BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ada berbagai masalah yang dihadapi
siswa, mulai dari ketegangan karena tugas-tugas yang diberikan, ketidakmampuan
mengerjakan tugas, persaingan dengan teman, kemampuan dasar intelektual yang
kurang, kurangnya dukungan orang tua, guru yang kurang ramah, dan lain-lain. Masalah-masalah
tersebut tidak selalu dapat diselesaikan dalam situasi belajar-mengajar di
kelas, melainkan memerlukan pelayanan secara khusus oleh guru di luar situasi
proses pembelajaran. Melalui bimbingan belajar konseli /peserta didik
diharapkan mengalami learning to learn (belajar untuk belajar), yakni
konseli/peserta didik mampu belajar untuk belajar. Bahwa hasil belajar saat ini
dapat mendasari dan menjadi bekal untuk proses pembelajaran berikutnya. Hasil
akhir dari bimbingan ini adalah konseli/peserta didik mampu belajar mandiri dan
belajar sepanjang dan sejagat hayat.
Peran
dan fungsi serta tanggung jawab guru di MI/SD, selain mengajar juga perlu
memperhatikan keragaman karakteristik perilaku peserta didik sebagai dasar
penentuan jenis bantuan dan layanan dalam bimbingan belajar, baik secara
individual maupun secara kelompok.
Dalam kenyataan sehari-hari sering
kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan metode tertentu yang kurang atau
tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran. Akibatnya, hasilnya tidak
memadai, bahkan mungkin merugikan semua pihak terutama pihak siswa dan
keluarganya, walaupun kebanyakan mereka tidak menyadari hal itu. Agar proses
belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran,
guru sebaiknya menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum
melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu
harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi
objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan
menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
karakteristik anak usia SD menurut Teori Jean Piaget?
2. Metode
pembelajaran apa sajakah yang dapat digunakan untuk anak usia SD?
3. Strategi
pendekatan apa yang digunakan konselor untuk anak usia SD?
4. Teknik
apa yang digunakan Konselor/Guru dalam pembelajaran?
3. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebagai
calon konselor dapat memahami karakteristik anak usia SD.
2. Sebagai
calon guru dapat mengetahui metode pembelajaran yang tepat untuk anak usia SD.
3. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Anak Usia SD Menurut Teori
Jean Piaget
Piaget mengidentifikasikan tahapan
perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor
usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap operasi konkret
usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke
atas. Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap
operasional kongkrit. Pada tahap ini dapat dicirikan dengan perkembangan sistem
pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Operasi itu
bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu
pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi. Tahap operasi konkret
dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan
nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain,
yaitu:
1) Adaptasi dengan gambaran yang
menyeluruh. Pada
tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan,
pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan
disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
2) Melihat dari berbagai macam segi. Anak pada tahap ini mulai dapat
melihat suatu objek atau persoalan secara sedikit menyeluruh dengan melihat
apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat
bersama-sama mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3) Seriasi Proses seriasi adalah proses
mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur
tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi
maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi
selanjutnuya.
4) Klasifikasi Menurut Piaget, bila anak yang
berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-macam objek dan disuruh membuat
klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
5) Bilangan. Dalam percobaan Piaget, pada tahap
operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan
dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak
telah berkembang.
6) Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang
anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu
benda. Pada umur 8 tahun anak sudah dapat mengerti relasi urutan waktu dan juga
koordinasi dengan waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep
waktu dan kecepatan.
7) Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian
probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan
kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8) Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak
pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa
yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam
melihat persoalan secara menyeluruh.
9) Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak
begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai
pikiran lain.
2.
Metode/Pendekatan
Pembelajaran untuk Anak Usia SD
Menurut Supriyo (Teknik Bimbingan
Klasikal, 2010) menyebutkan beberapa pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
1.
Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan Kontekstual (contextual
Teaching Learning - CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk
menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa. Selain itu,
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran berbasis CTL melibatkan
komponen utama pembelajarn produktif yaitu kontruktivisme (contructivim),
bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic
assessment).
Penerapan
CTL dalam kelas secara garis besar adalah :
a)
Kembangkan
pemikiran bahwa pebelajar akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilannya.
b)
Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
c)
Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d)
Ciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e)
Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran.
f)
Lakukan
refleksi di akhir pertemuan.
g)
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
2.
Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang
mengggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar cara
berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan masalah, memperoleh pengetahuan
dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
PBL
memiliki ciri-ciri, yaitu ;
1)
Pengajuan
pertanyaan atau masalah.
2)
Terintegrasi
dengan disiplin ilmu lain.
3)
Penyelidikan
otentik.
4)
Menghasilkan
produk / karya
Tujuan PBL
: mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, mendorong pengamatan dan
dialog dengan orang lain, melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri
yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia
nyata dengan pemahamannya sendiri, berusaha membantu siswa menjadi pebelajar
yang mandiri dan otonom.
Tahapan PBL
;
1)
Orientasi
pebelajar.
2)
Pembelajaran
kooperatif kepada masalah.
3)
Mengorganisasi
pebelajar untuk belajar.
4)
Membimbing
penyelidikan (individu/kelompok).
5)
Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
6)
Menganalisis
dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
3.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus
pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan
kondisi belajar untuk mencapai tujuan.
Elemen-elemen
yang harus hadir dalam pembelajaran kooperatif adalah salaing ketergantungan
secara potitif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan
keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial
secara sengaja diajarkan.
Cara menerapkan pembelajarn kooperatif dengan beberapa
metode yaitu :
a)
Metode
STAD (Student Teams Achievement Division)
Membagi
siswa di kelas ke dalam kelompok atau tim (4-5 orang) dengan anggota yang
heterogen, tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian
salaing membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi
antarsesama anggota tim. Satau atau dua minggu sekali guru mengevaluasi
penguasaan siswa, pengahrgaaan diberikan kepada individu atau tim yang meraih
prestasi tinggi.
b)
Metode
Jigsaw
Kelas
dibagi ke dalam beberapa tim (5-6 orang) dengan karakteristik yang heterogen.
Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa
bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama.
Selanjutnya perwakilan tim berkumpul pada kelompok yang disebut kelompok pakar
(expert group). Para siswa yang berada pada kelompok pakar kembali ke kelompok
semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah
dipelajari dalam kelompok pakar. Evaluasi secara individual dilakukan untuk
mengetahui kemampuan mereka. Individu atau tim yang berprestasi diberi
penghargaan oleh guru.
c)
Metode
GI (Group Investigation)
Pelibatan
siswa dalam sejak perencanaan, seperti dalam menentuka topik maupun cara untuk
mempelajarinya melalui investigasi. Para guru membagi kelas menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 5-6 orang dengan karakteristik yang heterogin atau
berdasar kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam
terhadap berbagai subtopik. Kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di
depan kelas secara keseluruhan. Deskripsi mengenai langkah-langkah metode GI
adalah :seleksi topik, merencanakn kerjasama, implementasi, analisis dan
sintesis, penyajian hasil akhir, dan evaluasi.
d)
Metode
structural
Metode ini
menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi
pola-pola interaksi siswa. Struktur tersebut ada yang menekankan pada tujuan
peningkatan penguasaan isi akademik ada pula struktur yang bertujuan untuk
mengajarkan keterampilan sosial. Struktur Think-pair-share dan numbered head
adalah struktur yang bertujuan meningkatkan penguasaan akademik, sedangkan
struktur active listening dan time tokens adalah struktur yang dapat digunakan
untuk mengajarkan keterampilan sosial.
4.
Strategi inkuiri
Strategi inkuiri adalah pembelajaran
dengan penemuan (inquiry) yang mendorong siswa belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka
memiliki pengalaman dan melakukan oercobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri dengan penemuan. Inkuiri adalah seni
dan ilmu bertanya serta menjawab. Inkuri melibatkan observasi dan pengkukuran,
pembuatan hipotesis dan interpretasi, pembentukan model dan pengujian model.
Inkuiri menuntut adanya eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan akan
keunggulan dan kelemahan metode-metodenya sendiri. Ketika guru menggunakan
inkuiri dalam proses pembelajannya, guru tidak boleh banyak bertanya atau
berbicara, dan intervensi. Adapun siklus inkuiri meliputi langkah observasi,
bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, penyimpulan.
Hal-hal lain yang disarankan pada
penggunaan inkuri adalah mendorong siswa agar mereka mengajukan dugaan awal
dengan cara guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan membimbing, gunakan bahan dan
permainan yang bervariasai, berikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan
keinginan mereka meskipun mereka mengajukan gagasan-gagasan yang tidak
berhubungan langsung dengan pelajarn yang diberikan, dan gunakan sejumlah
contoh yang kontras atau perlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar
mengenai topik-topik yang terkait.
5.
Pembelajaran Otentik
Pembelajaran otentik merupakan
pendekatan pembelajaran yang memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks
bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang
penting dalam konteks kehidupan nyata. Guru, dalam hal ini dapat membantu siswa
untuk belajar memecahkan masalah. Cara yang digunakan adalah guru memberi
tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan kaya dengan kandungan
akademik serta keterampilan yang terdapat dalam kehidupan nyata.
6.
Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas
Cara pembelajaran berbasis proyek
adalah dengan merancang lingkungan belajar siswa agar dapat melakukan
penyelidikan terhadap masalah-masalah otentik termasuk pendalaman materi suatu
topik mata pelajaran dan melakukan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini
memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam membentuk
pembelajarannya dan memunculkannya dalam produk nyata.
7.
Pembelajaran Berbasis Kerja
Pembelajaran berbasis kerja adalah
pembelajaran yang memerlukan pendekatan yang memungkinkan siswa menggunakan
konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah. Dalam
pembelajaran ini menjadikan tempat kerja atau sejenisnya dengan berbagai
aktivitasnya dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa
8.
Pembelajaran Berbasis Melayani
Pembelajaran berbasis melayani
adalah pembelajaran yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang
mengombinasikan melayani masyarakat dengan struktur berbasis sekolah untuk
merefleksikan pelayanan. Pembelajaran ini menekankan kepada hubungan antara
pengalaman melayani dan pembelajaran akademis.
3. Strategi
Pendekatan Pembelajaran Anak Usia SD
Ada dua
cara pendekatan dalam menggariskan strategi layanan bimbingan, yaitu :
1) Berdasarkan
jenis dan sifat kasus yang dihadapinya
Sesuai
dengan sifat permasalahannya, layanan bimbingan dapat diberikan kepada siswa
sebagai individual dan dapat pula diberikan kepada individu dalam kelompok.
Layanan bimbingan individual ini dapat digunakan jika permasalahan yang
dihadapi individu itu lebih bersifat pribadi dan memerlukan beberapa proses
yang mana dapat dilakukan oleh guru atau ahli psikolog. Sedangkan Layanan
bimbingan kelompok, diselenggarakan bila :
a.
Terdapat
sejumlah individu yang mempunyai permasalahan yang sama.
b.
Terdapat
masalah yang dialami oleh individu, namun perlu adanya hubungan dengan orang
lain.
Layanan bimbingan ini dapat dilakukan dengan cara:
a. Formal, seperti : diskusi, ceramah,
remedial teaching, sosiodrama, dan sebagainya.
b. Informal, seperti : rekreasi,
karyawisata, student self government, pesta olah raga, pentas seni, dan sebagainya.
2) Berdasarkan
Ruang Lingkup Permasalahan dan Pengorganisasiannya
Mathewson
mengidentifikasi tiga strategi umum penyelenggaraan layanan bimbingan, sebagai
berikut :
a.
The
strategy guidence thoughout the classroom
Dalam
strategi bimbingan melalui kelas ini, ada slogan yang berbunyi “Every teacher
is a guidance worker”, yang artinya bahwa setiap guru adalah petugas bimbingan.
Slogan ini menjiwai seluruh pemikiran dan praktik layanan sehingga bimbingan
dapat selalu terlaksana.
b.
The
strategy of guidance throughout supplementary services
Dalam
strategi bimbingan melalui layanan khusus yang bersifat suplementer ini dapat
dilakukan oleh petugas khusus yang ditujukan guna mengatasi masalah pokok
secara terpilih. Strategi ini merupakan pola layanan bimbingan pendidikan dan
vokasional.
c.
The
strategy of guidance as a comprehensive process trhoughtout the whole
curriculum and community
Dalam
strategi bimbingan sebagai suatu proses yang komprehensif melalui kegiatan
keseluruhan kurikulum dan masyarakat inimelibatkan semua komponen personalia
sekolah, siswa, orangtua, dan wakil-wakil masyarakat. Strategi ini memerlukan
fasilitas yang lebih lengkap dan menuntut terciptanya suatu kerja sama yang
harmonis di antara semua komponen yang terlibat.
Ada juga
pendapat lain yang menyebutkan bahwa strategi bimbingan konseling di SD adalah
sebagai berikut :
1. Strategi terintegrasi
2. Strategi klasikal
3. Strategi kelompok
4. Strategi individual
4. Teknik-teknik
Pembelajaran Anak SD
Teknik-teknik bimbingan untuk anak SD antara lain
dengan cara :
1. Teknik
Individual, terdiri dari:
a. Directive counseling
Dengan
teknik ini, konselor yang membuka jalan pemecahan yang dihadapi klien dengan
alasan bahwa:
·
Anak
yang belum matang mendiagnosis sendiri sukar memecahkan masalahnya, tanpa
bantuan dari pihak lain yang berpengalaman.
·
Anak
yang berkesulitan, sekalipun sudah diberi petunjuk apa yang harus dilakukan,
mereka tidak mau dan tidak berani.
·
Mungkin
ada masalah yang berat untuk dipecahkan oleh anak tanpa bantuan dari orang
lain.
b. Non-directive counseling
Dengan
prosedur ini, pelayanan bimbingan difokuskan pada anak yang bermasalah atau
disebut juga clien centered counseling. Adanya pelayanan bimbingan bukan
pelayanan yang mengambil inisiatif, tetapi klien sendiri yang mengambil
prakarsa, yang menentukan sendiri apakah dia membutuhkan pertolongan dari pihak
lain.
Carl Rogers memaparkan alas an sebagai berikut:
·
Setiap
individu mempunyai kemampuan yang besar untuk menyesuaikan diri serta memiliki
dorongan yang kuat untuk berdiri sendiri.
·
Pembimbing
hanya sebagai pengantar dan membantu klien dalam menciptakan suasana damai,
tenang, tidak tertekan, tidak merasa dipaksa dengan kesediannya menyatakan
kesulitannya kepada pembimbing.
c. Eclective counseling
Dengan
teknik ini, pelayanan tidak dipusatkan pada pembimbing atau klien, tetapi
masalah yang dihadapi itulah yang harus ditangani secara luwes, sehingga
tentang apa yang dipergunakan ssetiap waktu dapat diubah kalau memang
diperlukan. Alas an yang dikemukakan oleh F.P. Robinson antara lain:
·
Masalah
dan situasi penyuluh selalu berbeda dan masalah yang tidak terbatas pada satu
bidang kehidupan.
·
Langkah-langkah
penyuluh harus selalu disesuaikan dengan keperluan yang dituntut oleh situasi
penyuluhan.
2. Teknik
Kelompok, terdiri dari:
a. Home room
Merupakan
teknik bimbingan kelompok yang bertujuan agar para guru atau pertugas bimbingan
dapat mengenal murid-murid secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara
lebih efektif (Eddy Hendrarno, dkk; 2003). Jumlah anggota kelompok dapat berupa
kelompok kecil (5-10 orang) maupun kelompok besar (25-30 orang). Tujuan teknik
home room, selain untuk mengidentifikasikan masalah dapat pula membantu siswa
untuk memapu menghadapi dan mengatasi masalahnya. Home room dapat bersifat
preventif, kuratif dan korektif.
b. Field drip (karya wisata)
Kegiatan
karyawisata selain mrupakan kegiatan rekreasi ataupun salah satu metode
mengajar, dapat pula difungsikan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan
kelompok (Djumhur dalam Eddy Hendrarno, dkk;2003). Melalui kegiatan karyawisata
pertugas bimbingan dapat mengarahkan murid untuk belajar melakukan penyesuaian
diri dalam kehidupan kelompok. Melalui kegiatan ini bagi murid tertentu
mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakatnya atau timbulnya minat dan cita-cita
yang berkaitan dengan obyek tersebut. Tujuan teknik ini adalah pemberian
informasi, pembentukan sikap danpengembangan bakat serta minat.
c. Group discussion
Diskusi
kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang dilakukan dalam
kelompok kecil (5-10 orang). Masalah yang didiskusikan biasanya telah
ditentukan oleh guru atau pembimbing. Waktu yang dipergunakan tergantung pada
jenis masalah, banyaknya masalah serta kemampuan dan pengalaman murid. Pada
umumya diskusi kelompok berlangsung antara 30-60 menit.
d. Pelajaran bimbingan
Teknik
bimbingan kelompok ini dilakukan pada kelompok murid yang sudah
dibentuk untuk keperluan pengajaran (Winkel dalam Eddy Hendrarno;2003).
Bimbingan dilakukan dalam kelompok-kelompok kelas yang telah ada. Pembimbing
masuk dalam kelas seperti guru biasa, tidak mengajarkan mata pelajaran seperti
dalam silabus, melainkan menyampaikan dan membahas masalah bimbingan.
e. Kelompok bekerja
Kelompok
kerja dibentuk dengan memperhatikan tingkah laku kemampuan, jenis kelamin,
tempat tinggal dan jalinan hubungan social. Bimbingan dilakukan dengan
memberikan kegiatan tugas-tugas belajar atau tugas-tugas kerja lain. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar, menyalurkan bakat dan minat,
mebentuk sikap kooperatif dan kompetitif yang sehat, meningkatkan penyesuaian
social, yang kesemuanya akan mengarhakan pada perkembangan murid.
f. Pengajaran remidi
Pengajaran
remidi diberikan kepada murid-murid yang mengalami kesulitan belajar. Dalam
pelaksanaannya dapat secara berkelompok maupun individual, tergantung jenis
kesulitan belajar maupunjumlah murid yang mengalami kesulitan. Letak unsure
bimbingannya ada pada pembentukan sikap belajar, termasuk pemahaman diri akan
kemampuannya erta timbulnya minat dan dorongan untuk belajar.
g. Ceramah bimbingan
Kegiatan
ini hamper sama dengan pengajaran bimbingan. Perbedaanya terletak pada tempat.
Ceramah bimbingan tidak selalu dalam kelas, tapi dalam ruang-ruang besar dalam
jumlah yang besar pula. Kelompk murid yang diberi ceramah bimbingan tergantung
pada tujuan bimbingan. Ceramah bimbingan juga bukan merupakan khotbah,
sebab dalam kegiatan ini murid diberi kesempatan untuk berpendapat dan didorong
aktif serta dilanjutkan dengan follow up.
h. Organisasi murid
Pembimbing
sekolah dapat mengarahkan agar murid dapat mengenal berbagai aspek kehidupan
social, mengembangkan sikap kepemimpinan dan kerjasama, rasa tanggung jawab dan
harga diri. Tujuannya antara lain menyangkut penyesuaian diri, sikap
kepemimpinan dan kerjasama dan pemecahan masalah.
i. Sosiodrama dan psikodrama
Antara
sosiodrama dan psikodrama mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dalam
bimbingan. Bedanya, terletak pada jenisnya cerita yang dimainkan dan tekanan
masalah yang hendak diceritakan. Pada sosiodrama lebih menekankan pada masalah
psikis. Meskipun demikian antara keduanya sagat erat hubunganya dan
kadang-kadang sulit dibedakan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jean Piaget seorang pakar yang
banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia,
mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri atas 4
tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua usia
tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama untuk
setiap orang. Anak SD merupakan tahap ke 3 yaitu Operasi Konkret yang ciri
pokoknya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret.
Bagi
calon konselor/guru, teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan
menggunakan teori ini, guru dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan
tertentu pada kemampuan berpikir anak di kelasnya. Dengan demikian guru bisa
memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara
penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya,
sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Gunarsa, Singgih D.1990.Dasar
dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta:PT. BPK Gunung Mulia
Sagala, Syaiful.2007.Konsep
dan Makna Pembelajaran.Bandung:CV Alfabeta
Sungkar, Farida Salim.2011.Psikologi Perkembangan 1. Yogyakarta:Universitas PGRI Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar