dan diri riel.
        Tujuannya adalah menyediakan iklim yang nyaman dan kondusif bagi eksplorisasi diri konseli sehingga ia mampu menyadari penghambat-penghambat pertumbuhan dan aspek-aspek pengalaman diri yang sebelumnya diingkari atau didistorsikan (Gerald Corey, 2010).

d)     Terapi Gestald
          Orang terdorong kearah keseluruhan dan terintegrasi pemikiran, perasaan serta tingkahlaku. Pandangannya anti deterministik dalam arti individu dipandang memiliki kesanggupan untuk menyadi bagaimanana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan masa sekarang.  Terapi ini berfokus pada apa dan bagaimana mengalami disini dan sekarang untuk membantu konseli agar menerima polaritas-polaritas dirinya, menentang konseli agar menerima tanggung jawab atas pengambilan dukungan internal alih-alih dukungan eksternal (Gerald Corey, 2010).

e)      Terapi Analisis Transaksional
        Orang dipandang memiliki kemampuan memilih, apa yang sebelumya ditetapkan bisa ditetapakan ulang. Walaupun terkadang menjadi korban dari skenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalahkan diri bisa diubah dengan kesadaran. Tujuannya adalah membantu konseli menjadi pribadi yang otonom (Gerald Corey, 2010).

f)       Terapi Tingkahlaku
        Manusia di bentuk dan dikondisikan oleh pengondisian sosial budaya. Tingkahlaku dipandang sebagai hasil belajar pengondisian. Terapi ini berdasekan prinsip-prinsip teori belajar.  Tujuannya adalah menghapus yang merusak/merugikan danmembantu konseli dalam mempelajari pola-pola tingkahlaku yang konstruktif (Gerald Corey, 2010).

g)      Terapi Rasional Emotif
         Setiap individu dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional, walaupun  kecenderunagn untuk berfikir curang itu ada. Gangguan-gangguan emosional berakar pada masa kanak-kanak tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Tujuannya adalah menghapus pandangan hidup konseli dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan rasional (Gerald Corey, 2010).

h)      Terapi Realitas
          Pendekatan ini menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental. Berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang, dan menolak masa lamapau ebagai variabel utama. Tugas konselor adalah melibatkan diri untuk menyadarkan konseli tentang tingkahlakunya sekarang.  Tujuannya adalah membimbing konseli kearah mempelajari tingkahlaku yang realitas dan bertanggungjawab serta mengembangkan “idenditas keberhasilan” (Gerald Corey, 2010).

4.      TUJUAN  PROSES HELPING
       Tujuan dari proses helping sebagaimana telah sedikit dipaparkan di atas adalah tujuannya untuk hal-hal yang beroroientasi luas dan berjangjka panjang yang seringkali tidak bisa diukur secara objektif. Tujuan-tujuan itu bisa mencakup pemenuan otonom dan kebebasan, mengaktualkan diri, penemuan evaluasi internal, menjadi lebih terintegrasi,dan sebagainya.  Tujuan-tujuan global lainnya bisa terdiri dari atas :
ü  Konseli jadi lebih menyadari diri, bergerak kearah kesadaran yang lebih penuh atas kehidupan batinnya, dan menjadi kurang penyangkalan dan pendistorsian
ü  Konseli menerima tanggung jawab yang lebih besar atas siapa dirinya. Menerima perasaan-perasaanya sendiri, menghindari tindakan menyalahkan lingkungan dan orang lain atas keadaan dirinya dan menyadari bahwa sekarang dia bertanggung jawab penuh atas apa yang dilakukuannya.
ü  Konseli menjadi lebih berpegang pada kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri, menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya dan menerima kekuatan yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.
ü  Konseli memperjelas nilai-nilainya sendiri, mengambil perspektif yang lebih jelas atas masalah-masalah yang dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri penyelesaian-penyelesaian bagi konflik-konflik yang dialaminya.
ü  Konseli menjadi lebih terintegrasi serta menghadapi, mengakui, menerima dan menangani aspek-aspek dirinya yang terpecah dan diingkari, dan mengintegrasi semua perasaan dan pengalaman kedalam keseluruhan hidupnya.
ü  Konseli belajar mengambil resiko yang akan membuka pintu-pintu kearah cara-cara hidup yang baru serta menghargai kehidupan dengan ketidakpastiannya yang diperlukan bagi landasan pembangunan pertumbuhan.
ü  Konseli menjadi lebih mempercayai diri serta bersedia mendorong dirinya sendiri untuk melakukan apa yang dipilih untuk dilakukannya.
ü  Konseli menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif yang mungkin serta bersedia memilih bagi dirinya sendiri serta mnerima konsekuensi-konekuensi dari pilihannya (Gerald Corey, 2010).
  
BAB III
PENUTUP
1)      Kesimpulan
           Helping bisa dikatakan sebagai proses akhir dari sebuah proses  konseling. Helping sendiri dalam bahas Inggris artinya adalah sebuah pemberian bantuan. Dalam konteks kaitannya dengan proses konseling, helping mmiliki makna sebagai proses pembrian bantuan yang dilakukan oleh konselor kepada konseli. Ada banyak ciri dari helper, namun secara umum orang/konselor yang disebut segai helper memiliki ciri kematangan dalam hal kepribadian. Artinya dia menyadari, mengerti dan memahami dirinya sendiri serta selalu mengaktualisasikan dirinya demi tercapainya kedewasaan dalam kepribadinannya.
             Konselor/helper harus memiliki tiga dasar kemampuan yaitu kematangan intelektual, kelincahan cipta-karsa, dan kemampuan keakraban atau komunikasi dengan konseli. Tujuan utama dari proses helping jelas adalah untuk membantu konseli menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. Yang terpenting adalah konseli dapat memahami dirinya, bertanggung jawab penuh tas apa yang dilakukannya serta konseli dapat selalu mengaktualisasi diri.

2)      Saran
          Disini kami sangat menitik beratkan pada pengaktualisasian diri, khususnya bagi konselor/helper. Karena menurut kamu aktualisasi diri dari konselor amat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan proses helping. Jadi hendaknya untuk konselor atau calon konselor agar selalu mngaktualisasikan diri demi memenui profesionalsisme dalam melakukan profesi sebagai konselor. Keberhasilan proses konseling memang bukan sepenuhnya pengaruh dari konselor, namun konselor berkewajiban penuh untuk menciptakan suasana/iklim yang kondusif dan semaksimal mungkin membantu/memberikan pencerahan kepada konseli gar mampu keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA
Amin,Samsul Munir.2010.  Bimbingan dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah.
Walgito, Bimo. 2010.Bimbingan dan konseling: Studi dan karier,Yogyakarta: Andi
Langgulung, Hasan. 1986. Teori-teori kesehatan Mental, Jakarta: Al Husna.
Mappiare, A.T. 2004.Pengantar Konseling dan Psikoterapi,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Willis ,Sofyan. 2004 . Konseling Individual: Teori dan Praktek.  Bandung: Alfabeta.
Corey, Gerald. 2010. Teori dan Praktek: Konseling dan Psikoterapi. Bandung : Refika Aditama.
Geldard, Kathryn dan david Geldard. 2011. Ketrampilan Praktik Konseling. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung : Rosdakarya

0 komentar: