Model Hipotetik Bimbingan dan konseling
Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B
1. Dasar Pemikiran
Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa
sebagai upaya menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu
pendidikan harus dapat dilaksanakan secara utuh dan terintegrasi melalui
program pengajaran/kurikulum yang baik, pengadministrasian yang lengkap,
pelayanan bimbingan yang terarah disertai sarana prasarana yang memadai. Dalam
konteks pendidikan seutuhnya, layanan bimbingan konseling di SLB-B merupakan
salah satu aspek yang esensial sebagai upaya pemenuhan tuntutan kebutuhan siswa
di dalam pencapaian kompetensi kemandirian emosional, kemandirian perilaku dan
kemandirian nilai.
Sebagai konsekuensi dari upaya memenuhi tuntutan kebutuhan yang dirasakan siswa tunarungu, maka kualitas pelaksanaan layanan bimbingan konseling di SLB-B harus dapat ditingkatkan. Salah satu solusi dari peningkatan kualitas layanan bimbingan konseling perlu dikembangkan suatu model layanan bimbingan dan konseling yang dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan siswa-siswa tunarungu. Upaya itu semua mengarah kepada pengembangan kemandirian siswa tunarungu seoptimal mungkin.
Sebagai konsekuensi dari upaya memenuhi tuntutan kebutuhan yang dirasakan siswa tunarungu, maka kualitas pelaksanaan layanan bimbingan konseling di SLB-B harus dapat ditingkatkan. Salah satu solusi dari peningkatan kualitas layanan bimbingan konseling perlu dikembangkan suatu model layanan bimbingan dan konseling yang dapat memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan siswa-siswa tunarungu. Upaya itu semua mengarah kepada pengembangan kemandirian siswa tunarungu seoptimal mungkin.
Hasil temuan di beberapa SLB-B yang dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam merancang model hipotetik, yaitu:
1)
Pencapaian tingkat kemandirian emosional,
kemandirian perilaku dan kemandirian nilai belum mencapai kualitas yang
diharapkan. Di antara ketiga kemandirian tersebut di atas dalam prosesnya
terjadi diskontinuitas.
2)
Lingkungan perkembangan siswa tunarungu
(lingkungan rumah dan sekolah) untuk beberapa aspek masih belum menampilkan
situasi dan iklim kondusif.
3)
Implementasi aktual layanan bimbingan dan
konseling di SLB-B masih dihadapkan dengan beberapa kendala, diantaranya adalah
(a) belum adanya kebijakan-kebijakan yang jelas dan pemahaman yang utuh dari
semua komponen/pihak di sekolah dalam merepresentasikan dan menterjemahkan arah
dan tujuan layanan bimbingan dan konseling, (b) adanya ketidakseimbangan dalam
menempatkan layanan bimbingan dan konseling (hanya sebagai suatu ranah atau
wilayah pelengkap) dari seluruh proses pembelajaran, (c) tidak adanya guru
pembimbing yang profesional, (d) adanya kompleksitas permasalahan siswa-siswa
tunarungu sehingga fokus utama layanan lebih berorientasi kepada pengembangan
akademik, komunikasi, dan karir, (e) penyusunan program belum didasarkan kepada
kebutuhan siswa-siswa (tidak akomodatif) dan sulit diterapkan (tidak
aplikatif), (f) pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bersifat kasuistik,
spontan dan insidentil, (g) sarana dan prasarana (fasilitas) tidak memadai,
Merujuk kepada hasil temuan di
atas dan dikaitkan dengan hasil kajian teoritis, maka untuk meningkatkan
kemandirian siswa-siswa tunarungu dan meningkatkan
kualitas layanan bimbingan
dan konseling di SLB-B, perlu dikembangkan suatu model layanan bimbingan dan
konseling yang dapat memfasilitasi perkembangan kemandirian siswa-siswa
tunarungu secara optimal.
Model yang akan dikembangkan berorientasi kepada pengembangan
lingkungan belajar (ekologi perkembangan manusia). Melalui bimbingan yang
berorientasi ekologis ini, siswa-siswa tunarungu difasilitasi untuk belajar
mengembangkan kompetensi kemandiriannya. Model bimbingan ini bersifat inreach-outreach,
baik menyangkut setting layanan, target populasi maupun metodenya. Berkenaan
dengan target populasi, model bimbingan ini tidak hanya untuk siswa yang
bermasalah saja tetapi diperuntukkan bagi semua siswa yang lebih terfokus pada
upaya mengembangkan lingkungan perkembangan.
Model bimbingan pengembangan diartikan sebagai program
bimbingan yang rancangannya difokuskan kepada pemberian bantuan kepada siswa
dalam rangka mengembangkan kompetensi diri atau tugas-tugas perkembangannya, yang
dalam pelaksanaannya melibatkan teamwork, karena merupakan bagian
penting (vital) yang terpadu (integral) dengan program pendidikan sekolah
secara keseluruhan.
Model bimbingan ini bertolak dari beberapa asumsi, yaitu: (1)
perkembangan merupakan tujuan bimbingan dan konseling; (2) perkembangan yang
sehat terjadi melalui interaksi yang sehat antara individu dengan
lingkungannya; (3) hakekat bimbingan terletak pada keterkaitan lingkungan
belajar dengan perkembangan individu; (4) Klien adalah seorang pribadi yang
unik, dan berharga yang berjuang untuk mengembangkan dirinya. Dia adalah
anggota kelompoknya, bagian dari budayanya, dan tidak pernah terisolasi dari
lingkungan sosialnya; (5) konselor tidak bersifat netral atau a moral, dan
memiliki nilai-nilai, perasaan, dan komitmen kepada dirinya. Bertolak dari
beberapa asumsi tersebut, maka pendekatan yang relevan untuk model bimbingan
ini adalah pendekatan yang berorientasi kepada pengembangan (developmental
Educational) - Preventive. Penerapan model ini didasarkan kepada
pemikiran bahwa layanan bimbingan dan konseling harus terintegrasi dalam
program melalui perencanaan sistematis guna membantu semua siswa tunarungu mengembangkan
kompetensi pribadinya terutama pengembangan kemandiriannya. Sehingga memiliki
kepribadian yang efektif (human effectiveness) melalui upaya
menciptakan lingkungan yang memberi kemudahan, kesempatan atau peluang
kepada individu untuk belajar dan berkembang sebagai manusia yang utuh dan
mandiri.
2. Visi dan Misi Layanan Bimbingan dan Konseling
a.
Visi Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling didasarkan kepada kebutuhan
dan masalah siswa, pengalaman nyata dan bersifat pengembangan yang
komprehensip. Kebutuhan siswa merupakan kualitas keinginan yang berisikan
potensi-potensi dan kemampuan yang harus dikembangkan secara optimal. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa visi bimbingan dan konseling di SLB-B
merupakan salah satu komponen pendidikan nasional berorientasi mengembangkan
potensi dan kemampuan yang dimiliki siswa tunarungu melalui proses belajar
secara terintegratif, menyeluruh dan didasari oleh keunikan
(individualisasi) siswa dan juga memberikan intervensi kepada lingkungan
perkembangan siswa guna memberikan dukungan yang diharapkan bagi pencapaian
tugas
perkembangannya dalam
rangka menumbuhkembangkan kepribadian siswa sesuai dengan nilai-nilai dan norma
yang berlaku sehingga tercipta pribadi yang utuh dan mandiri.
b. Misi Bimbingan dan Konseling
Berkenaan dengan misi layanan bimbingan dan konseling
di SLB-B dalam pengembangan model bimbingan dan konseling adalah terpenuhinya
tuntutan kebutuhan yang dirasakan siswa tunarungu melalui pengembangan potensi
dan kemampuan siswa agar memiliki kemudahan dalam mengembangkan kemandirian
emosional, kemandirian perilaku, dan kemandiran nilai secara terintegratif. Di
samping itu hendaknya siswa-siswa tunarungu dapat merasakan perubahan sikap
yang positif, memiliki pemahaman diri dan pemahaman terhadap lingkungan,
bertanggungjawab dan memperoleh keterampilan sebagai bekal hidupnya.
3. Kebutuhan dan
Perkembangan Siswa Tunarungu
Temuan penelitian menunjukkan bahwa siswa-siswa tunarungu di
SLB-B belum sepenuhnya dapat mencapai kemandirian yang diharapkan (kondisi
ideal). Dalam pencapaian kemandirian yaitu kemandirian emosional, kemandirian
perilaku, dan kemandirian nilai terdapat aspek-aspek dan indikator-indikator
yang pencapaiannya rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa masih banyak aspek dan
indikator kemandirian siswa tunarungu yang perlu mendapat intervensi layanan
bimbingan dan konseling.
Adapun aspek-aspek kemandirian siswa-siswa
tunarungu di SLB-B adalah :
1)
Kemandirian emosional yaitu memiliki kemampuan
untuk tidak tergantung secara emosional terhadap orang lain terutama orangtua.
Pencapaian siswa dalam variable ini cenderung rendah yaitu dalam aspek individuated
yaitu memiliki rasa tanggungjawab dalam berhubungan dengan orang tua.
Indikatornya adalah melakukan hubungan antar pribadi secara wajar, mampu
bersikap objektif dan realistis terhadap diri sendiri maupun terhadap orangtua.
Begitu juga untuk aspek non dependency yaitu bersandar pada kemampuan
sendiri, pencapaiannya rendah. Indikatornya adalah mampu
mengatasi masalah sendiri dan memiliki keterampilan berkomunikasi. Untuk aspek parent
as people yaitu kemampuan remaja memandang orangtua sebagaimana pada
umumnya, menunjukkan pencapaian rendah atau tidak mandiri. Indikatornya
mampu berinteraksi secara seimbang dengan orangtua, dapat menghormati dan
mencintai orangtua dengan tulus, serta mampu menghargai perbedaan pendapat
dengan orangtua. Sementara aspek De Idealized yaitu kemampuan remaja
dalam memandang orangtua apa adanya menunjukkan hasil tinggi atau mandiri.
Dengan indikatornya adalah memahami orangtua apa adanya dan memiliki respek
objektif terhadap orangtuanya.
2)
Kemandirian perilaku. Pencapaian siswa tunarungu
dalam aspek perubahan dalam pengambilan keputusan memperlihat pencapaian rendah
atau tidak mandiri. Indikatornya mampu menentukan alternatif pemecahan
masalah dan mampu membuat keputusan yang tepat. Hasil yang sama untuk aspek
perubahan penyesuaian dan kerentanan pengaruh luar, menunjukkan kemandirian
yang rendah. Indikatornya mampu mencari jawaban dan menyimpulkan sendiri
terhadap perubahan-perubahan yang ada dan
kesadaran untuk saling ketergantungan dengan orang lain. Untuk aspek perubahan
dalam rasa percaya diri menunjukkan pencapaian yang tinggi. Indikatornya
memiliki rasa percaya diri dan mampu mengekspresikan rasa percaya dirinya
tersebut melalui tindakannya.
3)
Kemandirian nilai. Pencapaian siswa tunarungu
untuk aspek Abstract Belief yaitu adanya keyakinan mendalam tentang
segala sesuatu di luar dirinya menunjukkan hasil yang tinggi.
Indikatornya memahami makna keadilan atau mampu membedakan hak dan kewajiban
serta mampu berpikir secara sistematis. Untuk aspek Principled Belief
yaitu keyakinan yang berakar pada prinsip dasar ideologi memperlihatkan
kemandirian tinggi. Indikatornya memahami prinsip-prinsip nilai yang
berlaku serta memiliki minat kepada bidang ideologi dan filosofi. Hasil
sebaliknya ditunjukkan pada aspek Independent Belief yaitu keyakinan
yang tertanam atas kesadaran sendiri tanpa pengaruh figur lain memperlihatkan
kemandirian rendah. Indikatornya mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang
bertentangan dan kesadaran diri pada nilai-nilai dan keyakinan.
4. Maksud
dan Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling a. Maksud Bimbingan dan Konseling
Rumusan model bimbingan dan konseling di SLB-B dimaksudkan
untuk dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
guna memfasilitasi kebutuhan peningkatan kemandirian yang dirasakan siswa-siswa
tunarungu. Di samping itu, model layanan bimbingan dan konseling dapat
dijadikan sebagai salah satu bentuk motivasi bagi guru pembimbing untuk dapat
menerapkan dan mengembangkan layanan sesuai dengan masalah dan kebutuhan siswa
serta perubahan dan perkembangan yang ada di masyarakat.
Penyelenggaraan program bimbingan dan konseling di SLB-B harus
didasarkan kepada landasan:
1)
Yuridis formal, yang berkaitan dengan
perundang-undangan yang menjelaskan kedudukan Bimbingan dan konseling dalam
sistem pendidikan nasional, dan penerapan Bimbingan dan konseling di SLB.
Perundang-undangan itu meliputi: Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Undang-undang
No. 14 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22, 23, 24 Tahun 2006, dan Pedoman Pelaksanaan
Kurikulum SLB-B Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Tahun 1987.
2)
Filosofis, yaitu bahwa dalam menyelenggarakan
program bimbingan dan konseling perlu memperhatikan nilai-nilai yang terkandung
dalam falsafah negara.
3)
Psikologis, berkaitan dengan aspek pribadi siswa,
sebagai subjek yang menjadi kepedulian utama bimbingan dan konseling untuk
dibantu perkembangannya.
4)
Sosiologis, yang menyangkut kondisi perkembangan
masyarakat yang perlu senantiasa diperhatikan, agar program Bimbingan dan
konseling dapat mengakomodasi setiap perkembangan yang terjadi dalam rangka membantu
perkembangan kepribadian siswa.
b. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Sejalan dengan visi dan misi
serta kebutuhan siswa tunarugu yang dikemukakan di atas, maka secara umum
pemberian layanan bimbingan dan konseling di SLB-B bertujuan mengembangkan
kemandirian secara emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai, memiliki
kesadaran tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, sosial budaya, agama dan
pekerjaan), mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggungjawab
atau seperangkat tingkah laku memadai bagi penyesuaian dirinya dengan
lingkungannya, mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, serta
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Secara khusus
tujuan layanan bimbingan dan konseling di SLB-B adalah:
(1)
memiliki pandangan yang sewajarnya (objektif)
terhadap orangtuanya
(2)
mengembangkan kemampuan untuk memandang orangtua
sebagai orang dewasa umumnya.
(3)
memiliki kemampuan bersandar pada kemampuan
sendiri.
(4)
mengembangkan
perilaku bertanggungjawab
(5)
memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan dan
pengambilan keputusan yang tepat
(6)
memiliki
kekuatan dan kemampuan penyesuaian terhadap pengaruh luar
(7)
memiliki
rasa percaya diri
(8)
mampu
menimbang berbagai kemungkinan
(9)
memiliki
prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan
(10) memiliki keyakinan diri
dan kesadaran akan nilai-nilai
5. Bidang Isi (Lingkup) Layanan Bimbingan dan
Konseling
Mengacu kepada visi misi
bimbingan dan konseling, kebutuhan siswa-siswa tunarungu, dan tujuan layanan
bimbingan dan konseling, maka lingkup program layanan bimbingan dan konseling
di SLB-B difokuskan kepada empat komponen, yaitu layanan dasar bimbingan,
layanan responsif, layanan perencanaan individual, dan dukungan sistem.
a.
Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar bimbingan merupakan pelaksanaan
bantuan yang diberikan kepada
semua siswa dengan sistematis dalam rangka
pengembangan potensi diri secara optimal. Di samping itu, pelaksanaan layanan
dasar bimbingan bertujuan untuk dapat membantu siswa dalam memenuhi kebutuhan
secara nyata, memperoleh perkembangan kemandirian, memperoleh keterampilan
dasar hidupnya. Tujuan layanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk
membantu siswa tunarungu agar (1) mampu mengembangkan kemandirian secara
emosional, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai, (2) memiliki kesadaran
tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, sosial budaya, agama dan
pekerjaan), (3) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tanggungjawab atau seperangkat tingkah laku memadai bagi penyesuaian dirinya
dengan lingkungannya, (4) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan
masalahnya, serta mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka kepada siswa
tunarungu disajikan isi materi layanan yang menyangkut aspek belajar, pribadi
sosial, dan karir. Secara rinci aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:
(1)
memiliki pandangan yang sewajarnya (objektif)
terhadap orangtuanya. Tema dan topik layanan meliputi memahami orangtua apa
adanya, respek terhadap orangtua secara objektif.
(2)
mengembangkan kemampuan untuk memandang orangtua
sebagai orang dewasa umumnya. Tema dan topik layanan meliputi kemampuan
berinteraksi secara seimbang dengan orangtua, menghormati dan mencintai
orangtua dengan tulus, menghargai perbedaan pendapat dengan orangtua.
(3)
memiliki kemampuan bersandar pada kemampuan
sendiri. Tema dan topik layanan yaitu kemampuan mengatasi masalah sendiri,
memiliki keterampilan berkomunikasi.
(4)
mengembangkan
perilaku bertanggungjawab. Tema
dan topik layanan
meliputi
mampu
melakukan hubungan pribadi (interpersonal) secara wajar, bersikap objektif dan
realistis terhadap diri sendiri maupun orang tua.
(5)
memiliki
kemampuan untuk menentukan pilihan dan pengambilan keputusan. Tema dan topik
layanan meliputi mampu menentukan alternatif pemecahan masalah secara
bertanggungjawab, mampu membuat keputusan tepat.
(6)
memiliki kekuatan dan kemampuan penyesuaian
terhadap pengaruh luar. Tema dan topik layanan meliputi mampu mencari jawaban
dan menyimpulkan sendiri, kesadaran adanya saling ketergantungan dengan orang
lain.
(7)
memiliki rasa percaya diri. Tema dan topik layanan
meliputi memiliki rasa percaya diri, mampu mengekspresikan rasa percaya diri
dalam tindakan.
(8)
mampu menimbang berbagai kemungkinan. Tema dan
topik layanan meliputi memahami makna keadilan (membedakan hak dan kewajiban),
mampu berpikir sistematis.
(9)
memiliki prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tema dan topik layanan meliputi memahami prinsip-prinsip nilai yang berlaku,
meningkatkan minat terhadap ideologi dan filosofi.
(10)
memiliki keyakinan dan kesadaran nilai diri. Tema
dan topik layanan meliputi mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang
bertentangan, memiliki kesadaran diri pada nilai-nilai dan keyakinan.
b.
Layanan responsif
Layanan
responsif merupakan layanan
bantuan yang diberikan
kepada siswa
secara sistematis sesuai dengan kebutuhan dan
masalah yang mendesak. Tujuan layanan responsif adalah untuk membantu siswa
dalam memenuhi tuntutan kebutuhan yang dirasakan saat ini. Dengan demikian,
layanan responsif diberikan kepada semua siswa untuk memenuhi tuntutan
pengembangan kemandirian, baik dalam kemandirian emosional, kemandirian
perilaku maupun kemandirian nilai. Apabila didasarkan kepada temuan penelitian
tentang kemandirian dan harapan idealnya, serta masalah yang diduga sering
dialami remaja tunarungu, maka aspek-aspek yang perlu mendapat layanan
responsif adalah sebagai berikut:
1)
Bidang Pribadi. Tema layanannya mencakup: (1)
berinteraksi secara seimbang dengan orangtua, (2) menghormati dan mencintai
orangtua, (3) menghargai perbedaan pendapat dengan orangtua, (4) mengembangkan
kemampuan mengatasi masalah
sendiri, (5) meningkatkan keterampilan
berkomunikasi dan cara menyampaikan pikiran dan perasaan, (6) mengenalkan cara
melakukan hubungan pribadi (interpersonal) secara wajar, (7) bersikap objektif
dan realistis terhadap diri sendiri maupun orang tua, (8) mengintegrasikan
nilai-nilai yang bertentangan, (9) meningkatkan kesadaran diri pada nilai-nilai
dan keyakinan, (10) pembiasaan perilaku jujur, (11) meningkatkan pelaksanaan
ibadah.
2)
Bidang Sosial. Tema layanannya mencakup (1) cara
menentukan alternatif pemecahan masalah secara bertanggungjawab, (2)
mengenalkan cara membuat keputusan tepat,
(3)
cara mengatur uang, (4) memilih teman yang sesuai,
(5) mencegah terjadinya perselisihan, (6) mengatasi kesulitan bergaul, (7) cara
memanfaatkan waktu luang, (8) mengenalkan bahaya perilaku seks bebas dan upaya
mencegah perilaku seks bebas
(9)
meningkatkan kepedulian dan bersosialisasi.
3)
Bidang Karir. Tema layanannya mencakup: (1)
memilih kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai bakat dan minat, (2) cara mencari
informasi tentang dunia kerja, (3) mengenali kemampuan bakat dan minat diri,
(4) mengembangkan hobi, (5) mengenali ciri-ciri pekerjaan dan lingkungan kerja.
4)
Bidang Belajar. Tema layanannya mencakup: (1)
mengetahui dan memiliki kebiasaan belajar, (2) meningkatkan motivasi belajar,
(3) mengatur waktu belajar yang baik, (4) mengatasi kesulitan belajar, (5)
memanfaatkan fasilitas belajar, (6) mengenal dan mematuhi tata tertib sekolah.
c.
Layanan perencanaan individual
Layanan
perencanaan individual merupakan
proses layanan yang
diberikan
kepada semua siswa secara sistematis untuk dapat
memiliki pemahaman diri, perencanaan diri, dan pengembangan potensi secara
optimal. Di samping itu layanan perencanaan individual bertujuan membantu
siswa-siswa tunarungu untuk dapat hidup mandiri berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya.
Proses bantuan dalam layanan perencanaan
individual adalah sebagai berikut:
1)
Menganalisis dan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki siswa menyangkut pencapaian kemandirian emosional,
kemandirian perilaku dan kemandirian nilai, serta ketercapaian pendukung
lainnya yaitu bakat, minat, keterampilan, kemampuan, keahlian dan potensi lain
yang berhubungan dengan kebutuhan siswa serta mengetahui kondisi khusus
ketunarunguan siswa, seperti: tingkat ketunarunguannya, kapan terjadi
ketunarunguan, serta kemampuan komunikasinya.
2)
Merumuskan tujuan dan perencanaan kegiatan yang
menunjang pengembangan kemandirian siswa tunarungu atau kegiatan yang berfungsi
untuk memperbaiki kelemahan dirinya.
3)
Melaksanakan kegiatan yang telah disesuaikan
dengan tujuan atau perencanaan yang telah ditetapkan.
4)
Mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan.
d. Dukungan
sistem
Pelaksanaan jenis-jenis layanan
yang dikemukakan di atas, tidak mungkin mencapai hasil yang optimal tanpa
adanya layanan dukungan manajerial yang baik dalam pelaksanaannya. Pengembangan
model layanan bimbingan dan konseling sangat
menghendaki
adanya dukungan sistem untuk memfasilitasi pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling. Di samping itu dukungan sistem memiliki peran membantu kelancaran
pelayanan terhadap siswa tunarungu guna memenuhi tuntutan pencapaian
kemandirian.
Layanan dukungan sistem merupakan salah satu upaya untuk
memperkokoh dan meningkatkan mutu program layanan bimbingan dan konseling di
sekolah. Untuk itu perlu ditopang dengan rangkaian-rangkaian kebijakan yang
bersifat resmi. Empat aspek kebijakan yang perlu diperhatikan adalah: (1)
pengembangan program, (2) pengadaan dan pengembangan staf, (3) pemanfaatan
sumber daya masyarakat, (4) pengembangan dan penataan kebijakan.
(1) Pengembangan Program
Dalam pengembangan program layanan bimbingan konseling
hendaknya dapat mengacu kepada kondisi objektif pencapaian kemandirian siswa,
serta sejalan dengan tujuan pendidikan, kondisi objektif lembaga, lingkungan
sekolah, petugas bimbingan, fasilitas yang dimiliki, dan mempertimbangkan hasil
yang akan dicapai untuk masa depan siswa tunarungu.
Sejalan dengan pernyataan di atas, kegiatan yang seharusnya
dilakukan dalam pengembangan program layanan adalah:
(a)
Menyamakan visi dan misi tentang program bimbingan
dan konseling yang akan dikembangkan.
(b)
Merumuskan tujuan program bimbingan dan konseling
yang berorientasi kepada pengembangan kemandirian siswa
(c)
Mengintegrasikan program bimbingan dan konseling
ke dalam program pendidikan di SLB-B secara keseluruhan baik dalam pelaksanaan
program intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kegiatan pendidikan lainnya.
(d)
Menata struktur organisasi dan mekanisme kerja
yang baik, koordinasi yang teratur dan terjalinnya kerjasama antara petugas
bimbingan dan konseling dengan seluruh unsur terkait di sekolah serta dengan
lingkungan masyarakat.
(e)
Merumuskan bidang isi dan jenis-jenis layanan
bimbingan dan konseling agar relevan dengan perkembangan kemandirian siswa
tunarungu.
(f)
Menetapkan
jenis layanan bimbingan yang menunjang program layanan, baik program layanan
dasar bimbingan, layanan responsif, maupun layanan perencanaan individual.
(g)
Rekrutmen tenaga bimbingan konseling profesional
yang memiliki sikap, pribadi dan kompetensi yang memadai
(h)
Melengkapi sarana dan prasarana yang memadai
(i)
Mengevaluasi program layanan bimbingan dan
konseling yang dilaksanakan.
(2) Pengadaan dan Pengembangan Staf
Untuk meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling
diperlukan pengadaan dan pengembangan keahlian, sikap, pribadi, kompetensi dan
keterampilan yang berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling.
Kebijakan-kebijakan tentang pengadaan dan pengembangan staf
ini sangat penting dilaksanakan karena berkaitan dengan deskripsi kerja yang
akan dilakukan oleh masing-masing personil di sekolah. Oleh karena itu, sangat
diharapkan bagi masing-
masing personil memiliki
kemampuan untuk menunjang terlaksananya layanan bimbingan yang berkualitas.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut di atas, beberapa deskripsi kerja yang
dilaksanakan oleh masing-masing personil sekolah, adalah:
Deskripsi kerja untuk kepala sekolah, meliputi : (a)
mengkoordinasikan program bimbingan dan konseling bersamaan dengan program
pendidikan lainnya, sehingga pelaksanaannya menjadi satu kesatuan yang terpadu,
(b) menyediakan tenaga, fasilitas dan berbagai keperluan lain yang berhubungan
dengan layanan bimbingan konseling, (c) melakukan pengawasan dan pembinaan
terhadap guru pembimbing dalam melaksanakan kegiatan layanan bimbingan dan
konseling, (d) menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan dalam
rangka tercapainya tujuan pendidikan, (e) memahami posisi program bimbingan dan
konseling sebagai salah satu komponen pendidikan yang harus dilaksanakan di
sekolah, (f) memahami konsep dasar bimbingan dan tuntutan kebutuhan
pengembangan kemandirian siswa-siswa tunarungu.
Deskripsi kerja untuk guru bidang studi, meliputi: (a)
memahami konsep dasar bimbingan konseling serta katakteristik kebutuhan siswa,
(b) menandai siswa yang diduga memiliki masalah dalam rendahnya pencapaian
kemandirian (kemandirian emosional, kemandirian perilaku dan kemandirian
nilai), (c) menciptakan iklim kelas yang kondusif untuk kelancaran proses
belajar dalam rangka pemenuhan pencapaian kemandirian siswa, (d) membantu siswa
yang mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan kemandirian, (e) mereferal
siswa yang memerlukan layanan bimbingan, dan (f) bekerjasama dengan guru
pembimbing dalam rangka memenuhi kebutuhan yang dirasakan siswa, (h) memberikan
informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran yang diberikan secara
efektif, (i) menampilkan pribadi yang matang dan utuh dalam aspek emosional,
perilaku, sosial, dan moral spiritual.
Deskripsi kerja untuk guru pembimbing, meliputi: (a)
memahami konsep-konsep bimbingan dan konseling serta konsep ilmu pendukung
lainnya, (b) memahami karakteristik pribadi siswa dan kebutuhan perkembangan
kemandirian siswa, serta memahami faktor-faktor yang mempengaruhinya (c)
mensosialisasikan secara maksimal program layanan bimbingan dan konseling,
terutama kepada siswa dan unsur yang berkaitan dengan subjek layanan bimbingan
dan konseling, (d) melaksanakan program layanan bimbingan dan konseling secara
optimal sesuai dengan program yang telah dikembangkan, (e) mengevaluasi program
yang layanan yang telah dilaksanakan, (f) menindaklanjuti hasil yang telah
dievaluasi, (g) bekerjasama dengan unsur-unsur terkait di sekolah, (h) menjadi
konsultan bagi guru atau orangtua siswa, (i) menampilkan sikap, pribadi,
kemauan, kemampuan sebagai seorang konselor (guru pembimbing) profesional, dan
(j) membuat laporan sebagai pertanggungjawaban kepada kepala sekolah.
(3) Pemanfaatan Sumber Daya Masyarakat
Dalam pemanfaatan sumber daya masyarakat, sudah seharusnya
sekolah dapat menjalin kerjasama dengan unsur-unsur terkait yang dipandang
dapat menunjang upaya peningkatan kualitas layanan bimbingan dan konseling.
Untuk itu, guru pembimbing harus dapat bekerjasama dengan pihak-pihak seperti
(1) instansi pemerintah (Departemen Sosial, Departemen Tenaga Kerja, Departemen
Pendidikan, dan dinas terkait setingkat provinsi), (2) Organisasi profesi
(APPKhI, ABKIN), Dewan Nasional Indonesia Kesejahteraan Sosial (DNIKS), Badan
Pembina Olahraga Cacat (BPOC), Gerakan untuk
Kesejahteraan
Tunarungu Indonesia (GERKATIN), (3) perusahaan-perusahaan, Home Industri, (4)
para ahli bidang tertentu (psikolog, psikiater, dokter THT), dan orangtua.
(4) Pengembangan Kebijakan Sekolah
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah perlu
didukung dengan kebijakan-kebijakan kepala sekolah, baik secara tertulis maupun
teknis. Kebijakan yang jelas dan baik akan dapat memberikan kelancaran dan
kemudahan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Ada beberapa
kebijakan yang relevan untuk diambil kepala sekolah dalam membantu kelancaran
layanan bimbingan dan konseling, yaitu: (a) Menata struktur organisasi, (b)
Rekruitmen dan pengembangan staff bimbingan, (c) Memberikan waktu khusus bagi
guru pembimbing untuk melaksanakan layanan bimbingan yang bersifat klasikal dan
individual, (d) Mengalokasikan biaya operasional bimbingan dan konseling, (e)
Mengembangkan kualitas guru pembimbing untuk dapat bekerja secara professional,
(f) Menyediakan sarana dan prasarana memadai untuk kelancaran proses bimbingan
dan konseling, (g) Membangun kerjasama yang baik dengan unsur-unsur terkait
secara resmi dalam kaitannya dengan kebutuhan layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan beberapa pengembangan dan penataan kebijakan yang
dikemukakan di atas, maka pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling
diharapkan dapat berjalan optimal. Tanpa adanya kebijakan-kebijakan tepat yang
diambil oleh kepala sekolah, maka proses pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling akan terhambat sehingga tujuan yang telah ditetapkan semula yaitu
pengembangan kemandirian siswa secara utuh dan optimal tidak akan tercapai.
0 komentar:
Posting Komentar