Rabu, 04 September 2013

KONSELING BEHAVIORISTIK


DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...1
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………….2
Tujuan………………………………………………………………………………………..2
Manfaat……………………………………………………………………………………....3
BAB II: PEMBAHASAN
Konsep Pokok………………………………………………………………………………..4
Proses Konseling……………………………………………………………………………..5
Metode-Metode……………………………………………………………………………...7
Teknik-Teknik………………………………………………………………………………..8
Kritik…………………………………………………………………………………………9
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………………………………………….10
BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
            Saat ini kita hidup dalam dunia yang kompleks, sibuk, dan terus berubah. Hal tersebut membuat beberapa masalah, khususnya dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan masalah-masalah yang muncul banyak dialami oleh para siswa, misalnya masalah belajar, masalah pribadi siswa, maupun masalah psikologi siswa. Hal tersebut membuat beberapa masalah yang dapat menggangu dalam proses pendidikan.
            Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam dunia pendidikan, salah satu di antaranya adalah dengan mencari dan memberikan solusi pada anak itu sendiri atau bisa disebut konseling. Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan tiap sekolah bahkan tiap anak berbeda-beda, oleh katena itu dibutuhkan solusi yang berbeda pula sehingga beberapa teori-teori tentang konseling ini bermunculan. Dalam melakukan konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, maka dari itu muncul istilah konselor. Konselor memberi solusi pada masalah-masalah yang diharapkan dapat membantu dalam dunia pendidikan.
            Tapi konselor pun harus mengerti mengenai teori dalam bimbingan konseling, hal ini agar konselor mampu untuk mengatasi masalah dengan cara yang tepat yang sesuai dengan teori konseling.
            Maka dalam makalah ini yang akan dibahas adalah mengenai konseling behavioral. Diharapkan dengan makalah ini, maka pembaca akan mampu mengerti, memahami, dan mengaplikasikan apa yang ada dalam makalah ini.

2.     Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.      Sebagai bahan ajar bagi para calon konselor.
2.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Konseling.


2
3.     Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1.      Diperoleh pemahaman yang mendalam tentang Konseling Behavioristik.
2.      Sebagai panduan dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli.

BAB II
PEMBAHASAN

1.     Konsep Pokok
            Tokoh dalam teori ini antara lain John D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E. Hosford, Bandura, Wolpe dan sebagainya. Konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
            Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 188) member ciri konseling behavioral sebagai berikut:
1)      Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dank arena itu dapat diubah.
2)      Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.
3)      Prinsip-prinsip belajar special seperti “reinforcement” dan “social Modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
4)      Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus di luar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5)      Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
                        Hal yang mendasar dalam konseling behavioral adalah prinsip penguatan (reinforcement) sebagai suatu kreasi dalam upaya memperkuat atau mendukung suatu perilaku yang dikehendaki. Konsep penguatan ini berasal dari percobaan Pavlov (Teori Clasical Conditioning), dan Skinner (Teori Instrumental Conditioning). Ada tiga macam hal yang dapat memberi penguatan yaitu Positive reinvorcer, negative reinvorcer, and no consequence and neutral stimuli.

4
                        Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macam-macam penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.

2.     Proses Konseling
            Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190), Konseling behavioral merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah belajar dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu orang (klien) belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu dalam proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
            Tujuan konseling dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: memperbaiki perilaku salah sesuai, belajar tentang proses pembuatan keputusan, dan pencegahan timbulnya masalah.
            Menurut aliran teori-teori belajar Behavioristik, manusia belajar dengan berbagai cara, antara lain Belajar Signal menurut Konsepsi Pavlov, Belajar melalui Peneguhan atau Penguatan (Reinforcement) menurut konsepsi Skinner, dan Belajar dari Model menurut konsepsi Bandura. Dalam semua konsep itu dipegang paradigm Stimulus-Respon (S - R). Dalam konsepsi Pavlov dan Skinner, reaksi mengikuti rangsangan secara spontan tanpa melalui suatu proses kognitif lebih dahulu seperti mengadakan persepsi dan berpikir, ini juga terjadi pada manusia. Konsepsi ketiga menerima kemungkinan terjadi sesuatu dalam diri subjek yang bereaksi terhadap suatu rangsangan, seperti berpikir mengenai reaksi yang sebaliknya diberikan. Konsepsi-konsepsi yang lain memberikan banyak perhatian pada apa yang terjadi dalam diri subjek sesudah menerima rangsangan dan sebelum memberikan reaksi, lebih-lebih pada manusia yang belajar. Dalam hal ini diikuti paradigm S-r-R, dimana r adalah tanggapan kognitif terhadap S sebelum memberikan R. Tanggapan kognitif itu tidak dapat langsung diamati karena berlangsung dalam batin, namun ikut menentukan R yang diberikan.       

5
            Dollard dan Miller membedakan antara reaksi-reaksi yang tidak langsung, tetapi berfungsi sebagai perantara (mediating response) dan berpengaruh terhadap reaksi yang akhirnya diberikan. Reaksi yang tidak langsung itu bersifat internal dan berupa reaksi pikiran (r), yang mungkin disertai pembahasan atau kata-kata yang diucapkan kepada diri sendiri. Dengan demikian, terdapat kemungkinan orang mengubah perilakunya (R) yang sampai sekarang ini, dengan berpikir dahulu (r) tentang reaksinya (perilakunya) yang seharusnya terhadap rangsangan tertentu.
Dalam rangka pendekatan Behavioristik dalam konseling, rangkaian S-R dikonsepsikan sebagai rangkaian Antecedent-Behavior-Consequence, yang disebut model ABC. Antecedent adalah kejadian atau kejadian-kejadian yang mendahului Bahavior. Consequence adalan efek-efek yang mengikuti atau berlangsung sesudah Behavior. Perilaku (Behavior) sama dengan yang di atas disebut reaksi (Response). Kejadian atau pengalaman yang berlangsung sebelum perilaku muncul (Antecedent), sama dengan yang di atas disebut rangsangan (Stimulus). Efek yang timbul sesudah perilaku (Consequence) sama dengan yang dalam konsepsi Skinner disebut peneguhan atau penguatan (Reinforcement), yaitu efek yang memperbesar kemungkinan bahwa perilaku yang sama akan muncul kembali pada lain kesempatan bila rangsangan yang sama diberikan.
            Setelah diadakan analisis kasus, konselor akan membantu konseli untuk mencari jalan keluar dari asalah yang dihadapi sekarang, dengan mengembangkan suatu cara bertingkah laku yang lebih sesuai. Dalam hal ini dapat ditempuh dua jalan atau diterapkan dua siasat, yaitu:
a)      Mengubah respon/reaksi terbuka (R) atau perilaku (B) secara langsung, tanpa mengusahakan perubahan dalam respon/reaksi tertutup (r) atau cara berpikir lebih dahulu.
b)      Mengubah reson/reaksi tertutup (r) lebih dahulu, lebih-lebih tanggapan pikiran dalam batin seseorang; sebagai akibat respon/reaksi terbuka (R) akan berubah pula, namun tidak secara langsung.
                        Urutan pemilihan dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier dan Cormier (Corey, 1986,178) sebagai salah satu bentuk kerjasama antara konselor dengan klien, adalah:

6
1)      Konselor menjelaskan maksud tujuan.
2)      Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling.
3)      Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4)      Bersama-sama menjajagi apakah tujuan-tujuan itu realistic.
5)      Mereka mendiskusikan kemungkinan manfaat-manfaat tujuan.
6)      Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian0kerugian tujuan.
7)      Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut: untuk melanjutkan konseling, atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari referral.


3.     Metode Konseling
            Mengenai metode konseling, Krumboltz mengkategorikan menjadi empat pendekatan, yaitu:
1)      Operant Learning
            Dari pendekatan operant learning hal yang penting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki. Konselor hendaknya dapat memilih tindakannya agar dapat memberikan penguatan terhadap perilaku klien. Dalam penguatan ini ada empat hal yang perlu diperhatikan yaitu (1). Penguatan  yang diterapkan hendaknya memiliki cukup kemungkinan untuk mendorong klien, (2). Penguatan hendaknya dilaksanakan secara sistematis, (3). Konselor harus mengetahui kapan dan bagaimana memberikan penguatan, (4). Konselor harus dapat merancang perilaku yang memerlukan penguatan.
2)      Unitative Learning atau Social Modeling
            Metode ini diterapkan oleh konselor dengan merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien. Model-model perilaku adaptif dapat dalam bentuk rekaman, pengajaran berprogram, video, film, orang atau biografi.

7
Model-model yang dipilih hendaknya merupakan suatu subjek yang berprestise, kompeten, dapat diketahui, atraktif (menarik), dan berpengaruh. Semua akan berpengaruh kepada klien apabila memiliki kemiripan dengan klien.
3)      Cognitive Learning
            Metode cognitive learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien, dan bermain peranan. Metode ini lebih banyak menekankan aspek perubahan kognitif klien dalam upaya membantu klien memecahkan masalahnya.
4)      Emotional Learning
            Metode emotional learning atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan. Pelaksanaannya dilakukan dalam situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu rangsangan lain yang menyenangkan. Dengan cara itu maka kecemasan dapat berkurang dan akhirnya dapat dihilangkan.

4.     Teknik-Teknik
            Adapun teknik-teknik yang biasa digunakan dalam keempat pendekatan metode diatas antara lain; desentisisasi sistematis, metode latihan rileks, teknik-teknik penguatan, pembuatan model restructuring kognitif, penghentian pikiran, latihan ketegasan, latihan keterampilan social, program manajemen diri, pengulangan perilaku, latihan khusus, teknik-teknik terapi multimodal, tugas-tugas pekerjaan rumah.
            Penggunaan teknik-teknik oleh konselor behaviorial tergantung kepada berbagai variable, antara lain: (1). Kelebihan dan perilaku klien, (2). Macam masalah klien yang memerlukan bantuan, (3). Macam dan nilai penguatan yang tersedia dalam lingkungan klien, (4). Orang lain yang mempunyai arti tertentu bagi kehidupan klien dan dapat membantu konselor dalam meningkatkan perubahan perilaku yang dikehendaki.


5.     Kritik
Beberapa kritik terhadap konseling behavioral adalah antara lain:
1.      Konseling behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat manipulative, dan mengabaikan hubungan antarpribadi.
2.      Konseling behavioral lebih terkonsentrasi pada teknik.
3.      Meskipun konselor behavioral menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut perlakuan yang unik dan spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama dengan klien lain dan oleh karena itu tidak menuntut suatu strategi konseling yang unik.
4.      Konstruk belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu hipotesis yang harus dites.
5.      Perubahan klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang lain.

BAB III
PENUTUP

1.     Kesimpulan
            Teori belajar behaviorisme mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Oleh karena itu, pendekatan behavioristik dalam konseling menganal banyak variasi dalam prosedur, metode, dan teknik yang diterapkan. Meskipun demikian, pelopor-pelopor pendekatan behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupakan hasil suatu proses belajar dan, karena itu, dapat diubah dengan belajar baru. Dengan demikian, proses konseling pada dasarnya pun dipandang sebagai suatu proses belajar.

0 komentar: