Selasa, 03 September 2013

Metode Pembelajaran Anak Usia SD


BAB I
PENDAHULUAN 
1.    Latar Belakang
            Ada berbagai masalah yang dihadapi siswa, mulai dari ketegangan karena tugas-tugas yang diberikan, ketidakmampuan mengerjakan tugas, persaingan dengan teman, kemampuan dasar intelektual yang kurang, kurangnya dukungan orang tua, guru yang kurang ramah, dan lain-lain. Masalah-masalah tersebut tidak selalu dapat diselesaikan dalam situasi belajar-mengajar di kelas, melainkan memerlukan pelayanan secara khusus oleh guru di luar situasi proses pembelajaran. Melalui bimbingan belajar konseli /peserta didik diharapkan mengalami learning to learn (belajar untuk belajar), yakni konseli/peserta didik mampu belajar untuk belajar. Bahwa hasil belajar saat ini dapat mendasari dan menjadi bekal untuk proses pembelajaran berikutnya. Hasil akhir dari bimbingan ini adalah konseli/peserta didik mampu belajar mandiri dan belajar sepanjang dan sejagat hayat.
Peran dan fungsi serta tanggung jawab guru di MI/SD, selain mengajar juga perlu memperhatikan keragaman karakteristik perilaku peserta didik sebagai dasar penentuan jenis bantuan dan layanan dalam bimbingan belajar, baik secara individual maupun secara kelompok.
            Dalam kenyataan sehari-hari sering kita jumpai sejumlah guru yang menggunakan metode tertentu yang kurang atau tidak cocok dengan isi dan tujuan pengajaran. Akibatnya, hasilnya tidak memadai, bahkan mungkin merugikan semua pihak terutama pihak siswa dan keluarganya, walaupun kebanyakan mereka tidak menyadari hal itu. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan dapat mencapai tujuan pembelajaran, guru sebaiknya menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna.

2.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Bagaimana karakteristik anak usia SD menurut Teori Jean Piaget?
2.    Metode pembelajaran apa sajakah yang dapat digunakan untuk anak usia SD?
3.    Strategi pendekatan apa yang digunakan konselor untuk anak usia SD?
4.    Teknik apa yang digunakan Konselor/Guru dalam pembelajaran?

3.    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.    Sebagai calon konselor dapat memahami karakteristik anak usia SD.
2.    Sebagai calon guru dapat mengetahui metode pembelajaran yang tepat untuk anak usia SD.
3.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik.

BAB II
PEMBAHASAN

1.  Karakteristik Anak Usia SD Menurut Teori Jean Piaget
Piaget mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap operasi konkret usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas. Berdasarkan uraian di atas, siswa sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit. Pada tahap ini dapat dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi. Tahap operasi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
1)    Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
2)    Melihat dari berbagai macam segi. Anak pada tahap ini mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sedikit menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersama-sama mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3)    Seriasi Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnuya.
4)    Klasifikasi Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-macam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
5)    Bilangan. Dalam percobaan Piaget, pada tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
6)    Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudah dapat mengerti relasi urutan waktu dan juga koordinasi dengan waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
7)    Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
8)    Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget  masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
9)    Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.

2.   Metode/Pendekatan Pembelajaran untuk Anak Usia SD
Menurut Supriyo (Teknik Bimbingan Klasikal, 2010) menyebutkan beberapa pendekatan dalam pembelajaran, yaitu:
1.    Pendekatan Kontekstual
            Pendekatan Kontekstual (contextual Teaching Learning - CTL) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata siswa. Selain itu, mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.       Pembelajaran berbasis CTL melibatkan komponen utama pembelajarn produktif yaitu kontruktivisme (contructivim), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Penerapan CTL dalam kelas secara garis besar adalah :
a)    Kembangkan pemikiran bahwa pebelajar akan belajar lebih bermakna dengan bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilannya.
b)    Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topic.
c)    Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d)    Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).
e)    Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f)     Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g)    Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.    Pembelajaran Berbasis Masalah
            Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang mengggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan masalah, memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
           
            PBL memiliki ciri-ciri, yaitu ;
1)    Pengajuan pertanyaan atau masalah.
2)    Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain.
3)    Penyelidikan otentik.
4)    Menghasilkan produk / karya
           
            Tujuan PBL : mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dengan pemahamannya sendiri, berusaha membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri dan otonom.

            Tahapan PBL ;
1)    Orientasi pebelajar.
2)    Pembelajaran kooperatif kepada masalah.
3)    Mengorganisasi pebelajar untuk belajar.
4)    Membimbing penyelidikan (individu/kelompok).
5)    Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
6)    Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

3.    Pembelajaran Kooperatif
            Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan.
            Elemen-elemen yang harus hadir dalam pembelajaran kooperatif adalah salaing ketergantungan secara potitif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial secara sengaja diajarkan.

Cara menerapkan pembelajarn kooperatif dengan beberapa metode yaitu :

a)    Metode STAD (Student Teams Achievement Division)
            Membagi siswa di kelas ke dalam kelompok atau tim (4-5 orang) dengan anggota yang heterogen, tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian salaing membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antarsesama anggota tim. Satau atau dua minggu sekali guru mengevaluasi penguasaan siswa, pengahrgaaan diberikan kepada individu atau tim yang meraih prestasi tinggi.

b)    Metode Jigsaw
            Kelas dibagi ke dalam beberapa tim (5-6 orang) dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama. Selanjutnya perwakilan tim berkumpul pada kelompok yang disebut kelompok pakar (expert group). Para siswa yang berada pada kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Evaluasi secara individual dilakukan untuk mengetahui kemampuan mereka. Individu atau tim yang berprestasi diberi penghargaan oleh guru.
c)    Metode GI (Group Investigation)
            Pelibatan siswa dalam sejak perencanaan, seperti dalam menentuka topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Para guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-6 orang dengan karakteristik yang heterogin atau berdasar kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik. Kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Deskripsi mengenai langkah-langkah metode GI adalah :seleksi topik, merencanakn kerjasama, implementasi, analisis dan sintesis, penyajian hasil akhir, dan evaluasi.

d)    Metode structural
            Metode ini menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa. Struktur tersebut ada yang menekankan pada tujuan peningkatan penguasaan isi akademik ada pula struktur yang bertujuan untuk mengajarkan keterampilan sosial. Struktur Think-pair-share dan numbered head adalah struktur yang bertujuan meningkatkan penguasaan akademik, sedangkan struktur active listening dan time tokens adalah struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial.

4.    Strategi inkuiri
            Strategi inkuiri adalah pembelajaran dengan penemuan (inquiry) yang mendorong siswa belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka memiliki pengalaman dan melakukan oercobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri dengan penemuan. Inkuiri adalah seni dan ilmu bertanya serta menjawab. Inkuri melibatkan observasi dan pengkukuran, pembuatan hipotesis dan interpretasi, pembentukan model dan pengujian model. Inkuiri menuntut adanya eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan akan keunggulan dan kelemahan metode-metodenya sendiri. Ketika guru menggunakan inkuiri dalam proses pembelajannya, guru tidak boleh banyak bertanya atau berbicara, dan intervensi. Adapun siklus inkuiri meliputi langkah observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data, penyimpulan.

            Hal-hal lain yang disarankan pada penggunaan inkuri adalah mendorong siswa agar mereka mengajukan dugaan awal dengan cara guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan membimbing, gunakan bahan dan permainan yang bervariasai, berikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan keinginan mereka meskipun mereka mengajukan gagasan-gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pelajarn yang diberikan, dan gunakan sejumlah contoh yang kontras atau perlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik yang terkait.

5.    Pembelajaran Otentik
            Pembelajaran otentik merupakan pendekatan pembelajaran yang memperkenalkan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Guru, dalam hal ini dapat membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah. Cara yang digunakan adalah guru memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan kaya dengan kandungan akademik serta keterampilan yang terdapat dalam kehidupan nyata.

6.    Pembelajaran Berbasis Proyek/Tugas
            Cara pembelajaran berbasis proyek adalah dengan merancang lingkungan belajar siswa agar dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah otentik termasuk pendalaman materi suatu topik mata pelajaran dan melakukan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenalkan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam membentuk pembelajarannya dan memunculkannya dalam produk nyata.

7.    Pembelajaran Berbasis Kerja
            Pembelajaran berbasis kerja adalah pembelajaran yang memerlukan pendekatan yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah. Dalam pembelajaran ini menjadikan tempat kerja atau sejenisnya dengan berbagai aktivitasnya dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa

8.    Pembelajaran Berbasis Melayani
            Pembelajaran berbasis melayani adalah pembelajaran yang memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengombinasikan melayani masyarakat dengan struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan pelayanan. Pembelajaran ini menekankan kepada hubungan antara pengalaman melayani dan pembelajaran akademis.


3.  Strategi Pendekatan Pembelajaran Anak Usia SD
            Ada dua cara pendekatan dalam menggariskan strategi layanan bimbingan, yaitu :

1)    Berdasarkan jenis dan sifat kasus yang dihadapinya
            Sesuai dengan sifat permasalahannya, layanan bimbingan dapat diberikan kepada siswa sebagai individual dan dapat pula diberikan kepada individu dalam kelompok. Layanan bimbingan individual ini dapat digunakan jika permasalahan yang dihadapi individu itu lebih bersifat pribadi dan memerlukan beberapa proses yang mana dapat dilakukan oleh guru atau ahli psikolog. Sedangkan Layanan bimbingan kelompok, diselenggarakan bila :
a.    Terdapat sejumlah individu yang mempunyai permasalahan yang sama.
b.    Terdapat masalah yang dialami oleh individu, namun perlu adanya hubungan dengan orang lain.
Layanan bimbingan ini dapat dilakukan dengan cara:
a.    Formal, seperti : diskusi, ceramah, remedial teaching, sosiodrama, dan sebagainya.
b.    Informal, seperti : rekreasi, karyawisata, student self government, pesta olah raga, pentas seni, dan sebagainya.



2)    Berdasarkan Ruang Lingkup Permasalahan dan Pengorganisasiannya
            Mathewson mengidentifikasi tiga strategi umum penyelenggaraan layanan bimbingan, sebagai berikut :


a.    The strategy guidence thoughout the classroom
            Dalam strategi bimbingan melalui kelas ini, ada slogan yang berbunyi “Every teacher is a guidance worker”, yang artinya bahwa setiap guru adalah petugas bimbingan. Slogan ini menjiwai seluruh pemikiran dan praktik layanan sehingga bimbingan dapat selalu terlaksana.
b.    The strategy of guidance throughout supplementary services
            Dalam strategi bimbingan melalui layanan khusus yang bersifat suplementer ini dapat dilakukan oleh petugas khusus yang ditujukan guna mengatasi masalah pokok secara terpilih. Strategi ini merupakan pola layanan bimbingan pendidikan dan vokasional.
c.    The strategy of guidance as a comprehensive process trhoughtout the whole curriculum and community
            Dalam strategi bimbingan sebagai suatu proses yang komprehensif melalui kegiatan keseluruhan kurikulum dan masyarakat inimelibatkan semua komponen personalia sekolah, siswa, orangtua, dan wakil-wakil masyarakat. Strategi ini memerlukan fasilitas yang lebih lengkap dan menuntut terciptanya suatu kerja sama yang harmonis di antara semua komponen yang terlibat.

            Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa strategi bimbingan konseling di SD adalah sebagai berikut :
1.    Strategi terintegrasi
2.    Strategi klasikal
3.    Strategi kelompok
4.    Strategi individual




4.  Teknik-teknik Pembelajaran Anak SD
Teknik-teknik bimbingan  untuk anak SD antara lain dengan cara :
1.    Teknik Individual, terdiri dari:
a.    Directive counseling
            Dengan teknik ini, konselor yang membuka jalan pemecahan yang dihadapi klien dengan alasan bahwa:
·         Anak yang belum matang mendiagnosis sendiri sukar memecahkan masalahnya, tanpa bantuan dari pihak lain yang berpengalaman.
·         Anak yang berkesulitan, sekalipun sudah diberi petunjuk apa yang harus dilakukan, mereka tidak mau dan tidak berani.
·         Mungkin ada masalah yang berat untuk dipecahkan oleh anak tanpa bantuan dari orang lain.
b.    Non-directive counseling
            Dengan prosedur ini, pelayanan bimbingan difokuskan pada anak yang bermasalah atau disebut juga clien centered counseling. Adanya pelayanan bimbingan bukan pelayanan yang mengambil inisiatif, tetapi klien sendiri yang mengambil prakarsa, yang menentukan sendiri apakah dia membutuhkan pertolongan dari pihak lain.
Carl Rogers memaparkan alas an sebagai berikut:
·         Setiap individu mempunyai kemampuan yang besar untuk menyesuaikan diri serta memiliki dorongan yang kuat untuk berdiri sendiri.
·         Pembimbing hanya sebagai pengantar dan membantu klien dalam menciptakan suasana damai, tenang, tidak tertekan, tidak merasa dipaksa dengan kesediannya menyatakan kesulitannya kepada pembimbing.
c.    Eclective counseling
            Dengan teknik ini, pelayanan tidak dipusatkan pada pembimbing atau klien, tetapi masalah yang dihadapi itulah yang harus ditangani secara luwes, sehingga tentang apa yang dipergunakan ssetiap waktu dapat diubah kalau memang diperlukan. Alas an yang dikemukakan oleh F.P. Robinson antara lain:
·         Masalah dan situasi penyuluh selalu berbeda dan masalah yang tidak terbatas pada satu bidang kehidupan.
·         Langkah-langkah penyuluh harus selalu disesuaikan dengan keperluan yang dituntut oleh situasi penyuluhan.

2.    Teknik Kelompok, terdiri dari:
a.    Home room
            Merupakan teknik bimbingan kelompok yang bertujuan agar para guru atau pertugas bimbingan dapat mengenal murid-murid secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara lebih efektif (Eddy Hendrarno, dkk; 2003). Jumlah anggota kelompok dapat berupa kelompok kecil (5-10 orang) maupun kelompok besar (25-30 orang). Tujuan teknik home room, selain untuk mengidentifikasikan masalah dapat pula membantu siswa untuk memapu menghadapi dan mengatasi masalahnya. Home room dapat bersifat preventif, kuratif dan korektif.

b.    Field drip (karya wisata)
            Kegiatan karyawisata selain mrupakan kegiatan rekreasi ataupun salah satu metode mengajar, dapat pula difungsikan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan kelompok (Djumhur dalam Eddy Hendrarno, dkk;2003). Melalui kegiatan karyawisata pertugas bimbingan dapat mengarahkan murid untuk belajar melakukan penyesuaian diri dalam kehidupan kelompok. Melalui kegiatan ini bagi murid tertentu mendapat kesempatan untuk mengembangkan bakatnya atau timbulnya minat dan cita-cita yang berkaitan dengan obyek tersebut. Tujuan teknik ini adalah pemberian informasi, pembentukan sikap danpengembangan bakat serta minat.

c.    Group discussion
            Diskusi kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan kelompok yang dilakukan dalam kelompok kecil (5-10 orang). Masalah yang didiskusikan biasanya telah ditentukan oleh guru atau pembimbing. Waktu yang dipergunakan tergantung pada jenis masalah, banyaknya masalah serta kemampuan dan pengalaman murid. Pada umumya diskusi kelompok berlangsung antara 30-60 menit.

d.    Pelajaran bimbingan
            Teknik bimbingan  kelompok ini dilakukan pada  kelompok murid yang sudah dibentuk untuk keperluan pengajaran (Winkel dalam Eddy Hendrarno;2003). Bimbingan dilakukan dalam kelompok-kelompok kelas yang telah ada. Pembimbing masuk dalam kelas seperti guru biasa, tidak mengajarkan mata pelajaran seperti dalam silabus, melainkan menyampaikan dan membahas masalah bimbingan.

e.    Kelompok bekerja
            Kelompok kerja dibentuk dengan memperhatikan tingkah laku kemampuan, jenis kelamin, tempat tinggal dan jalinan hubungan social. Bimbingan dilakukan dengan memberikan kegiatan tugas-tugas belajar atau tugas-tugas kerja lain. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan belajar, menyalurkan bakat dan minat, mebentuk sikap kooperatif dan kompetitif yang sehat, meningkatkan penyesuaian social, yang kesemuanya akan mengarhakan pada perkembangan murid.

f.     Pengajaran remidi
            Pengajaran remidi diberikan kepada murid-murid yang mengalami kesulitan belajar. Dalam pelaksanaannya dapat secara berkelompok maupun individual, tergantung jenis kesulitan belajar maupunjumlah murid yang mengalami kesulitan. Letak unsure bimbingannya ada pada pembentukan sikap belajar, termasuk pemahaman diri akan kemampuannya erta timbulnya minat dan dorongan untuk belajar.

g.    Ceramah bimbingan
            Kegiatan ini hamper sama dengan pengajaran bimbingan. Perbedaanya terletak pada tempat. Ceramah bimbingan tidak selalu dalam kelas, tapi dalam ruang-ruang besar dalam jumlah yang besar pula. Kelompk murid yang diberi ceramah bimbingan tergantung pada tujuan bimbingan.  Ceramah bimbingan juga bukan merupakan khotbah, sebab dalam kegiatan ini murid diberi kesempatan untuk berpendapat dan didorong aktif serta dilanjutkan dengan follow up.

h.    Organisasi murid
            Pembimbing sekolah dapat mengarahkan agar murid dapat mengenal berbagai aspek kehidupan social, mengembangkan sikap kepemimpinan dan kerjasama, rasa tanggung jawab dan harga diri. Tujuannya antara lain menyangkut penyesuaian diri, sikap kepemimpinan dan kerjasama dan pemecahan masalah.

i.      Sosiodrama dan psikodrama
            Antara sosiodrama dan psikodrama mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dalam bimbingan. Bedanya, terletak pada jenisnya cerita yang dimainkan dan tekanan masalah yang hendak diceritakan. Pada sosiodrama lebih menekankan pada masalah psikis. Meskipun demikian antara keduanya sagat erat hubunganya dan kadang-kadang sulit dibedakan.

BAB III
PENUTUP


1.  Kesimpulan


            Jean Piaget seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia, mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama untuk setiap orang. Anak SD merupakan tahap ke 3 yaitu Operasi Konkret yang ciri pokoknya anak mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret.
Bagi calon konselor/guru, teori Piaget jelas sangat relevan, karena dengan menggunakan teori ini, guru dapat mengetahui adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di kelasnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing.


DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D.1990.Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta:PT. BPK Gunung Mulia
Sagala, Syaiful.2007.Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung:CV Alfabeta
Sungkar, Farida Salim.2011.Psikologi Perkembangan 1. Yogyakarta:Universitas PGRI Yogyakarta

0 komentar: