DAFTAR
ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...1
BAB I: PENDAHULUAN
Latar Belakang……………………………………………………………………………….2
Tujuan………………………………………………………………………………………..2
Manfaat……………………………………………………………………………………....3
BAB II: PEMBAHASAN
Konsep
Pokok………………………………………………………………………………..4
Proses
Konseling……………………………………………………………………………..5
Metode-Metode……………………………………………………………………………...7
Teknik-Teknik………………………………………………………………………………..8
Kritik…………………………………………………………………………………………9
BAB III: PENUTUP
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Saat ini kita hidup dalam dunia yang kompleks, sibuk, dan terus
berubah. Hal tersebut membuat beberapa masalah, khususnya dalam dunia
pendidikan. Dalam dunia pendidikan masalah-masalah yang muncul banyak dialami oleh para siswa,
misalnya masalah belajar,
masalah pribadi siswa, maupun
masalah psikologi siswa. Hal tersebut membuat beberapa masalah yang dapat
menggangu dalam proses pendidikan.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang
timbul dalam dunia pendidikan, salah satu di antaranya
adalah dengan mencari dan
memberikan solusi pada anak itu sendiri atau bisa disebut konseling.
Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan tiap sekolah bahkan tiap anak
berbeda-beda, oleh katena itu dibutuhkan solusi yang berbeda pula sehingga
beberapa teori-teori tentang konseling ini bermunculan. Dalam melakukan
konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, maka dari itu muncul
istilah konselor. Konselor memberi solusi pada masalah-masalah yang diharapkan
dapat membantu dalam dunia pendidikan.
Tapi konselor pun harus mengerti mengenai teori dalam bimbingan konseling, hal ini
agar konselor mampu untuk mengatasi masalah dengan cara yang tepat yang sesuai dengan
teori konseling.
Maka dalam makalah ini yang akan dibahas adalah mengenai
konseling behavioral.
Diharapkan dengan makalah ini, maka pembaca akan mampu mengerti, memahami, dan
mengaplikasikan apa yang ada dalam makalah ini.
2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebagai bahan ajar bagi para calon konselor.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi
Konseling.
2
3. Manfaat
Manfaat
yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1. Diperoleh pemahaman yang mendalam tentang
Konseling Behavioristik.
2. Sebagai panduan dalam membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi konseli.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Konsep
Pokok
Tokoh
dalam teori ini antara lain John D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Ray E.
Hosford, Bandura, Wolpe dan sebagainya. Konsep behavioral, perilaku manusia
merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan
mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan
suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah
perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Thoresen
(Shertzer & Stone, 1980, 188) member ciri konseling behavioral sebagai
berikut:
1) Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dank
arena itu dapat diubah.
2) Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan
individual dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan.
Prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan
dalam perilaku klien dengan mengubah lingkungan.
3) Prinsip-prinsip belajar special seperti “reinforcement” dan “social Modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan
prosedur-prosedur konseling.
4) Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai
dari perubahan dalam perilaku-perilaku khusus di luar wawancara
prosedur-prosedur konseling.
5) Prosedur-prosedur konseling tidak statik,
tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk
membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
Hal
yang mendasar dalam konseling behavioral adalah prinsip penguatan
(reinforcement) sebagai suatu kreasi dalam upaya memperkuat atau mendukung
suatu perilaku yang dikehendaki. Konsep penguatan ini berasal dari percobaan
Pavlov (Teori Clasical Conditioning), dan Skinner (Teori Instrumental
Conditioning). Ada tiga macam hal yang dapat memberi penguatan yaitu Positive
reinvorcer, negative reinvorcer, and no consequence and neutral stimuli.
4
Manusia
memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya, dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.
Perilaku seseorang ditentukan oleh banyak dan macam-macam penguatan yang
diterima dalam situasi hidupnya.
2. Proses
Konseling
Menurut
Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980, 190), Konseling behavioral
merupakan suatu proses membantu orang untuk belajar memecahkan masalah
interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan istilah belajar
dalam pengertian ini adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu orang
(klien) belajar atau mengubah perilaku. Konselor berperan membantu dalam proses
belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat
mengubah perilakunya serta memecahkan masalahnya.
Tujuan
konseling dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu: memperbaiki perilaku salah
sesuai, belajar tentang proses pembuatan keputusan, dan pencegahan timbulnya
masalah.
Menurut
aliran teori-teori belajar Behavioristik, manusia belajar dengan berbagai cara,
antara lain Belajar Signal menurut Konsepsi Pavlov, Belajar melalui Peneguhan
atau Penguatan (Reinforcement) menurut konsepsi Skinner, dan Belajar dari Model
menurut konsepsi Bandura. Dalam semua konsep itu dipegang paradigm
Stimulus-Respon (S - R). Dalam konsepsi Pavlov dan Skinner, reaksi mengikuti
rangsangan secara spontan tanpa melalui suatu proses kognitif lebih dahulu
seperti mengadakan persepsi dan berpikir, ini juga terjadi pada manusia.
Konsepsi ketiga menerima kemungkinan terjadi sesuatu dalam diri subjek yang
bereaksi terhadap suatu rangsangan, seperti berpikir mengenai reaksi yang
sebaliknya diberikan. Konsepsi-konsepsi yang lain memberikan banyak perhatian
pada apa yang terjadi dalam diri subjek sesudah menerima rangsangan dan sebelum
memberikan reaksi, lebih-lebih pada manusia yang belajar. Dalam hal ini diikuti
paradigm S-r-R, dimana r adalah tanggapan kognitif terhadap S sebelum
memberikan R. Tanggapan kognitif itu tidak dapat langsung diamati karena
berlangsung dalam batin, namun ikut menentukan R yang diberikan.
5
Dollard
dan Miller membedakan antara reaksi-reaksi yang tidak langsung, tetapi
berfungsi sebagai perantara (mediating response) dan berpengaruh
terhadap reaksi yang akhirnya diberikan. Reaksi yang tidak langsung itu
bersifat internal dan berupa reaksi pikiran (r), yang mungkin disertai
pembahasan atau kata-kata yang diucapkan kepada diri sendiri. Dengan demikian,
terdapat kemungkinan orang mengubah perilakunya (R) yang sampai sekarang ini,
dengan berpikir dahulu (r) tentang reaksinya (perilakunya) yang seharusnya terhadap
rangsangan tertentu.
Dalam rangka pendekatan Behavioristik dalam
konseling, rangkaian S-R dikonsepsikan sebagai rangkaian Antecedent-Behavior-Consequence, yang disebut model ABC. Antecedent adalah kejadian atau kejadian-kejadian yang
mendahului Bahavior. Consequence adalan efek-efek yang mengikuti atau
berlangsung sesudah Behavior. Perilaku (Behavior) sama dengan yang di atas
disebut reaksi (Response). Kejadian atau pengalaman yang berlangsung sebelum
perilaku muncul (Antecedent), sama dengan yang di atas disebut rangsangan
(Stimulus). Efek yang timbul sesudah perilaku (Consequence) sama dengan yang
dalam konsepsi Skinner disebut peneguhan atau penguatan (Reinforcement), yaitu
efek yang memperbesar kemungkinan bahwa perilaku yang sama akan muncul kembali
pada lain kesempatan bila rangsangan yang sama diberikan.
Setelah
diadakan analisis kasus, konselor akan membantu konseli untuk mencari jalan
keluar dari asalah yang dihadapi sekarang, dengan mengembangkan suatu cara
bertingkah laku yang lebih sesuai. Dalam hal ini dapat ditempuh dua jalan atau
diterapkan dua siasat, yaitu:
a) Mengubah respon/reaksi terbuka (R) atau
perilaku (B) secara langsung, tanpa mengusahakan perubahan dalam respon/reaksi
tertutup (r) atau cara berpikir lebih dahulu.
b) Mengubah reson/reaksi tertutup (r) lebih
dahulu, lebih-lebih tanggapan pikiran dalam batin seseorang; sebagai akibat
respon/reaksi terbuka (R) akan berubah pula, namun tidak secara langsung.
Urutan
pemilihan dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier dan Cormier
(Corey, 1986,178) sebagai salah satu bentuk kerjasama antara konselor dengan
klien, adalah:
6
1) Konselor menjelaskan maksud tujuan.
2) Klien mengkhususkan perubahan positif yang
dikehendaki sebagai hasil konseling.
3) Klien dan konselor menetapkan tujuan yang
telah ditetapkan apakah merupakan perubahan yang dimiliki oleh klien.
4) Bersama-sama menjajagi apakah tujuan-tujuan
itu realistic.
5) Mereka mendiskusikan kemungkinan
manfaat-manfaat tujuan.
6) Mereka mendiskusikan kemungkinan
kerugian0kerugian tujuan.
7) Atas dasar informasi yang diperoleh tentang
tujuan klien, konselor dan klien membuat salah satu keputusan berikut: untuk
melanjutkan konseling, atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari
referral.
3. Metode
Konseling
Mengenai
metode konseling, Krumboltz mengkategorikan menjadi empat pendekatan, yaitu:
1)
Operant Learning
Dari pendekatan operant learning hal
yang penting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku
klien yang dikehendaki. Konselor hendaknya dapat memilih tindakannya agar dapat
memberikan penguatan terhadap perilaku klien. Dalam penguatan ini ada empat hal
yang perlu diperhatikan yaitu (1). Penguatan
yang diterapkan hendaknya memiliki cukup kemungkinan untuk mendorong
klien, (2). Penguatan hendaknya dilaksanakan secara sistematis, (3). Konselor
harus mengetahui kapan dan bagaimana memberikan penguatan, (4). Konselor harus
dapat merancang perilaku yang memerlukan penguatan.
2)
Unitative Learning atau Social Modeling
Metode ini diterapkan oleh konselor
dengan merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
Model-model perilaku adaptif dapat dalam bentuk rekaman, pengajaran berprogram,
video, film, orang atau biografi.
7
Model-model
yang dipilih hendaknya merupakan suatu subjek yang berprestise, kompeten, dapat
diketahui, atraktif (menarik), dan berpengaruh. Semua akan berpengaruh kepada
klien apabila memiliki kemiripan dengan klien.
3)
Cognitive Learning
Metode cognitive learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang
berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien, dan
bermain peranan. Metode ini lebih banyak menekankan aspek perubahan kognitif
klien dalam upaya membantu klien memecahkan masalahnya.
4)
Emotional Learning
Metode emotional learning atau pembelajaran emosional diterapkan pada
individu yang mengalami suatu kecemasan. Pelaksanaannya dilakukan dalam situasi
rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama suatu
rangsangan lain yang menyenangkan. Dengan cara itu maka kecemasan dapat berkurang
dan akhirnya dapat dihilangkan.
4. Teknik-Teknik
Adapun teknik-teknik yang biasa
digunakan dalam keempat pendekatan metode diatas antara lain; desentisisasi
sistematis, metode latihan rileks, teknik-teknik penguatan, pembuatan model
restructuring kognitif, penghentian pikiran, latihan ketegasan, latihan
keterampilan social, program manajemen diri, pengulangan perilaku, latihan
khusus, teknik-teknik terapi multimodal, tugas-tugas pekerjaan rumah.
Penggunaan teknik-teknik oleh
konselor behaviorial tergantung kepada berbagai variable, antara lain: (1).
Kelebihan dan perilaku klien, (2). Macam masalah klien yang memerlukan bantuan,
(3). Macam dan nilai penguatan yang tersedia dalam lingkungan klien, (4). Orang
lain yang mempunyai arti tertentu bagi kehidupan klien dan dapat membantu
konselor dalam meningkatkan perubahan perilaku yang dikehendaki.
5. Kritik
Beberapa
kritik terhadap konseling behavioral adalah antara lain:
1. Konseling
behavioral bersifat dingin, kurang menyentuh aspek pribadi, bersifat
manipulative, dan mengabaikan hubungan antarpribadi.
2. Konseling
behavioral lebih terkonsentrasi pada teknik.
3. Meskipun
konselor behavioral menegaskan bahwa setiap klien adalah unik dan menuntut
perlakuan yang unik dan spesifik, akan tetapi masalah satu klien sering sama
dengan klien lain dan oleh karena itu tidak menuntut suatu strategi konseling
yang unik.
4. Konstruk
belajar yang dikembangkan dan digunakan oleh konselor behavioral tidak cukup
komprehensif untuk menjelaskan belajar dan harus dipandang hanya sebagai suatu
hipotesis yang harus dites.
5. Perubahan
klien hanya berupa gejala yang dapat berpindah kepada bentuk perilaku yang
lain.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Teori belajar behaviorisme
mengandung banyak variasi dalam sudut pandangan. Oleh karena itu, pendekatan
behavioristik dalam konseling menganal banyak variasi dalam prosedur, metode,
dan teknik yang diterapkan. Meskipun demikian, pelopor-pelopor pendekatan
behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia
merupakan hasil suatu proses belajar dan, karena itu, dapat diubah dengan
belajar baru. Dengan demikian, proses konseling pada dasarnya pun dipandang
sebagai suatu proses belajar.
0 komentar:
Posting Komentar